Bagikan:

JAKARTA - Hari ini 12 November 24 tahun lalu atau pada 1996, terjadi tabrakan antara pesawat Saudi Arabaia Airlines dan pesawat Air Kazakhstan. Setelah ditelusuri kecelakaan itu kemungkinan besar terjadi akibat adanya kendala bahasa dan peralatan radar yang sudah usang. 

Mengutip SP's Airbuz, Kamis 12 November semuanya bermula saat Gennady Cherapanov yang merupakan kapten dari Air Kazakhstan memberi tahu pengawas lalu lintas udara di New Delhi bahwa ia turun dari ketinggian 23.000 hingga 18.000 kaki saat mendekati Bandara Internasional Gandhi India pada 12 November 1996 malam. Pengawas lalu lintas udara V.K. Dutta pun mengizinkan Cherapanov untuk turun ke ketinggian 15.000 kaki. Pilot pesawat pun sepakat dan mengikuti arahan tersebut.

Selang berapa lama, Kapten A.L. Shbaly dari Saudi Arabia Airlines Boeing 747, mengatakan kepada pengawas lalu lintas udara bahwa dia berada di ketinggian 10.000 kaki. Dutta lalu memberinya izin untuk naik ke ketinggian 14.000 kaki. 

Saudi Arabia Airlines meninggalkan New Delhi tiga kali seminggu dan awak Boeing 747 mengetahui rutinitas tersebut dan tepat waktu. Bisa dibilang, saat itu posisinya Pesawat Kazakhstan akan datang ke bandara, sebaliknya, pesawat Saudi meninggalkan bandara.

Pengawas lalu lintas udara (ATC) memberi tahu pilot Air Kazakhstan bahwa ada pesawat lain yang berjarak 14 mil. ATC mengasumsikan kedua pesawat akan melintasi jalur yang berjarak 1.000 kaki. Namun mereka salah, dan hal malapetaka segera terjadi. 

Kedua pesawat yang melaju dengan kecepatan lebih dari 300 mph saling bertubrukan. Tabrakan itu bisa dibilang 700 kali lebih kuat dari tabrakan mobil biasa. 

Dari radar usang Dutta, dia melihat dua titik yang menandakan pesawat menjadi satu dan menghilang. Namun beberapa saksi mata yang menyaksikan langsung melihat ada bola api yang sangat besar di atas langit wilayah Charkhi Dadri di luar New Delhi.

Orang-orang di desa sekitar melihat bongkahan besar pesawat mendarat di ladang mereka sekitar pukul 18.40 malam waktu lokal. Puing menghujani area selebar enam mil. Sebanyak tiga atau empat orang sempat selamat dari dampak kecelakaan, tetapi kemudian meninggal tak lama setelah pesawat menghantam tanah.

Seorang saksi berkata, "Saya melihat bola api ini, seperti semburan gas raksasa yang terbakar," diikuti dengan suara yang lebih besar dari guntur yang tidak pernah didengar siapa pun. Seorang pilot Angkatan Udara Amerika Serikat (AS) yang tengah menerbangkan pesawat kargo C-141, melihat langsung tabrakan tersebut. 

“Kami melihat dari tangan kanan kami sebuah awan besar menyala dengan cahaya oranye dari dalam awan.” katanya. Kemudian, dia melaporkan dua bola api muncul dari awan yang menghantam tanah kurang dari satu menit kemudian.

Mispersepsi

Teori yang dipaparkan dari penyebab kecelakaan besar ini bisa terjadi adalah karena awak pesawat Kazakhstan dinilai kurang cakap berbahasa Inggris. Mereka sepenuhnya mengandalkan pada operator radio untuk berkomunikasi dengan ATC. 

Sementara itu pemberian informasi dari ATC dilakukan dalam bahasa Inggris, sementara pilot dan co-pilotnya mungkin lebih akrab dengan bahasa Rusia. 

Karena instrumen yang ada pada pesawat Kazakhstan dikalibrasi dalam sistem metrik, instruksi pengontrol berbasis kaki yang diakui secara internasional harus diubah menjadi meter. Proses konversi ini lah yang kemungkinan besar membutuhkan waktu lebih. 

Beberapa detik sebelum tabrakan, kapten bertanya kepada operator radio di ketinggian berapa mereka seharusnya berada. Belum sempat mendapat balasan dari operator, mereka telah kehabisan waktu. 

Berdasarkan transkrip komunikasi antara darat dan awak kapal, pengendalian lalu lintas udara berjalan sebagaimana mestinya. Pengendali di darat memperingatkan kedua pilot bahwa ada pesawat lain di daerah tersebut. Kedua pesawat tersebut sadar bahwa ada pesawat lain di layar pandang. Namun kejadian itu begitu cepat, sehingga tabrakan sudah tak dapat dihindari lagi.