Bagikan:

JAKARTA - Kepulangan Bacharuddin Jusuf (B.J) Habibie adalah periode menentukan dalam sejarah bangsa. Ada usaha petinggi Pertamina, Ibnu Sutowo di baliknya. Insinyur terkemuka itu dibujuk Ibnu untuk mengembangkan dunia kedirgantaraan Indonesia.

Habibie pun tertantang. Ia sekuat tenaga membawa abad teknologi ke Nusantara. Karenanya, Indonesia pun dapat merakit helikopter cita rasa Indonesia, NBO-105. Sebuah hasil kerja sama dengan perusahaannya dahulu, Messerchmidt-Bolkow-Blohm (MBB).

Pemerintah Indonesia gencar mengirimkan rakyatnya bersekolah di luar negeri. Mereka dituntut untuk menutut ilmu dengan harapan di kemudian hari, anak-anak bangsa itu dapat membangun negaranya. Habibie, salah satunya. Ia jadi salah satu mahasiswa Indonesia yang dikirim Soekarno untuk belajar di Jerman.

Tahun-tahun berlalu, Habibie kemudian tumbuh menjadi ahli kedirgantaraan di Jerman. Ia menetap dan bekerja sebagai Wakil Presiden Direktur Teknologi, MMB di Hamburg, Jerman. Kabar Habibie sebagai putra bangsa yang bersinar di industri kedirgantaraan Jerman kesohor di Indonesia.

Kabar kesohornya Habibie sampai ke telingga orang nomor satu Indonesia kala itu, Soeharto. The Smiling General tak ingin bakat Habibie hanya menghiasi industri kerdirgantaraan dunia. Sedang Indonesia yang menjadi ‘rumah’ tak berkembang.

B.J. Habibie menunjukan foto dirinya bersama pesawat hasil karyanya N-250 'Gatotkaca' usai membuka pameran foto 'Cinta Sang Inspirator Bangsa Kepada Negeri' di Museum Bank Mandiri, Jakarta, Minggu (24/7/2016). (Antara/Muhammad Adimaja)

Soeharto bersiasat. Ia meminta petinggi Pertamina, Ibnu Sutowo untuk menemui Habibie di Jerman. Ibnu pun melakukan tugas itu dengan baik. Ia mampu membujuk Habibie untuk mengembangkan industri kedirgantaraan Nusantara.

Habibie tiba di Jakarta pada 26 Januari 1974. Ibnu pun menempatkan Habibie di divisi baru Pertamina, Advanced Technology and Aeronautical Tecnology Division (ATTP). Selanjutnya Habibie diminta mengepalai Industri Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) yang kemudian belakangan dikenal sebagai PT. Dirgantara Indonesia.

“Saya telah mendengar, antara lain dari Dokter Sanger, tentang yang bernama Bacharuddin Jusuf Habibie. Waktu itu disebutkan ia bekerja pada Messerchmidt-Bolkow-Blohm (MBB) di Hamburg. Saya dengar juga, bahwa ia ingin menyumbangkan pengetahuannya tentang teknologi untuk pembangunan Indonesia. Tetapi, pikir saya, mengapa ia tetap saja tinggal di Jerman? Saya tidak pernah jumpa sebelumnya dengan dia. Tetapi saya pernah dengar tentang kakeknya, yang pernah tinggal berdekatan dengan orang tua saya waktu di Ungaran, Jawa Tengah.”

“Di bulan Desember 1973 saya ke Jerman dan menemui duta besar kita di Bonn, Achmad Tirtosudiro. Waktu berbicara-berbicara, Dubes Achmad Tirto menyebut nama Habibie, dan menerangkan tentang kepandaiannya. Malah diceritakan bahwa Habibie sudah melamar, atau ingin melamar untuk bekerja di Indonesia. tetapi siapa di Indonesia yang bisa menampung orang yang sudah bekerja di MBB dengan gaji yang begitu besar? itu jadi pertanyaan Dubes Achmad Tirto,” ungkap Ibnu Sutowo sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Ibnu Sutowo: Saatnya Saya Bercerita! (2008).

Helikopter NBO-105

Karier Habibie di IPTN gemilang. Ia ingin IPTN berkembang pesat dan menjadi pelopor industri kedirgantaraan di Asia Tenggara. Tiada yang tak mungkin bagi Habibie. Ia mempunyai ilmu dan jaringan di industri kedirgantaraan dunia.

Habibie pun memiliki keinginan supaya IPTN dapat merakit helikopter berjenis MBB BO-105. Keinginan itu telah diutarakan Habibie semenjak bekerja di ATTP Pertamina. Namun, baru dapat diwujudkan ketika menjadi petinggi IPTN.

Keinginan Habibie bukan tanpa alasan. Segala macam keungulan MBB BO-105 buatnya kepincut. Helikopter itu digadang-gadang dapat digunakan untuk sipil dan militer. MBB BO-105 yang memiliki berat 1.276 kilogram dapat terbang hingga 17 ribu kaki dengan kecepatan maksimal 242 kilometer per jam.

Alasan lainnya Helikopter berjenis MBB BO-105 adalah mahakarya besutan perusahaan lamannya, MBB dan Construcciones Aeronáuticas SA (CASA). Kerja sama akhirnya terjalin antara pemerintah Indonesia dengan dan MBB pada September 1974. Kerja sama itu antara lain bertujuan untuk produksi dan perakitan Helikopter berjenis MBB BO-105.

Helikopter jenis NBO-105 miik Polri yang jatuh di Bangka Belitung pada Minggu 27 November 2022. (Antara) 

Helikopter MBB BO-105 mulai dirakit oleh IPTN. Karenanya, nama dari MBB BO-105 ditambahkan huruf N supaya mengindentifikasi rasa Nusantara dalam helikopter yang dirakit itu. orang-orang kemudian mengenalnya sebagai helikopter NBO-105.

Alih-alih hanya merakit NBO-105 untuk sipil, Habibie justru banyak membuat NBO-105 untuk kebutuhan militer. Angkatan Bersenjata Republik Indonesia (ABRI) dan Polri mendapatkan bagian. Polri, misalnya. mereka mendapatkan jatah sebanyak total 13 buah Helikopter NBO-105 dari 1981 hingga 1988.

“Kapolri Jenderal Moh. Sanoesi pada tanggal 8 April 1988 telah menerima enam helikopter baru jenis NBO-105 dari IPTN, yang diserahkan oleh direktur utamanya, B.J. Habibie di kawasan produksi II IPTN. NBO-105 dibuat IPTN atas lisensi MBB, Jerman Barat dilengkapi dengan turbin ganda Allison 250 C20b gas turbin dan dirancang untuk operasi di daerah bergunung-gunung dan bertemperatur tinggi seperti di Indonesia.

“Kepolisian RI sejak tahun 1981 telah mengoperasikan helikopter jenis NBO-105 produksi IPTN. Dan dengan penyerahan ini berarti Polri telah mempunyai 13 buah helikopter jenis NBO-105 produksi IPTN,” tertulis dalam Majalah Mimbar Kekaryaan ABRI edisi April 1988.