Pemerintah Kolonial Belanda Izinkan Muhammadiyah Buka Cabang dalam Sejarah Hari Ini, 2 September 1921
KH Ahmad Dahlan, pendiri organisasi Muhammadiyah. (Wikimedia Commons)

Bagikan:

JAKARTA - Sejarah hari ini, 101 tahun yang lalu, 2 September 1921, Pemerintah Kolonial Belanda mengizinkan organisasi perserikatan Muhammadiyah buka cabang ke daerah-daerah. Sosok Muhammad Darwis atau yang lebih dikenal Ahmad Dahlan ada di baliknya. Cabang-cabang Muhammadiyah pun cepat bertumbuh di seluruh pelosok negeri.

Dukungan kepada Ahmad Dahlan pun bejibun. Sebab, Muhammadiyah dan Ahmad Dahlan membuat gerakan yang mampu memajukan ilmu pengetahuan sebagai alat melawan kemiskinan dan kebodohan.

Ilmu senantiasa harus dicari. Itulah yang diamini oleh Ahmad Dahlan. Ia mencari ilmu hingga Tanah Suci Makkah. Segala macam ulama di Makkah dijadikannya guru. Alhasil, Ahmad Dahlan kenyang akan ilmu pengetahuan dan agama.

Pria berjuluk Sang Pencerah pun memiliki mimpi. Ia ingin kampung halamannya dapat tersentuh oleh pendidikan. Apalagi masa itu pendidikan adalah barang mahal bagi kaum bumiputra. Baginya pendidikan adalah alat perjuangan yang mutakhir. Pun pendidikan dapat jadi juru selamat manusia dari kemiskinan dan kebodohan.

Ahmad Dahlan mencoba memikirkan sebuah wadah. Ia putar otak. Muhammadiyah pun didirikannya pada 18 November 1912 di Kampung Kauman, Yogyakarta. Muhammadiyah dikhususkan sebagai gerakan pembebasan dan pemberdayaan masyarakat miskin dan marjinal.

Lambang Muhammadiyah, hasil kreasi KH Siradj Dahlan yang merupakan putra KH Ahmad Dahlan. (Wikimedia Commons)

Sekolah dibangun. Masjid pun banyak didirikan. Gerakan itu pun didukung penuh oleh masyarakat luas. Lagi pula, Muhammadiyah berbeda dengan sekolah agama lainnya yang fokus pada ilmu agama saja. Sedang ilmu pengetahuan lainnya dianggap sepi. Muhammadiyah justru memadukan keduanya. Banyak ulama pun tertarik membawa semangat Muhammadiyah ke luar daerah.

 “Dalam setiap perjuangan diperlukan jiwa yang optimis, demikian pula dalam usaha menegakkan Perserikatan Muhammadiyah, jiwa optimisme itu ada. ketika cabang-cabang dan ranting-ranting Muhammadiyah di luar Yogyakarta belum diizinkan berdiri karena memang belum ada surat keputusannya, Kiai Haji Ahmad Dahlan sudah menganjurkan agar di tempat-tempat lain didirikan perkumpulan ataupun kegiatan pengajian yang seasas dengan Muhammadiyah,” ungkap Sutrisno Kutoyo dalam buku Kiai Haji Ahmad Dahlan dan Persyarikatan Muhammadiyah (2011).

Perkumpulan itu berdiri di mana-mana. Namun, statusnya belum resmi. Ahmad Dahlan tak mempermasalahkan hal itu. Ia terus berusaha membangun gerakan Muhammadiyah dengan banyak melanggengkan aksi nyata.  

Ahmad Dahlan pun mengajukan izin untuk membuka cabang Muhammadiyah di wilayah lainnya. Sekalipun butuh waktu yang lama. Akhirnya, Pemerintah Kolonial Hindia-Belanda lunak juga. Mereka mengizinkan Muhammadiyah melebarkan sayapnya pada 2 September 1921.

Perangko bergambar KH Ahmad Dahlan. (Wikimedia Commons)

 “Hal ini berarti bahwa di wilayah Hindia-Belanda dapat didirikan cabang Muhammadiyah jika di daerah tersebut terdapat lebih dari 10 anggota Muhammadiyah. Permohonan perubahan angaran dasar ini diajukan kepada pemerintah pada tanggal 7 Mei 1921, dan berdasarkan besluit Nomor 36, tanggal 2 September 1921, permohonan Muhammadiyah itu secara resmi dikabulkan oleh Pemerintah Hindia-Belanda.”

“Perubahan anggaran dasar tahun 1921 itu ternyata secara langsung berpengaruh terhadap perluasan kegiatan Muhammadiyah, baik dalam arti cakupan daerah, jenis, maupun kualitas kegiatan. Perluasan kegiatan ini dapat dilihat dari perkembangan jumlah bagian di dalam Hoofdbestuur, jumlah anggota, cabang, maupun amal usaha, terutama yang berhubungan dengan penyelenggaraan sekolah,” tertulis dalam buku 1 abad Muhammadiyah (2010).