Keterampilan Literasi Anak Berpotensi Meningkat karena Sering Menonton Tayangan Bersama Ortu
Ilustrasi penelitian keterampilan literasi anak meningkat karena sering menonton tayangan bersama ortu (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Keterampilan literasi anak berkaitan dengan kemampuan mereka dalam membaca dan menulis. Kemampuan ini, menurut penelitian berkaitan dengan waktu mereka menonton tayangan bersama keluarga. Peneliti dari Australia, Teren Sanders dan rekannya, menemukan hubungan positif antara keterampilan literasi anak-anak dan waktu mereka menonton tayangan bersama keluarga.

Penelitian yang dilakukan Sanders bersama rekannya, telah meninjau lebih dari 100 penelitian dan melibatkan 1,9 juta anak-anak dan remaja. Penelitiannya menemukan bahwa secara keseluruhan, ada sedikit hubungan antara screentime dan hasilnya, termasuk literasi dan kesehatan. Selanjutnya, peneliti mengamati secara lebih rinci yang dilakukan bersama anak-anak, baik bersama orang tua ataupun sendirian.

Menariknya, temuan menunjukkan ada hubungan negatif antara anak-anak menonton layar dan keterampilan membaca secara keseluruhan. Namun, ketika mereka mempelajari orang tua yang menonton layar bersama anak-anaknya, mereka menemukan hubungan positif antara waktu menatap layar dan literasi. Artinya, meluangkan waktu untuk menonton bersama anak-anak, bisa menjadi hal baik.

penelitian tentang keterampilan literasi anak
Ilustrasi penelitian keterampilan literasi anak meningkat karena sering menonton tayangan bersama ortu (Freepik)

Penelitian ini, secara spesifik menggali hubungan yang terbangun antara ortu dan anak saat menonton dan setelahnya. Peneliti bukan menggali tentang waktu, tetapi momen ketika nonton bersama terjadi percakapan. Ortu dan anak mungkin sesekali terbagi dan tidak melihat layar. Tetapi ortu cenderung menanyakan pertanyaan seperti “Apa yang kamu suka dari acara ini?” atau “Mengapa karakter itu lucu?”. Dengan dialog ini, ortu memeriksa pendapat anak-anak terkait apa yang mereka tonton.

Di sisi lain, para peneliti menemukan hubungan negatif yang jelas antara penggunaan sosial media dan depresi. Ahli bedah umum, dokter Vivek Murthy dilansir Psychology Today, Minggu, 17 Desember, menjelaskan belum ada cukup bukti atas temuan di atas. Tetapi ia yakin sosial media tidak cukup aman untuk anak-anak. Murthy merujuk pada penelitian yang menunjukkan bahwa hingga 95 persen remaja AS menggunakan media sosial. Studi lain menemukan bahwa remaja yang menggunakannya lebih dari tiga jam sehari menghadapi tingkat depresi dan kecemasan dua kali lipat dibandingkan mereka yang lebih sedikit menggunakannya. Kita harus khawatir dengan pola-pola ini dan sangat berhati-hati ketika melihat anak-anak yang lebih besar mengasingkan diri dan menggunakan media sosial secara berlebihan.

Melalui penelitian di atas, penting untuk menyepakati dan memberlakukan screentime ketika anak-anak di sekolah dasar. Untuk anak yang lebih kecil, terutama ketika berusia 2,5 tahun ke bawah, hindari membiarkan anak menonton layar sendirian karena bisa menghilangkan interaksi penting yang emreka perlukan dengan orang-orang di kehidupan nyata.

Ahli patologi wicara yang telah menangani anak-anak dari usia balita hingga usia sekolah menengah atas, Rebecca Rolland, Ed.D. mengatakan, bukan berapa lama waktu yang dimiliki anak untuk mengakses tayangan digital. Tetapi percakapan tentang tayangan penting karena membantu anak memperhatikan.

Sangat penting dipahami, gunakan teknologi untuk memulai percakapan guna peningkatan literasi anak. Kemudian ajukan pertanyaan terbuka pada anak-anak dan beri kesempatan mereka lebih aktif dalam mengutarakan argumennya. Untuk remaja, batasi penggunaan media sosial dan bantu mereka melihat aplikasi yang interaktif, yang mana membantu membangun kesadaran diri dan kesehatan mental.