YOGYAKARTA – Anak-anak mengalami stres adalah hal yang normal. Tetapi dampak stres terhadap tumbuh kembang anak tidak boleh diremehkan. Pada manusia, terdapat dua jenis stres, yaitu fisiologis dan psikologis. Stressor fisiologis adalah kekuatan fisik yang cukup kuat untuk menantang batas fisik seseorang. Kalau stres psikologis, adalah ketegangan psikososial yang diakibatkan interpretasi subjektif berdasarkan ekspektasi, keyakinan, dan asumsi yang berasal dari pengalaman sebelumnya. Bedanya, stres fisiologis disebabkan perubahan di dunia luar, sedangkan stres psikologis berakar di otak.
Respons stres aktif mengubah persepsi anak tentang kendali atas pemicu stres. Ini berdasarkan pengalamannya, intensitas, durasi, dan efek jangka panjang stres. Artinya, meskipun semua anak mengalami pemicu stres yang sama tetapi setiap anak mempersepsikan stres secara berbeda karena pengalaman hidup mereka berbeda-beda. Untuk itu, melansir Parenting For Brain, Minggu, 14 Januari, kenali ketiga jenis stres psikologis di bawah ini.
1. Stres positif
Pengalaman buruk yang berumur pendek menciptakan stres positif, atau disebut eustress. Kebanyakan stres sehari-hari adalah stres positif. Hal ini meurpakan hal yang lumrah dalam kehidupan sehari-hari. Sedangkan eustress yang dialami anak-anak, misalnya ketika mereka bertemu dengan kerabat baru, masuk sekolah baru, ke day care baru, mainannya diambil, atau pertama kali sekolah. Kemampuan anak untuk mengatasi stres semacam ini, penting untuk perkembangan kesehatannya.
2. Stres yang bisa ditoleransi
Stres yang bisa ditoleransi, mengacu pada pengalaman buruk yang relatif pendek durasinya tetapi intens. Contohnya kematian orang yang dicintai, bencana alam, kecelakaan yang mengerikan, pindah ke kota baru, atau perpisahan dengan orang tua.
Jenis stres pada anak yang kedua ini, dapat ditoleransi jika anak mendapat dukungan dari orang dewasa yang penuh perhatian. Stres yang dapat ditoleransi pada anak usia dini dapat meningkatkan tumbuh kembang anak apabila menjadi stres yang positif. Namun hal ini hanya bisa terjadi jika ada dukungan orang dewasa yang memadai. Jika seorang anak tidak mendapat dukungan yang cukup, bahkan stres yang seharusnya dapat ditoleransi dapat menjadi racun dan menyebabkan masalah kesehatan jangka panjang.
3. Stres beracun
Pengalaman yang merugikan bagi anak-anak atau disebut adverse childhood experiences (ACE) yang berlangsung berminggu-minggu, berbulan-bulan, bahkan menahun menciptakan stres yang bersifat beracun. Contohnya penganiayaan terhadap anak, baik kekerasan fisik, emosional, pelecehan seksual, dan penelantaran. Anak-anak tidak dapat mengelola sendiri stres semacam ini secara efektif. Ketika respons stres aktif dalam jangka waktu lama, perubahan permanen terjadi pada otak yang sedang berkembang.
Efek stres terhadap tumbuh kembang anak
Setelah mengetahui jenis stres psikologis pada anak, penting memahami efeknya terhadap otak. Stres dalam jumlah tertentu sangat penting untuk kelangsungan hidup manusia. Ini membantu anak-anak mengembangkan keterampilan yang mereka perlukan untuk menghadapi situasi baru dan berpotensi berbahaya sepanjang hidup.
Situasi stres mengaktifkan sistem peringatan tubuh. Respon melawan-atau-lari menghasilkan efek fisiologis seperti peningkatan pernapasan, detak jantung, tekanan darah, konsumsi oksigen secara keseluruhan, dan pelepasan hormon stres. Respons stres terhadap pemicu stres yang positif dan dapat ditoleransi bersifat sementara. Setelah stresor hilang, tubuh kembali ke keadaan semula. Meskipun stres positif dan dapat ditoleransi dapat mendorong perkembangan anak, stres beracun dapat merusak berbagai bagian arsitektur otak. Dampak buruknya dapat memengaruhi gangguan kognisi, proses penerimaan atas pembelajaran, dan gangguan memori.
BACA JUGA:
Aktivasi sistem respons stres yang berulang dan berkepanjangan menyebabkan pusat emosi di otak (sistem limbik) tumbuh dan menjadi terlalu aktif. Akibatnya, anak-anak yang tumbuh dengan stres toksik menjadi lebih cemas​ atau agresif. Data empiris juga menunjukkan bahwa stres beracun dapat menyebabkan penyakit mental di kemudian hari, termasuk gangguan somatik, halusinasi, kecemasan, gangguan obsesif-kompulsif, depresi, gangguan stres pascatrauma, dan upaya bunuh diri.
Selain yang dijelaskan di atas, stres yang beracun juga dapat membahayakan kesehatan fisik. Hormon stres, kortisol, yang dilepaskan dalam situasi stres dapat menekan sistem kekebalan tubuh, membuat seseorang lebih rentan terhadap penyakit menular dan kondisi medis kronis​. Anak-anak yang tumbuh dengan stres beracun memiliki risiko lebih tinggi terkena kondisi kesehatan kronis seperti penyakit jantung.
Itulah jenis stres psikologis pada anak yang perlu diketahui efeknya terhadap otak dan kesehatan, baik fisik maupun mental. Melalui pengetahuan tersebut, orang tua penting untuk memberi perhatian sepenuhnya pada buah hati. Karena ini merupakan satu cara mendukung anak mengelola emosi dalam mengatasi stres.