Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 52 tahun yang lalu, 5 September 1970, Gubernur DKI Jakarta Ali Sadikin memberikan izin pembangunan Proyek Miniatur Indonesia Indah di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Proyek yang kemudian dikenal sebagai Taman Mini Indonesia Indonesia (TMII) direncanakan menempati lahan seluas 15 hektar.

Namun, Ali Sadikin dan empunya rencana Siti Hartinah (Ibu Tien) berubah pikiran. Tanah 15 hektar dirasa kurang. Karenanya, rencana pendirian TMII diarahkan ke kawasan Pondok Gede, Jakarta Timur dengan luas lahan 100 hektar lebih.

Pembangunan masif Ibu Kota Jakarta di era pemerintahan Orde Baru (Orba) tiada dua. Nama besar Soeharto ada di baliknya. Inisiasinya acap kali diwujudkan dengan baik. Akan tetapi, perihal pembangunan Jakarta tak melulu jadi jejak The Smiling General belaka.

Istrinya, Ibu Tien turut serta menambah daftar sosok yang berkontribusi untuk pembangunan Jakarta. Ia adalah inisiator dari Proyek Miniatur Indonesia Indonesia (kini: TMII). Ide itu ditemukannya kala berkunjung ke Amerika Serikat. Ia tertarik dengan taman bermain Disneyland.

Ketertarikan itu ditindaklanjutinya. Ia ingin membuat sebuah taman besar. Suatu taman yang agak berbeda dengan Disneyland. Ibu Tien tak hanya mengedepakan taman dengan fungsi rekreasi, tapi juga pembelajaran. Supaya rakyat mengenal keanekaragaman Indonesia, pikirnya.

Kawasan Taman Mini Indonesia Indah. (tamanmini.com)

Ide itu mendapatkan penolakan dari segenap rakyat Indonesia. Kondisi ekonomi Indonesia yang morat-marit jadi muaranya. Istimewanya, ide itu justru disambut baik oleh Gubernur DKI Jakarta, Ali Sadikin. Ia melihat pembangunan TMII adalah bagian dari Jakarta mempercantik diri.

“Yang jadi soal antara lain adalah keterangan Ibu Tien Soeharto, bahwa Proyek Taman Mini itu akan menelan biaya sebesar Rp1,5 miliar. Itu dianggap oleh para mahasiswa dan sejumlah tokoh masyarakat rencana yang amat mewah. Malahan kritik yang mereka mereka lontarkan menyebutkan bahwa itu merupakan proyek mercusuar.”

“Saya melihatnya lain. waktu saya berdialog dengan mereka saya terangkan, rencana pembuatan taman seperti itu sudah lama ada dalam master plan Jakarta. Itu sudah merupakan amanat rakyat. Dan saya pernah melihat hal yang serupa itu di luar negeri, antara lain di Bangkok, miniatur Thailand, sekalipun yang di Bangkok itu kecil, sederhana sekali. Di Manila pun saya pernah lihat,” kenang Ali Sadikin sebagaimana ditulis Ramadhan K.H. dalam buku Bang Ali: Demi Jakarta: 1966-1977 (1992).

Ide Ibu Tien langsung disambut positif oleh Ali Sadikin. Ia pun menyatakan dukungannya. Bahkan, Ali Sadikin mengeluarkan sebuah Surat keputusan yang memberikan izin kepada Yayasan Harapan Kita untuk membangun TMII di Cempaka Putih, Jakarta Pusat, pada 5 September 1970.

Lokasi yang dipilih berada di dekat pusat pemerintahan Jakarta. Lahan yang disediakan mencapai 14 hektar. Namun, setelah ditinjau kembali, lahan tersebut tak sesuai dengan ide besar TMII. Alias lahan seluas 14 hektar dirasa kurang. Karenanya, Ali Sadikin mengusulkan kembali pembangunan TMII ke daerah Pondok Gede, Jakarta Timur.

“Persetujuan Dari Gubernur DKI ini tertuang dalam Surat Keputusan Gubernur Kepala Daerah Khusus Ibu kota No. 1328/A/K/BKD/70 tertanggal 5 September 1970 yang memberikan izin kepada Yayasan Harapan Kita untuk membangun Proyek Miniatur Indonesia di daerah Cempaka putih, Jakarta Pusat. Namun, setelah meninjau lokasi seluas 14 hektar, tempat tersebut dinilai kurang luas.”

“Gubernur mengusulkan untuk memindahkan lokasi rencana tersebut ke daerah Pondok Gede, Pasar Rebo, Jakarta Timur, yang luasnya kurang lebih 100 hektar. Untuk itu Gubernur mengeluarkan surat keputusan baru mengenai penggantian lokasi rencana tersebut dengan Surat Keputusan Gubernur KDKI no. 528/A/BKD/1972 pada 7 Maret 1972,” terang Ignatius Haryanto dalam buku Indonesia Raya Dibredel! (2006).