Bagikan:

JAKARTA - Pesona Candi Borobudur di Magelang memang tiada dua. Candi kuno itu dikenal sebagai pusat spiritual umat Buddha. Pun sebagai perwujudan dari peradaban tinggi milik nenek moyang bangsa Indonesia. Artinya, keindahan candi mampu membius banyak mata. Dalam dan luar negeri.

Pangeran Charles salah satunya. Putra mahkota Britania Raya itu sedari dulu telah kepincut dengan arsitektur Borobudur. Karenanya, kunjungan Pangeran Charles acap kali menyebut Borbudur sebagai tempat yang layak dikunjungi di Indonesia.

Banyak orang yang berjasa dalam mengenalkan kembali Borobudur ke dunia. Letnan Gubernur Jenderal Hindia Belanda, Thomas Stamford Raffles hadir sebagai salah satunya. Hasrat Raffles akan ilmu pengetahuan tiada yang menampik. Gairah itu yang kemudian membawanya memupuk keinginan untuk menemukan mahakarya milik nenek moyang kaum bumiputra: Candi Borobudur.

Ia mendengar berita terkait Borobudur saat berkunjung ke Semarang pada 1814. Raffles pun bersiasat. Ia menunjuk asistennya yang seorang Belanda, Hermanus Christiaan Cornelius sebagai pemimpin tim. Tim yang berjumlah 200 orang itu mulai melakukan penjelajahan. Hasilnya menakjubkan. Dalam waktu enam minggu, Candi Borobudur ditemukan kembali. Penemuan itu membuat nama daripada Raffles semakin melambung.

Candi Borobudur pada masa Hindia Belanda. (Wikimedia Commons)

Penemuan akan Candi Borobudur lalu dituliskan oleh Raffles dalam mahakaryanya The History of Java (1817). Mahakarya itu jadi jalan Candi Borobudur kesohor di seantero negeri. Borobudur pun jadi destinasi yang wajib dikunjungi ketika melangsungkan kunjungan ke Hindia-Belanda. Naturalis asal Inggris, Alfred Russel Wallace, misalnya. Ia mengaku jatuh hati kepada Jawa. Khususnya, Candi Borobudur.

Wallace yang menjelajahi bumi Nusantara dari 1854 hingga 1862 menyebut Borobudur sebagai tempat utama menikmati kemegahan mahakarta para leluhur kaum bumiputra. Bahkan, Borobudur dikatakan Wallace lebih baik, dibanding dengan Piramida Giza di Mesir.

 “Agaknya, jumlah tenaga manusia dan keahlian yang dicurahkan untuk pembangunan piramida terbesar di Mesir tidak berarti bila dibandingkan dengan tenaga yang dibutuhkan untuk menyelesaikan candi –Borobudur-- penuh patung pada bukit di pedalaman Pulau Jawa ini,” tulis Alfred Russel Wallace dalam mahakaryanya Kepulauan Nusantara (2009).

Pangeran Charles ke Borobudur

Perjalanan Alfred Russel Wallace ke Borobudur banyak mengilhami orang Inggris lainnya berkunjung ke Borobudur. Bahkan, selepas Indonesia merdeka, kunjungan orang Inggris ke Borobudur mengalami peningkatan yang signifikan.

Pesona keindahan arsitektur Borobudur juga menarik perhatian Pangeran Charles untuk berkunjung. Putra mahkota Britania Raya itu sedikit kecewa tak dapat mengunjungi Borobudur dalam lawatan pertamanya ke Indonesia pada Februari 1988. Sekalipun banyak rakyat Indonesia yang begitu menanti kedatangan Pangeran Charles.

Kunjungan pertamanya itu hanya diisi oleh kegiatan di Jakarta saja. Ia yang datang dengan Istrinya, Lady Diana banyak berkutat pada kegiatan sosial. Hadir dalam peresmian saluran air bersih di Jakarta Barat, salah satunya.

Kunjungan Pangeran Charles ke Candi Borobudur pada 4 November 2008. (Antara)

Setahun berikutnya, atau November 1989, Pria bernama lengkap Charles Philip Arthur George itu lalu tak menyia-nyikan kunjungan ke Indonesia. Ia pun mengagendakan kunjungannya ke Jakarta dan Yogyakarta. Pangeran Charles secara sengaja menambah Yogyakarta, kemudian Magelang dari daftar kunjunganya karena ia sudah kepalang kepincut ingin melihat Candi Borobudur secara langsung.

Di Yogyakarta, Pangeran Charles direncanakan menjadi tamu kehormatan di Keraton. Lawatan itu pula mengagendakan Pangeran Charles berbicara terkait isu seputar kemanusiaan. Namun, sebelum itu, ia justru lebih dulu bertandang ke Yogyakarta.

Ia sengaja berangkat sehari lebih awal untuk dapat berjalan dari Yogyakarta ke Magelang dalam rangka mengunjungi Borobudur. Sisa agendanya di Jakarta diserahkan kepada Lady Diana. Oleh sebab itu, Pangeran Charles yang juga pecinta arsitektur dunia untuk pertama kalinya melawat ke Borobudur.  Ia bahagia bukan main. Meski istrinya tak mendampingi.

Candi Borobudur pada masa Hindia Belanda. (Wikimedia Commons)

“Perhatian Pangeran Charles terhadap masalah Dunia Ketiga terutama yang terkait pada masalah kemanusiaan, ternyata sangat mendalam. Topik kependudukan kemudian asyik dibahas bersama Sofian Effendi dari UGM, dengan proyeksi realita masa depan yang masih perlu banyak penanganan. Pangeran Charles sangat tertarik atas masalah KB di negara kaya penduduk seperti Indonesia yang ternyata sangat berbeda bahkan bertolak belakang dengan negara miskin penduduk seperti Malaysia.”

“Sebagai seorang penulis buku arsitektur tradisional Inggris, jelas Pangeran Charles mengagumi arsitektur Indonesia terutama yang tradisional. Di situ Fuad Hassan (Menteri Pendidikan dan Kebudayaan era Orde Baru) mengungkapkan rasa risihnya terhadap gaya arsitektur Asal-Comot dari Spanyol, Yunani sampai Skandinavia yang sedang mewabah di Indonesia masa kini. Tetapi Pangeran Charles tak perlu kecewa karena akan didampingi Budiardjo menyaksikan kedahsyatan arsitektur Candi Borobudur yang tiada,” ungkap Jaya Suprana dalam buku Naskah-Naskah Kompas (2009).