Harga-harga Melambung Tinggi Jadi Pemicu Lengsernya Presiden Soekarno
Demonstrasi Tritura, Tiga Tuntutan Rakyat yang menjadi salah satu faktor pemicu kejatuhan Presiden Soekarno dari tampuk kekuasaan. (Co Rentmeester)

Bagikan:

JAKARTA - Pemerintahan Presiden Soekarno pernah dicaci maki segenap rakyat Indonesia. Ekonomi Indonesia yang morat-marit jadi musababnya. Keadaan itu memaksa empunya kuasa menaikkan segala macam harga-harga. Dari ongkos transportasi hingga bahan pokok.

Kemarahan rakyat memuncak. Mahasiswa angkatan 66 terutama. Mereka menggelorakan aksi Tri Tuntutan Rakyat (Tritura). Turunkan harga, bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI), dan rombak kabinet. Aksi itu adalah jalan pertama lengsernya Presiden Soekarno.

Rasa tak puas akan pemerintah Soekarno dan Orde Lamanya mencuat di mana-mana. Narasi pemerintah yang melulu memikirkan proyek mercusuar, tanpa peduli nasib kehidupan rakyat Indonesia jadi muaranya. Ketiadaan terobosan dalam bidang ekonomi membuat inflasi melangit. Bahkan mencapai lebih dari 1.000 persen.

Suasana demonstrasi Tritura di Jakarta. (Co Rentmeester)

Resesi ekonomi pun menghantui. Sebagaimana yang sudah-sudah sedari zaman Belanda tiap ada resesi, rakyat jadi korban. Kehidupan sehari-hari menjadi sedemikian sulit. Rakyat susah bukan main. Nilai rupiah terjun bebas. Imbasnya harga-harga segala macam kebutuhan mulai melangit. Dari ongkos transportasi massal hingga bahan pokok.

Dulunya rakyat Indonesia dapat memenuhi seluruh kebutuhan pokok sehari-hari dengan mudah. Semuanya berubah karena resesi ekonomi. Daya beli rakyat Indonesia menurun. Narasi kelaparan pun bermunculan. Lagi pula untuk mendapatkan barang yang diinginkan masyarakat harus rela mengantre lama. Sebab, jumlah bahan pangan cukup terbatas jumlahnya.

Kalaupun ada, harga yang dipatok selangit. Aktivis mahasiswa angkatan 66, Soe Hok Gie ikut merasakannya. Ketidakmampuan pemerintah itu disebutnya membuat segenap mahasiswa geram. Pembicaraan terkait akan hadirnya demonstrasi mahasiswa besar-besaran pun mengemuka.

Peserta Demonstrasi Tritura di Jakarta diangkut dengan truk. (Co Rentmeester)

“Ketika aku tiba di Ruang Senat terlihat suasana resah. Beberapa kelompok mahasiswa sedang asyik berbicara secara serius -tetapi panas- tentang kenaikan harga bus Rp200 menjadi Rp1.000. Suasana seperti sudah lama kuduga, jadi tidaklah terlalu mengejutkan bagiku.  Beberapa hari yang lalu Ismid datang ke rumahku dan ia cerita tentang kegelisahan yang terjadi dalam dunia mahasiswa.”

“Khususnya pembicaraan-pembicaraan terakhir tentang situasi KAMI (Kesatuan Aksi Mahasiswa Indonesia). Menurut Ismid mahasiswa-mahasiswa sekarang sudah tidak tahan lagi untuk hidup karena harga-harga yang melambung setinggi langit. Dan mereka menafsirkan bahwa politik kenaikan harga dari Pemerintah sekarang adalah usaha dari sementara Menteri untuk mengalihkan perhatian rakyat dari fokus pengganyangan Gestapu/PKI menjadi soal-soal kenaikan harga ke issue ekonomi,” ungkap Soe Hok Gie dalam buku Catatan Seorang Demonstran (2011).

Gelora Tritura

Penderitaan segenap rakyat Indonesia kian hari makin menjadi-jadi. Kondisi itu tambah parah ketika menteri-menteri Soekarno tak peka dengan kondisi rakyat yang serba kekurangan. Mereka dipandang kerap mempertontonkan kehidupan foya-foya di tengah rakyat Indonesia yang sedang kesulitan.

Caki-maki jelas tak cukup membuat pemerintah tersadar. Segenap mahasiswa di Ibu Kota pun geram. Mereka bersiap melakukan aksi demonstrasi. Ragam ajian demonstrasi direncanakan. Dari aksi long march hingga kempeskan mobil pejabat.

Ragam tuntutan disiapkan. Segenap mahasiswa pun mencoba mengerucutkan kepada tiga tuntutan. Tritura namanya. Pertama, bubarkan Partai Komunis Indonesia (PKI). Kedua, rombak kabinet. Ketiga, turunkan harga. Aksi Tritura pun secara paripurna dimulai pada 10 Januari 1966.

Presiden Soekarno dan Jenderal Soeharto yang akhirnya menggantikannya sebagai Presiden Republik Indonesia pada 1967. (Istimewa)

Nyatanya, aksi itu mendapatkan dukungan luas. Pejabat militer banyak yang mendukung aksi Tritura. Jenderal Soeharto dan Sarwo Edhie Wibowo, misalnya. Aksi Tritura pun membuat Presiden Soekarno marah besar. Bahkan, gara-gara Tritura eksistensinya sebagai orang nomor satu Indonesia terganggu hingga menyebakan ia lengser.

“Demo mahasiswa turun ke jalan secara besar-besaran dimulai pada 10 Januari 1966. Pada hari itu mahasiswa berkumpul di halaman Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI). Kemudian datanglah Kolonel Sarwo Edhie Wibowo, Komandan RPKAD, antara lain ditemani Mayor C.I. Santoso, salah satu komandan batalionnya yang terkenal dalam penumpasan G30S. pada hari itu mahasiswa menyampaikan tuntutan yang dikenal sebagai Tritura.”

“Ketiga tuntutan itu adalah: bubarkan PKI, turunkan harga-harga, dan berhentikan Kabinet Dwikora. Dalam pidatonya di depan mahasiswa, Sarwo Edhie Wibowo memberikan dukungannya terhadap perjuangan yang dilakukan mahasiswa. Kemudian rombongan mahasiswa keluar ke jalanan menuju Gedung Sekretaris Negara untuk menyampaikan tuntutan tersebut dengan berdemonstrasi,” terang mahasiswa FKUI angkatan 66, Firman Lubis dalam buku Jakarta 1950-1970 (2018).