Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 339 tahun yang lalu, 11 Januari 1684, Gubenur Jenderal VOC, Cornelis Speelman meninggal dunia. Kepergiannya membawa kedukaan bagi seisi Batavia. Ia dianggap sebagai sosok yang berjasa bagi tumbuh kembang maskapai dagang Belanda itu.

Sebelumnya, Speelman adalah penguasa VOC yang punya jasa besar bagi langgengnya penjajahan di Nusantara. Ia mampu menjalankan strategi devide at impera (politik adu domba) secara peripurna. Karenanya, Kompeni dengan mudah menguasai Makassar, Banten, hingga Mataram.

Boleh jadi nama Speelman jadi salah satu Gubenur Jenderal VOC yang paling dikenang. Jasanya bagi Kompeni begitu besar. Sekalipun keluarganya termasuk dalam golongan orang biasa saja di Belanda. Dedikasi dan kerja kerasnya dapat membawanya memperoleh jabatan mentereng di Kompeni.

Ia jadi aktor penting yang mampu meluaskan kekuasaan Kompeni di mana-mana. Apalagi Speelman memiliki ajian yang minim dana untuk melanggengkan kuasa maskapai dagang Belanda, VOC. Devide at Impera, namanya.

Stategi adu domba itu jadi andalannya. Kompeni pun kecipratan untung karena tak perlu keluar dana besar, apalagi kehilangan banyak nyawa untuk menaklukkan kerajaan Nusantara. Hasilnya memuaskan. Speelman mampu mengendalikan Makassar, Banten, hingga Mataram.

Potret penaklukan Makassar oleh politik adu domba Cornelis Speelman 1666-1669. (Wikimedia Commons)

Dedikasi besar itu membuatnya jadi kesohor di antara pejabat VOC. Ia mampu menjelma sebagai Dewan Hindia, wakil Gubernur Jenderal, kemudian perlahan-lahan menjadi Gubernur Jenderal VOC. kepemimpinan –dari 1681 hingga 1684-- mengundang puja puji.

Ia dikenal cakap kala memimpin, utamanya urusan politik dan militer. Namun, bukan berarti pemerintahan Speelman di Nusantara mulus tanpa kontroversi. Ia sama saja seperti Gubernur Jenderal VOC lainnya yang doyan korupsi.

“Baik Mataram maupun Banten kini berada di bawah pengawasan Kompeni. Di kedua negara itu, Kompeni memperoleh monopoli dagang untuk beberapa produk. Raja-rajanya, yang ditaruh di atas takhta oleh tentara Batavia, berutang besar kepada Kompeni untuk mengembalikan biaya perang.”

“Walaupun pemerintah ini terbukti bersedia tidak meminta pelunasan utang-utang itu selama Sultan-Sultan itu dengan setia menerapkan perjanjian komersial yang baru disepakati, kedua negara Jawa itu kini berada dalam keadaan sama seperti para petani pala yang bangkrut di Maluku setengah abad sebelumnya. Wilayah Banten dan Mataram kini dipisahkan oleh wilayah Batavia, yang meluas ke selatan sampai ke laut, hingga mencakup daerah-daerah gunung Priangan,” ungkap Bernard H.M. Vlekke dalam buku Nusantara (2008).

Korupsi pun merajalela selama pemerintahannya. Namun, praktek itu hanya mampu diakhiri oleh kedatangan ajalnya pada 11 Januari 1684. Komplikasi penyakit ginjal dan hati ada di baliknya. Kala itu Speelman masih berstatus sebagai Gubernur Jenderal VOC.

Berita meninggalnya Speelman pun terdengar di seantero Batavia. Segenap orang Belanda berduka. Empunya kuasa kemudian menyiapkan upacara pemakaman Speelman dengan begitu mewah. Upacara mewah itu kemudian jadi bukti dari korupnya pejabat VOC dulu kala.

“Speelman meninggal pada 11 Januari 1684 di Kasteel Batavia. Upacara penguburannya saja memakan biaya 131.400 riksdalders. Tetapi ini menandai awal ketidakberesan administrasi dan pemerintah VOC di Batavia. Speelman memerintah semaunya sendiri, tanpa meninta saran ataupun berurun-rembuk dengan Dewan Hindia.”

“Ia memerintahkan untuk menangkap ratusan orang tanpa kesalahan yang jelas, menjual orang sebagai budak padahal yang bersangkutan berstatus orang bebas. Belum lagi caranya memanipulasi uang dengan perintah membayar para serdadu yang di dalam kenyataannya tidak ada, atau pembayaran kerja yang dilakukan. pasokan lada dari pedagang bumiputra juga dibayar murah,” terang sejarawan Mona Lohanda dalam buku Sejarah para Pembesar Mengatur Batavia (2007).