Gerakan Cinta Rupiah Diinisiasi oleh Tutut Soeharto dalam Sejarah Hari Ini, 10 Januari 1998
Tutut Soeharto ketika meluncurkan Gerakan Cinta Rupiah pada 10 Januari 1998. (Tangkapan layar video Kompas.id)

Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 25 tahun yang lalu, 10 Januari 1998, putri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana (Mbak Tutut) menginsiasikan Gerakan Cinta Rupiah. Gerakan itu digagasnya supaya Indonesia dapat lepas dari jeratan resesi ekonomi.

Langkah Mbak Tutut pun diikuti segenap kalangan. Dari pejabat hingga selebritas. Sebelumnya, badai resesi jadi momok paling menakutkan. Segenap rakyat Indonesia dibuat hidup makin sengsara. Banyak perusahaan gulung tikar dan pengangguran di mana-mana.

Kehadiran resesi ekonomi 1997-1998 sempat dianggap remeh kalangan pejabat. Indonesia dianggapnya mampu melewati badai resesi dengan mulus. Apalagi dengan Presiden Soeharto berada dipucuk kepemimpinan.

Ia memiliki catatan mentereng dalam membawa Indonesia melewati resesi ekonomi di tahun 1966. Artinya, ajiannya dalam melawan resesi yang akan datang dapat diandalkan. Hasilnya jauh panggang dari api. Prediksi yang terjadi dalam resesi ekonomi 1997 nyatanya lebih berat. Harga tukar rupiah jatuh pada level terendah. Semua sektor terkena dampaknya.

Kondisi itu makin berat ketika Indonesia masih bergantung pada sederet produk Impor. Antara lain pangan, buah-buahan, bahan bakar, mesin, sepeda, hingga komputer. Sederet produk itu mengalamai kenaikan harga yang signifikan. Pun stoknya di lapangan makin menipis. Kalaupun ada harganya pasti mahal.

Tutut Soeharto usai dilantik menjadi Menteri Sosial Kabinet Pembangungan VIII oleh Presiden Soeharto di Istana Negara Jakarta, 14 Maret 1998. (tututsoeharto.id)

Puncaknya, banyak perusahaan-perusahaan terancam gulung tikar karena harga bahan baku meningkat. Fenomena itu membuat angka pengangguran meningkat tajam. Segenap rakyat Indonesia pun merana diterpa resesi.

“Betapa buruknya kondisi perekonomian Indonesia bagaikan sebuah pesawat terbang yang sedang mengalami super stall (menukik tajam karena kehilangan daya angkat). Saya harus sekuat tenaga menggunakan instrumen agar pesawat bisa memutar cepat untuk mencegahnya menghunjam ke bumi (dalam wujud hiperinflasi).”

“Kini pesawat yang nyaris menghunjam ke bumi itu sudah terbang dalam posisi mendatar. Maka jangan tendang-tendang kursi pilot. Jangan paksa orang lain mengambil. Don’t do that, karena pilot sudah bertindak benar. Saya butuh tiga tahun untuk menerbangkan pesawat ke ketinggian. Tapi saya tidak mau jual kecap,” ungkap Menteri Riset dan Teknologi, Bacharuddin Jusuf Habibie menggambarkan dampak resesi sebagaimana dikutip A. Makmur Makka dalam buku The True Life of Habibie (2008).

Alih-alih pemerintah saja yang bergerak, segenap rakyat dan pejabat ikut tergerak mencoba melakukan upaya mandiri untuk melawan resesi ekonomi. Mbak Tutut, misalnya. Anggota MPR RI itu menginisiasi sebuah gerakan pada 10 Januari 1998. Gerakan Cinta Rupiah, namanya.

Mbak Tutut pun mencontoh gerakan itu dengan cara menjual dolar AS yang dimilikinya dalam jumlah besar. Langkahnya pun banyak diikuti oleh segenap pengusaha dan pesohor negeri.

Tiga menteri perempuan dalam Kabinet Pembangunan VII, dari kiri: Tuti Alawiyah (Menteri Urusan Wanita), Tutut Soeharto (Menteri Sosial), dan Justika Baharsjah (Menteri Pertanian). (tututsoeharto.id)

Mereka mencoba upaya menukar banyak uang dolar AS supaya ekonomi Indonesia selamat dari resesi. Sekalipun upaya itu tak mampu menyelamatkan perekonomian Indonesia yang sudah kandung morat-marit.

“Yang paling menyolok dan unik ialah reaksi puteri sulung Presiden Soeharto, Siti Hardijanti Rukmana atau Mbak Tutut yang melancarkan Gerakan Cinta Rupiah dengan menjual dolar yang dimilikinya. Harian Kompas memuat gambar Mbak Tutut ketika menjual 50 ribu dolar AS di Bank Bumi Daya Cabang Imam Bonjol, dengan kurs (beli) Rp6.450 beberapa waktu belakangan.”

“Upaya itu sebagai bukti kecintaannya pada rupiah dan kepedulian pada krisis ekonomi yang sedang melanda Indonesia. Pada waktu gerakan digulirkan, Mbak Tutut menukar uang kala kurs jual dolar mencapai Rp10.150 per dolar AS. Gerakan cinta rupiah itu dilanjutkan Senin 12 Januari ketika atas prakarsa sejumlah wartawan, sejumlah pimpinan konglomerat, pejabat tinggi, eksekutif dunia usaha dan lain-lain, beramai-ramai menjual dolarnya,” terang Sanjoto Sastromihardjo dalam buku Reformasi dalam perspektif Sanjoto (1999).