YOGYAKARTA – Anak-anak kerap mencari cara untuk mendapatkan perhatian orang terdekatnya atau orang tua serta pengasuhnya. Kadang caranya menyebalkan dan mengganggu, tetapi harus dipahami dan enggak boleh dibentak. Kebutuhan akan perhatian, normal bagi seorang anak. Ini adalah naluri utama mereka untuk mendapatkan apa yang mereka butuhkan.
Perhatian yang dibutuhkan anak, sebenarnya diekspresikan dengan bentuk komunikasi yang paling sederhana. Karena mereka belum piawai dalam mengekspresikan dengan bahasa verbal, maka mereka teriak, marah, menangis keras, atau tantrum. Perlu dipahami, mereka sebenarnya juga kewalahan dengan letupan emosi dalam dirinya. Tetapi karena tidak tahu apa yang mereka butuhkan, maka mereka merasa ada yang tidak enak dan mengungkapkannya dengan caranya sendiri. Jadi, karena itulah anak-anak sering caper atau cari-cari perhatian.
Mencari perhatian adalah perilaku yang dilakukan anak untuk membuat Anda memberikan perhatian penuh padanya. Melansir The Therapist Parent, Minggu, 24 November, kalau anak mencari perhatian berarti mereka sedang berupaya mengungkapkan kebutuhannya melalui perilaku. Namun perilakunya kadang mengganggu Anda, misalnya teriak, menangis, memanjat meja dan merengek. Anak-anak dalam mencari perhatian mungkin bersikap dramatis, tujuannya supaya mendapatkan perhatian dari orang tuanya. Untuk mengatasi anak yang suka mencari perhatian, berikut cara paling bijak.
1. Jangan dimarahi atau dibentak
Saat anak-anak secara non-verbal mengungkapkan kebutuhannya, mereka sedang mengalami lompatan emosi. Kalau dibentak, mereka tidak akan pernah tahu apa yang mereka rasakan atau butuhkan. Jadi, tahan sebentar dan ambil napas, hindari membentak atau memarahi anak saat mereka sedang caper.
2. Jangan diabaikan
Selain jangan dibentak, kalau diabaikan anak-anak bisa memperkeras upayanya dalam mendapatkan perhatian. Bisa berteriak lebih kencang atau berperilaku lebih dramatis. Dengarkan mereka, berilah perhatian. Dengan memberi perhatian yang anak-anak butuhkan, ajarkan cara mengenali kebutuhan dan mengungkapkannya dengan cara yang lebih baik.
3. Beri label pada perasaan dan kebutuhan anak Anda
Anak-anak perlu diajarkan untuk kenal dengan perasaannya. Saat dia butuh pelukan karena capek aktivitas di ruang publik, maka ajarkan cara mengungkapkannya secara verbal alih-alih merengek-rengek. Untuk perasaan lain, perlu juga diajarkan untuk mengenalinya dan mengekspresikan apa kebutuhan mereka supaya merasa lebih baik.
4. Pastikan Anda bersedia dikoreksi oleh anak Anda
Anda mungkin salah memahami perasaan atau kebutuhan anak Anda. Maka pastikan Anda tetap terbuka dan jaga komunikasi saling menghormati. Tidak apa-apa salah paham, tetapi pastikan anak Anda mau mencoba atau menjelaskan apa yang sesungguhnya sedang terjadi. Saat Anda melakukan ini, anak Anda akan mulai merasa dipahami.
Orang tua yang mau melihat perspektif anak-anak mereka akan memberikan dampak yang besar. Saat kita melakukan ini, kita juga membantu anak-anak kita untuk mengenali apa yang sedang terjadi sehingga saat otak mereka berkembang, mereka dapat membuat hubungan ini tanpa harus langsung melompat ke perilaku dramatis untuk mendapatkan perhatian.
BACA JUGA:
5. Gunakan rasa empati
Ketika hubungan didasari rasa empati, akan terbangun hubungan yang sehat. Misalnya ketika anak membutuhkan perhatian saat Anda sibuk bekerja, katakan “Saya mungkin juga akan melakukan ini kalau diabaikan seharian”. Ini menunjukkan bahwa anak Anda tidak sendirian. Dengan begitu, orang tua juga berupaya memahami emosi anak yang sulit diungkapkan dengan kata-kata.
6. Berikan arahan
Mengajarkan anak untuk mengekspresikan diri saat mereka membutuhkan lebih banyak perhatian, merupakan keterampilan yang perlu diasah sejak dini. Sampai anak-anak bisa terampil melakukannya, orang tua harus mengajarinya terus-menerus.
Selain memberikan arahan, beri anak-anak waktu. Mereka membutuhkan waktu untuk berproses dan belajar mengenali emosi serta mengungkapkannya dengan cara yang tepat, bukan secara dramatis. Perlu diingat, perhatian adalah kebutuhan utama yang akan dicari setiap anak. Untuk itu, mengajarkan cara berkomunikasi secara asertif atau mengungkapkan sesuai kebutuhan adalah cara tepat daripada anak mencari perhatian dengan teriak, marah, menangis, bahkan tantrum.