Momen Presiden Susilo Bambang Yudhoyono Pilih Netral di Pilpres 2014
Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mempertemukan Capres Joko Widodo dan Prabowo Subianto di Istana Negara Jakarta pada Minggu (20/7/2014). (Abror Rizki/Sektretariat Kepresidenan)

Bagikan:

JAKARTA - Sikap Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) dalam kontestasi politik kerap mengundang pujian. Presiden Indonesia era 2004-2014 tak mau melanggar amanat konstitusi. Ia pasang badan demi terlaksana pemilu yang Luber Jurdil (langsung, umum, bebas, rahasia, jujur, dan adil).

Sikap itu ditunjukkan kala Pilpres 2014. SBY tak memihak Capres, Joko Widodo (Jokowi) atau Prabowo Subianto. Ia juga memastikan TNI dan Polri bersikap netral. Sekalipun ia harus menanggung risiko suara partainya, Partai Demokrat anjlok.

Upaya kepala negara menjaga netralitas dalam kontestasi politik sekelas Pilpres tak pernah mudah. Konflik kepentingan jadi yang utama. Namun, bukan berarti urusan menjunjung tinggi netralitas tak dapat dilakukan.

Presiden SBY pernah membuktikannya. Ia memberikan contoh bahwa harapan menjaga amanat konstitusi supaya pemilu terlaksana Luber Jurdil sangat mungkin. Ajian itu membuat SBY segera memisahkan diri dari kepentingan partai dan pribadi.

Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang pernah menjabat sebagai Presiden Indonesia era 2004-2014. (Facebook Susilo Bambang Yudhoyono)

Ia tak menyatakan dukungan kepada kubu Capres yang berlaga, Jokowi atau Prabowo Subianto. Sekalipun kapasitasnya cukup besar kala jadi juru kampanye. Jejak itu dibuktikan dengan kehebatan SBY yang tak pernah kalah dalam kontestasi politik. Jabatan dua periode sebagai orang nomor satu Indonesia jadi buktinya.

Langkah netral SBY disambut dengan gegap gempita. Keputusan SBY diapresiasi banyak pihak. SBY sadar sikap netralnya mampu merugikan partainya, Partai Demokrat. Narasi itu dibuktikan dengan turunnya suara Partai Demokrat dalam ragam survei.

Ia tak menyesali keputusannya. Sebab, ia lebih memilih untuk berdiri atas nama rakyat Indonesia, bukan segelintir kelompok atau partai. Keputusan SBY diapresiasi banyak pihak. SBY kala itu bak juru selamat muka pemerintah Indonesia.

"Pada 2014, Partai Demokrat sedang susah waktu itu. Kami bolehlah digempur. Elektabilitas kami menurun drastis. Saya tetap konsisten, netral. Tidak perlu ada yang bantu-bantu. Alhasil memang Partai Demokrat menurun separuh suaranya, tidak apa-apa. Kami mengakui. Ikhlas. Karena memang waktu itu saya nilai, pemilu berlangsung secara jujur dan adil.”

"Itulah mengapa saya selalu dari dulu sampai sekarang konsisten untuk menjamin jujur dan adilnya setiap pilkada dan pemilu termasuk netralitas para aparatur negara dan pemerintah. Tujuannya itu, supaya kalau memang tidak terpilih, kalah, ya harus menerima, karena memang pelaksanaannya jujur dan adil. Sebaliknya kalau tidak jurdil saya khawatir nanti ketidakpuasan itu dilampiaskan dengan cara-cara yang tidak baik," lanjut SBY sebagaimana dikutip laman Kompas.com, 27 Juni 2018.

Minta TNI dan Polri Netral

Kala ingin mengubah sesuatu, ubah dari kepalanya. Narasi itu telah dilakukan oleh SBY. ia menjadikan dirinya sebagai contoh sikap netral sebagai pemimpin negara dalam Pilpres 2014. SBY pun ingin sikap itu dianut pula oleh segenap jajarannya.

Aparatur Sipil Negara (ASN) diminta SBY berlaku netral. Alias tidak memihak. SBY pun mengimbau pula pesan yang sama kepada TNI dan Polri. SBY mengungkap upaya netralitas nantinya jadi ajian penting supaya institusi TNI dan Polri tetap dihormati oleh rakyat Indonesia.

Posisi TNI dan Polri dianggapnya cukup vital. Mereka punya peran besar dalam hadirnya pemilu Luber Jurdil. Kedua institusi itu memiliki tugas yang berat untuk mengamankan jalannya Pilpres 2014. TNI dan Polri diminta tak boleh menganggap remeh adanya potensi kecurangan, dari politik uang hingga intimidasi.

Susilo Bambang Yudhoyono dalam acara yang digelar Partai Demokrat. (Facebook Susilo Bambang Yudhoyono)

Tugas itu dianggap SBY sudah sedemikian berat. Jikalau masih ada TNI atau Polri yang tak netral, masalah keamanan dan jalannya pemilu jadi terganggu. Selebihnya, SBY meminta segenap rakyat Indonesia untuk menjaga ketertiban dan demokrasi dengan memilih kandidat Capres sesuai hati nurani.

“Prediksi tahun 2013 dan 2014 adalah tahun politik mengundang komentar berbagai kalangan. Tak urung Presiden, SBY dan Wapres, Boediono mengingatkan, pentingnya diperhatikan tahun politik ini. Presiden, SBY mengatakan, semua abdi negara, termasuk pejabat jajaran pemerintahan dalam Pemilu harus benar-benar netral dan mendidik, terlebih TNI dan Polri.”

“Netral, tidak berpihak, dan tidak melakukan sesuatu yang keluar dari aturan UU dan etika. Bagi jajaran Anggota Kabinet serta para Gubernur, Bupati, dan Walikota yang berasal dari partai politik, ketika harus menjalankan misi politik dalam rangkaian Pemilu 2014 mendatang,” terang Achmad Fachrudin dalam buku Jalan Terjal Menuju Pemilu 2014 (2013).