JAKARTA - Konfrontasi antara Indonesia dan Malaysia punya sejarah panjang. Di masa pemerintahan Presiden Soekarno, letupan-letupan konfrontasi sempat digelorakan. Bung Karno kala itu menyebut Malaysia sebagai boneka Inggris. Ada alasannya. Di mata Soekarno, pemberian kemerdekaan kepada Malaysia adalah siasat Inggris mengacaukan Asia Tenggara. Gerakan ‘Ganyang Malaysia’ pun disuarakan Bung Besar.
Berdasar sejarah, sejak pertangahan abad 18, tanah Malaya telah dikuasai inggris. Setelahnya, 8 Februari 1956, Inggris memberikan kemerdekaan pada Malaysia. Akan tetapi, pada tahun 1961, Inggris merencanakan pembentukan Negara Federasi Malaysia yang menggabung persekutuan Tanah Melayu, SIngapura, Sarawak, dan brunei. Sontak, rencana itu ditentang oleh Soekarno. Orang nomor satu di Indonesia itu menganggap pembentukan Negara Federasi Malaysia adalah proyek neokolonialisme Inggris.
“Indonesia mencurigai adanya intrik-intrik Inggris dan sangat tidak suka dengan fakta bahwa Federasi Malaysia akan didirikan pada tanggal 16 September (1963),” ungkap Baskara Wardaya dalam Indonesia Melawan Amerika Konflik Perang Dingin 1953-1963 (2008).
Soekarno khawatir kawasan Malaya akan jadi pangkalan militer Barat di Asia Tenggara. Pangkalan itu, kata Bung Karno dapat mengganggu stabilitas di kawasan Asia Tenggara. Dikutip dari Tjipta Lesmana dalam buku Dari Soekarno Sampai SBY (2008), kecurigaan itu seperti yang diungkap Bung karno pada awal-awal. Hadirnya Malaysia hanya sebagai “Boneka Nekolim” untuk melawan Indonesia.
Dalam perjalanannya, bukan cuma Indonesia yang menolak mengakui eksistensi Malaysia. Filipina mengikuti jejak Indonesia yang tak setuju dengan terbentuknya negara federasi Malaysia. Lantaran aksi tersebut Indonesia dan Filipina berada di posisi yang berseberangan dengan Malaysia maupun Inggris.
"Ganyang Malaysia"
Penolakan Bung Karno itulah yang memantik amarah pemuda-pemuda di Malaysia. Mereka kemudian melempari kedutaan Indonesia di Kuala Lumpur sebagai imbas dari sikap Bung Karno. Bersamaan dengan itu, beberapa hari setelahnya Malaysia memutuskan hubungan diplomatik dengan Indonesia pada 17 Septembe 1963. Tak mau kalah, Indonesia pun menghentikan hubungan dagang dengan Malaysia pada 23 September 1963.
“Mengapa Malaysia juga terlibat dalam sejarah bangsa Indonesia? Hal ini, terjadi ketika munculnya demonstrasi anti Indonesia di Kuala Lumpur. Pada waktu itu, tidak sedikit kaum demonstran yang menyerbu gedung KBRI sambil merobek-robek foto Soekarno. Tidak hanya itu saja, beberapa kaum demonstran juga membawa lambang negara Garuda Pancasila ke hadapan Perdana Menteri Malaysia Tuanku Abdul Rahman dan memaksanya untuk menginjak Garuda. Sebagai seorang pemimpin negara, wajar sajalah bila Soekarno marah kepada Malaysia,” tulis Abraham Panumbangan dalam buku The Uncensored of Bung Karno: Misteri Kehidupan Sang Presiden (2020).
Soekarno yang sangat marah akhirnya membuat sebuah gerakan yang bernama “Ganyang Malaysia”. Dalam pidatonya di Yogyakarta, Bung Karno juga menyampaikan rasa kecewanya terhadap Malaysia melalui pidato yang berjudul sama dengan gerakan yang dibangun “Ganyang Malaysia.” Dalam pidato itu, Malaysia dianggapnya sebagai keparat yang harus disikat habis-habisan oleh bangsa Indonesia.
"Pukul dan sikat jangan sampai tanah dan udara kita dinjak-injak oleh Malaysia keparat itu. Doakan aku, aku kan berangkat ke medan juang sebagai patriot Bangsa, sebagai martir Bangsa dan sebagai peluru Bangsa yang tak mau diinjak-injak harga dirinya. Serukan, serukan ke seluruh pelosok negeri bahwa kita akan bersatu untuk melawan kehinaan ini. Kita akan membalas perlakuan ini dan kita tunjukkan bahwa kita masih memiliki gigi yang kuat dan kita juga masih memiliki martabat," ungkap Soekarno dalam pidatonya.
Sebagai bentuk kebencian yang tak tertahankan kepada Malaysia, Soekarno sempat menuangkap rasa kecewanya kepada duta besar Amerika Serikat, Howard Jones. Kepada Howard, Bung Karno bercerita bahwa ia sangat menyayangkan sikap seorang kepala negara yang berani menginjak-injak lambang negara lain.
BACA JUGA:
Namun, Howard tak dapat membantu Indonesia, sekalipun dirinya dikenal begitu simpati terhadap Soekarno. Kondisi itu, sempat diperparah dengan terjadinya konflik di tengah-tengah TNI Angkatan Darat. Ditambah lagi, pernyataan Jenderal Ahmad Yani yang takkan mengarahkan pasukan untuk menyerbu Malaysia.
Meski begitu, Obsesi Soekarno untuk menghancurkan Malaysia tetap menggebu-gebu. Obsesi itu selalu ia kobarkan di setiap sanubari rakyat Indonesia dari Sabang sampai Merauke. Bahkan, tatkala kekuasaannya terus dipreteli oleh Angkatan Darat pasca Gerakan 30 September. Soekarno tak pernah menyerah. Hampir pasti dalam tiap pidatonya, Soekarno selalu menyinggung politik konfrontasi untuk membakar terus semangat, sekaligus meminta dukungan rakyat Indonesia. Soekarno menggelorakan dua slogan kala itu, yakni “Maju Terus Jangan Mundur” dan “Ini dadaku, mana dadamu?”
Aksi Soekarno sebagai seorang Revolusioner yang melawan Malaysia terus menggelora, setidaknya di hati sebagai besar rakyat Indonesia. Kehebatannya dalam arena politik Internasional kiranya tak perlu diragukan. Itulah sebabnya patung lilinnya ikut dipajang di Museum Madame Tussaud di Amsterdam.
“Mulai dari konferensi Asia-Afrika 1955, ia lantas mendirikan gerakan non-blok. Sampai akhirnya sang orator ini memutuskan tak aktif atau keluar dari PBB. la juga gemar berkonfrontasi. Politiknya yang terkenal adalah Ganyang Malaysia sebagai protes atas apa yang disebutnya neokolonialisme di Serawak. Namun, semuanya itu membuat rakyat yang menjadi pemujanya habis-habisan terhanyut dan lupa perut,” tutup Yopie Hidayat dan Sandra Hamid dalam tulisnya di majalah Tempo berjudul Hanya Dua yang Berkharisma (1992).