Susilo Bambang Yudhoyono Tak Pernah Absen Hadiri Perayaan Imlek Kala Jadi Presiden Indonesia
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono saat menghadiri perayaan nasional Tahun Baru Imlek di Plenary Hall JCC Senayan, Jakarta pada 7 februari 2014. (Rumgapres/Abror Rizki)

Bagikan:

JAKARTA - Komitmen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjaga keberagaman dan keharmonisan bangsa Indonesia tiada dua. Baginya, ia kerap menunjukkan kepeduliannya terhadap keberagaman etnis di Indonesia. Terhadap Etnis China, misalnya.

SBY pernah mengeluarkan aturan yang menganti Istilah China jadi Tionghoa di kalangan pemerintahan. Lebih lagi, SBY tercatat aktif menghadari perayaan Tahun Baru Imlek di Nusantara. Bahkan, pada akhir masa jabatan sebagai Presiden Indonesia.

Etnis China sempat dianggap bangsa asing di Indonesia. Kehadiran Keppres No. 14 Tahun 1967 era Orde Baru (Orba) ada di baliknya. Kebijakan itu membuat segala macam perayaan besar adat dan agama China –termasuk Imlek—dilarang di muka umum.

Kalaupun ingin merayakan Tahun Baru Imlek, maka etnis China harus izin sana sini dan belum tentu mendapatkan hasil. Namun, semuanya berubah ketika Abdurrahman Wahid (Gus Dur) menjadi Presiden Indonesia. Gus Dur kemudian mengeluarkan Keppres baru No.6 Tahun 2000 untuk menggugurkan aturan Era Orba.

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Ibu Ani Yudhoyono saat menghadiri perayaan nasional Tahun Baru Imlek di Plenary Hall JCC Senayan, Jakarta pada 7 Februari 2014. (Rumgapres/Abror Rizki)

Artinya, segenap etnis China di Nusantara diizinkan untuk melakukan perayaan besar adat dan agama termasuk Tahun Baru Imlek di muka umum sejak tahun 2000. Alih-alih hanya dinikmati oleh etnis China di seantero negeri, nyatanya kebijakan itu disambut dengan gegap gempita oleh segenap rakyat Indonesia.

SBY apalagi. Ia dan keluarganya pun jadi dapat menikmati kemeriahan Imlek semenjak itu. pun ketika ia menjabat sebagai Presiden Indonesia. Ia turut memikirkan hajat hidup orang China. Ia tak ingin diskrimasi terhadsiloap orang China terus berlangsung.

Ia pun mengeluarkan Keppres No.12 Tahun 2014. Isinya menerangkan dalam seluruh penyelenggaraan pemerintahan, kata China akan diganti menjadi Tionghoa.

“Keputusan Presiden RI No. 12/2014 (pada 12 Maret 2014) dipandang sebagai salah satu langkah maju terhadap penghapusan diskriminasi dan politik adu domba. Di sisi lain, sebagian kalangan berpandangan bahwa Keppres ini terlalu berlebihan dan cenderung mengistimewakan etnis China-Tionghoa.”

“Beragam pandangan yang ada sesungguhnya sah-sah saja karena begitu banyak persoalan etnis China-Tionghoa seiring dengan sejarah perjalanan bangsa sejak pra-kolonial. Banyak riset dan publikasi ilmiah yang telah dilakukan tentang relasi etnis China-Tionghoa dan bumiputra agaknya memang tidak mudah diselesaikan dengan cepat dan dalam tempo hitungan tahun,” ungkap Abdullah Idi dalam buku Politik Etnisitas Hindia-Belanda (2019).

Perayaan nasional Tahun Baru Imlek 2011 di Balai Samudera Kelapa Gading, Jakarta pada 14 Februari, yang dihadiri Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dan Wapres Budiono.

Dukungannya terhadap etnis China terus diperlihatkan SBY sepanjang masa jabatannya sebagai orang nomor satu Indonesia. dari 2004 hingga 2014. SBY tercatat tak pernah absen menghadiri perayaan Tahun Baru Imlek di berbagai daerah di Nusantara sejak pertama kali ia menjabat Presiden Indonesia.

Ia bahkan menyempatkan diri hadir pada perayaan Tahun Baru Imlek di akhir masa jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada 2014. Ia mendatangi Plenary Hall, Jakarta Convention Center (JCC). Ia mengucapkan selamat tahun baru Imlek (tahun kuda) kepada segenap hadirin yang datang. Ia memberikan salam bahagia dan ucapan selamat tahun baru China.

"Kita semua berharap semoga para wakil rakyat serta presiden dan wakil presiden yang akan kita pilih nanti, benar-benar menjaga amanah sesuai dengan harapan rakyat. Para pemimpin yang memperdepankan kepentingan rakyat dalam bertindak yang tepat, dalam mengambil keputusan dan kebijakan. Dalam kaitan itulah, saya menyambut baik tema perayaan besar tahun baru imlek kali ini, yaitu Pemimpin Sejati Berpegang pada Cinta Kasih dan Kebenaran, Bukan pada Keuntungan."

"Saya mengajak saudara-saudara masyarakat Tionghoa, untuk menjaga kebersamaan, solidaritas dan harmoni antar sesama warga bangsa. Bila kita hidup rukun, dalam, bersatu, berjiwa besar, berlapang dada, bekerja keras dan pintar serta Taqwa dan Tawakal, kehidupan bangsa kita akan terus bertumbuh baik,” ungkap SBY sebagaimana dikutip laman Kedutaan besar China untuk Indonesia, 7 Februari 2014.