Bagikan:

YOGYAKARTA – Anak caper umumnya mengacu pada perilaku negatif yang digunakan dalam bidang kesehatan mental. Namun hal ini kerap tak tepat sasaran karena “mencari perhatian” dibutuhkan anak untuk bertahan hidup. Menurut Candida Fink, MD., psikiatri anak/remaja dan umum berpraktek di New York menjelaskan, perkembangan anak membuat orang dewasa memperhatikan mereka. Misalnya bayi menangis ketika mereka membutuhkan sesuatu dari orang dewasa. Ini tentu berisik dan tidak spesifik mengatakan minta apa sehingga membuat ortu memikirkan apa yang dikomunikasikan anak.

Seiring perkembangan sesuai usia, anak-anak mengembangkan keterampilan yang lebih efektif untuk mendapatkan perhatian dari orang dewasa. Keterampilan tersebut dikontrol dengan bahasa dan impuls. Lewat bahasa, merea terbata dan kurang efisien mengungkapkan apa yang ia butuhkan sehingga membuat orang dewasa menebak-nebak. Impuls yang mendorong teriak, menghentak, dan merengek perlu dikontrol agar teratur secara emosional dan adaptif.

anak caper nggak selalu buruk kata ahli
Ilustrasi kata ahli anak caper nggak selalu buruk tetapi karena mereka bertahan hidup (Freepik/bearfotos)

Semua anak mencari perhatian orang dewasa, namun kita tidak terlalu menyadarinya ketika mereka mengembangkan keterampilan yang sesuai dengan usianya untuk melakukan hal tersebut. Ada anak yang memiliki pengendalian impuls sehingga memiliki keterampilan berkomunikasi secara efektif tentang apa yang mereka butuhkan. Tetapi ada pula yang lepas kontrol impuls untuk meraih perhatian orang-orang terdekatnya.

Anak-anak kesulitan mengembangkan keterampilan mencari perhatian sesuai usianya karena berbagai alasan. Termasuk gangguan perkembangan saraf seperti masalah bicara dan bahasa, gangguan spektrum autisme, ADHD, dan/atau kondisi kejiwaan seperti kecemasan, OCD, depresi, atau gangguan pengaturan suasana hati. Anak yang mengalami ADHD, seperti pasien Fink, Marina. Ia didiagnosis menderita ADHD yang mana sulit mengungkapkan kebutuhannya dengan kata-kata, menunggu giliran, dan menoleransi rasa frustasi.

Solusi yang Fink tawarkan, bukan berarti mengurangi jumlah perhatian yang diberikan kepada anak seperti Marina. Tetapi penting bagi ortu untuk mengidentifikasi keterampilan yang anaknya miliki. Kalau ia tak bisa menunggu waktu sampai mendapatkan perhatian, maka ortu perlu merespons cekatan atau mengukur kemampuan emosional lainnya yang bisa dikelola supaya caper-nya tidak mengganggu aktivitas lainnya. Melansir Psychology Today, Jumat, 19 Januari, dalam konteks Marina, mengidentifikasi masalah sebagai gejala ADHD membantu menyesuaikan harapan tentang apa yang bisa dan tidak bisa dilakukan secara konsisten. Dengan identifikasi ini, akan membantu mengembangkan akomodasi dan dukungan yang membawa perhatian orang dewasa secara positif, bukan negatif.

Penting diingat bagi ortu, semua anak menginginkan perhatian positif dari orang dewasa. Memberi label “anak caper” dalam konteks negatif, sesungguhnya mengalihkan perhatian ortu dari penyelesaian masalah. Artinya, ortu perlu berhasil mengatasi tantangan mendasar untuk beralih dari mengatur seberapa banyak perhatian yang harus diberikan ke pemenuhan kebutuhan anak.