Bagikan:

JAKARTA – Sejarah hari ini, 127 tahun yang lalu, 27 November 1895, Alfred Nobel menandatangi surat wasiat terakhirnya di Swedia-Norwegia Club di Paris, Prancis. Isinya membuat seisi dunia terkejut. Ia menghibahkan seluruh aset dan hartanya untuk membuat gelaran penghargaan bergengsi yang dikenal sebagai Hadiah Nobel.

Sebelumnya, Alfred ingin menjadi sastrawan. Suratan takdir keluarganya berkata lain. Ia pun memulai karier sebagai inventor. Penemuannya –dinamit-- itu sukses besar di masyarakat. Ia pun kaya raya.

Perlajanan hidup keluarga Alfred Nobel penuh liku. Ia menyaksikan pekerjaan ayahnya, Immanuel Nobel sebagai insinyur tak kunjung mulus. Alfred merasakan keluarganya sempat berpindah-pindah negara. Dari Finlandia hingga Rusia.

Ayahnya kemudian mulai kerasan di Rusia dengan membuka bengkel mesin. Upaya itu membuahkan hasil. Ekonomi keluarga Alfred Nobel membaik. Seluruh anaknya dapat melanjutkan pendidikan bermutu. Guru privat bahkan didatangkan untuk menunjang pendidikan anaknya: Ludvig, Robert, Emil dan lainnya.

Alfred apalagi. Ia bahkan ingin menggoreskan mimpi sebagai sastrawan. Mimpi itu tak bertahan lama. Ia melihat kesuksesan ayahnya sebagai insinyur dan juga inovator cukup menjanjikan. Alfred yang telah menguasai berbagai macam bahasa di dunia mengikuti jejak ayahnya.

Potret diri Alfred Nobel. (Wikimedia Commons)

Ia kerap tertantang untuk menelurkan inovasi. Ia ingin barang temuannya dapat membantu orang banyak. Untuk kepentingan umum, utamanya. Alfred Nobel pun mendapatkan ide untuk membuat sebuah bahan peledak. Dinamit, namanya. Upaya menemukan dinamit pasang-surut. Alfred pantang menyerah. Akhirnya, Alfred berhasil memperoleh hak paten atas dinamit.

“Riset itu berlanjut ketika keluarga Nobel memutuskan pulang kampung ke Swedia pada 1863. Namun, percobaan bahan peledak yang dilakukan Alfred justru memakan korban, termasuk adiknya sendiri, Emil Oskar Nobel, yang tewas terkena ledakan. Akibatnya, pemerintah Swedia melarang percobaan ini di dalam batas kota Stockholm.”

“Alfred tak menyerah, ia tetap meneruskan risetnya di atas kapal di Danau Malaren. Akhirnya upaya Afred menemui hasil pada 1866. Ia memperoleh hak paten atas dinamit ciptaannya pada 1867. Selain itu, Alfred juga berhasil menciptakan detonator atau sumbat peledak yang bisa dinyalakan dengan menyulut sumbu,” ungkap Iswara N. Raditya dalam buku 200 Tokoh Super Jenius Penemu dan Perintis Dunia (2012).

Temuannya bak dua mata uang. Satu sisi dinamit membawa kemudahan bagi umat manusia. Sisi lain, dinamit dianggap sebagai senjata pembunuh. Banyak nyawa yang hilang karena dinamit. Alfred Nobel pun dilanda rasa bersalah karena temuannya banyak digunakan untuk kegiatan merugikan.

Ia pun segera ambil langkah. Ia tak mau terus-terusan dihantui rasa bersalah. Laksana penebusan dosa, Alfred membuat dan menandatangani surat wasiatnya yang terakhir di Klub Swedia-Norwegia di Paris, Prancis pada 27 November 1895.

Surat Wasiat Alfred Nobel yang berisikan keinginan untuk menghibahkan seluruh hartanya untuk Nobel Prize. (Wikimedia Commons)

Isinya menyebutkan Alfred Nobel akan menghibahkan seluruh aset dan hartanya untuk membuat gelaran penghargaan bergensi yang kemudian dikenal dengan Hadiah Nobel. Namun, wasiat itu tak urung dijalankan selepas Alfred meninggal dunia pada 1896. Hadiah Nobel baru dapat diwujudkan secara paripurna pada tahun 1901.

“Penghargaan itu dibagi menjadi lima bagian yang sama dan didistribusikan sebagai berikut: satu bagian untuk orang yang membuat penemuan terpenting di bidang fisika; satu bagian untuk orang yang membuat penemuan atau perbaikan kimia; satu bagian untuk orang yang membuat penemuan paling penting dalam bidang fisiologi atau kedokteran; satu bagian untuk orang di bidang sastra, menghasilkan karya paling menonjol ke arah idealis.”

“Dan satu bagian untuk orang yang telah melakukan yang terbaik atau terbaik untuk memajukan persekutuan antar bangsa, penghapusan atau pengurangan pasukan tetap, dan pembentukan dan promosi kongres perdamaian. Hadiah untuk fisika dan kimia akan diberikan oleh Akademi Ilmu Pengetahuan Swedia; bahwa untuk pencapaian fisiologis atau medis oleh Institut Karolinska di Stockholm; bahwa untuk sastra oleh Akademi di Stockholm; dan untuk juara perdamaian dipilih oleh komite yang terdiri dari lima orang,” tulis Alfred Nobel dalam surat wasiatnya sebagaimana dikutip laman Nobelprize.org.