JAKARTA - Kekayaan keluarga Soeharto terus bertumbuh di era Orde Baru. Kemudahan-kemudahan dimanfaatkan anak-menantu di lingkaran Keluarga Cendana. Mereka getol berbisnis. Termasuk yang dilakukan anak kelima Soeharto, Hutomo Mandala Putra alias Tommy Soeharto. Ia memegang komando proyek mobil nasional Timor. Mobil itu sempat jadi kebanggaan. Bahkan laris bak kacang goreng. Namun kejayaan Timor hanya seumur jagung.
Jejak kekayaan Keluarga Cendana tak lepas dari peran besar Soeharto sebagai pimpinan tertinggi Orba. Rangkaian investasi di Indonesia kala itu harus mendapatkan restunya. Restu Soeharto jadi kunci utama langgengnya investasi para investor dari dalam dan luar negeri. Terutama untuk mengamankan modal yang masuk dan keamanan.
Atas dasar itu Soeharto mendapatkan bagian besar dari penanaman modal bisnis. Biasanya berupa saham. Itulah mengapa kekayaan Soeharto terus meningkat. Perlahan-lahan bisnis Soeharto makin beragam. Ya, meski ia bukan pelaku utama bisnis. Kondisi itu bertahan hingga dekade 1980-an. Setelahnya, Soeharto mulai membukakan jalan bisnis pada anak-menantunya.
Tak butuh waktu lama. Anak-anak Cendana bergerak cepat menguasai proyek-proyek strategis. Properti, telekomunikasi, perbankan, perhotelan, otomotif, listrik, minyak, kimia, hiburan hingga jalan tol menjadi ladang utama bisnis mereka.
“Soeharto dan anak-anaknya kemudian menancapkan kuku di bisnis yang sangat strategis. Yaitu, mulai dari jalan tol, minyak, perbankan, televisi, sampai kepada papan reklame. Eh, ini bukan hanya di Jakarta saja, tetapi juga hingga pelosok negeri. Lantaran mereka adalah anak orang nomor satu di negeri ini, otomatis mereka memenangi setiap tender yang juga dibuka untuk umum.”
“Pada tahun 1999, seorang konsultan bisnis asal Australia, Michael Backman mencatat setidaknya ada 1.251 perusahaan keluarga Soeharto yang terlibat kerja sama dengan 66 perusahaan multinasional,” ungkap Femi Adi Soempeno dalam buku Mereka Mengkhianati Saya: Sikap Anak-Anak Emas Soeharto di Penghujung Orde Baru (2008).
Pola bisnis Keluarga Cendana
Bisnis Keluarga Cendana begitu mencolok. Tiap lini bisnisnya tercium dengan mudah oleh khalayak. Perkembangan bisnis Keluarga Cendana kerap kali terpola. Strategi utama mereka adalah terjun ke proyek-proyek yang butuh izin khusus. Dalam hal ini, Keluarga Cendana tak terlibat langsung. Mereka hanya menjadi penyambung lidah untuk membantu perizinan.
Cara itu dijadikan siasat oleh Keluarga Cendana guna meraih komisi. Cara lainnya adalah terjun ke dalam proyek dengan membuat suatu perusahaan. Tujuannya, supaya mereka mendapat linsensi istimewa atas seluruh proyek yang bernarasikan kepentingan nasional. Padahal, dalam pelaksaannya, narasi kepentingan nasional hanyalah ladang bisnis baru bagi mereka.
Tak jarang pula proyek itu mendapatkan perlindungan khusus dari Soeharto. Pesan Soeharto jelas. Ia berpandangan tak ada yang salah dengan langkah anak atau mantunya berbisnis. Tapi Soeharto juga ingin berlaku ideal.
Soeharto pernah berpesan pada pejabat publik, jika anak-mantunya tak memenuhi kualifikasi, ya jangan dimenangkan.Sebaliknya. Jika anak-anak memang unggul, maka jangan dikalahkan. Namun, Soeharto keliwat istimewa. buktinya Keluarga Cendana langgeng memegang ragam proyek strategis di segala lini.
“Sebagai contoh, pada 1981, anak pertama Soeharto Siti Hardijanti Indra Rukmana --yang dipanggil Tutut-- memiliki perusahaan karet dan kertas di Sulawesi senilai 1,2 miliar dolar dan perusahaan petrokimia senilai 1,6 miliar dolar.”
“Bambang Trihatmodjo, anak ketiga Soeharto bersama kakaknya, Sigit Haryoyudanto, memiliki perusahaan Bimantara yang bergerak di bidang telekomunikasi dan properti pada 1993 dengan aset 1,4 miliar dolar. Sedangkan anak bungsu Soeharto, Tommy Soeharto, memiliki Humpuss Grup, perusahaan yang bergerak di ranah transportasi memiliki aşet sebesar 500 juta dolar pada 1992,” ungkap Virdika Rizky Utama dalam buku Menjerat Gus Dur (2020).
Skandal mobil nasional Timor
Tommy Soeharto tahu betul pengaruh besar sang ayah. Ia yang memiliki obsesi dalam dunia otomotif mulai menawarkan ide pentingnya menggalakkan industri mobil nasional (mobnas) Tanah Air. Soeharto setuju. Jenderal 32 tahun itu mendukung ide mobnas dengan mengeluarkan Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 2 Tahun 1996 tentang Pembangunan Industri Mobil Nasional.
Soeharto lalu menunjuk anaknya, Tommy untuk memegang komando proyek mobnas di bawah panji PT. Timor Putra Nasional (TPN). Tommy memberi nama mobnas tersebut Timor, akronim dari Teknologi Industri Mobil Rakyat. Tommy diberi berbagai hak istimewa. Salah satunya adalah kelonggaran bea impor barang mewah.
“Dengan Keputusan Presiden, kontrak perakitan itu jatuh ke tangan Tommy Soeharto dan ke tangan perusahaan manufaktur mobil dari Korea, Kia, yang dibebaskan dari pajak dan bea masuk. Namun, segera ketahuan bahwa usaha bersama ini sama sekali tidak akan membuat mobnas di Indonesia, Malah, mobil itu jadinya buatan Kia sepenuhnya yang diberi label mobil nasional, sehingga mampu terhindar dari segala pajak dan bea masuk dan mendatangkan keuntungan besar bagi kedua belah pihak.”
“Tommy mengatakan bahwa dia akan mengirimkan orang Indonesia untuk bekerja di pabrik Kia di Korea, sehingga akan tepatlah mengatakan mobil itu sebagai mobil nasional. Yang semakin absurd adalah mobil baru itu dinamakan Timor. Soeharto menyetujui pengimporan 45.000 mobil Timor pada tahun pertama,” terang Sejarawan M.C. Ricklefs dalam buku Sejarah Indonesia Modern 1200-2004 (2005).
Mobil Timor diluncurkan 8 Agustus 1996. Mobil Timor atau Kia Sephia hanya dibanderol Rp37 juta, setengah harga dari banyak mobil di kelas yang sama. Kemudahan fasilitas dan insentif jadi muaranya. Alhasil, mobil Timor mampu merebut hati segenap rakyat Indonesia. Mobil Timor jadi populer. Harga murah membuat Timor laku keras bak kacang goreng.
Tommy dan rekanannya jadi pihak yang paling diuntungkan. Sementara negara justru kehilangan potensi penerimaan dari pajak. Namun, kesuksesan mobil Timor mulai disangsikan oleh negara-negara produsen mobil lainnya: Jepang dan Amerika.
Kedua negara melakukan protes keras terhadap Indonesia lewat World Trade Organization (WIO). Indonesia dianggap telah melakukan pelanggaran peraturan perdagangan internasional. Tapi Soeharto justru membela. Sokoguru mobnas tersebut mengaku dirinya sebagai penjunjung tinggi perdagangan bebas. Dalam artian, ia mendukung apa yang dilakukan oleh putranya.
Akan tetapi, kesuksesan mobil Timor hanya seumur jagung. Eksistensi Mobil timor dilengserkan oleh kehadiran resesi 1997-1998. Keadaan ekonomi Indonesia yang morat-marit berdampak kepada seluruh sektor, termasuk mobil Timor. Apalagi karena resesi itu pendukung dan juru selamatnya, Soeharto juga ikutan lengser.
“Tapi itu tadi rengekan (tangisan) anak emas, mobnas itu sempat malang melintang di jalanan dan menempati hamparan 700 hektar di Karawang. Inilah masalah pengemplang pajak, hingga saat ini merupakan penunggak PBB kisaran 500 miliar. Kekuasaan dan keangkuhan tak bermukim lama, krisis moneter 1998 memaksa Soeharto lengser Keprabon (dari jabatannya), Timor pun terjungkal mengikuti mobnas sebelumnya, pemiliknya pun kala itu pengecut buron, sampai akhirnya djemput ofeh Tito Karnavian sebagai tahanan,” tutup Moh. Yunus dan Azhar Aljurida dalam buku Hitam Putih Kebijakan Publik Indonesia (2021).
*Baca Informasi lain soal ORDE BARU atau baca tulisan menarik lain dari Detha Arya Tifada.