JAKARTA - Bila si kecil bertingkah menyebalkan lebih dari sekali dan sering mengamuk, tantrum, atau menentang, langkah pertama wajib dilakukan orang tua yakni mencari tahu apa yang melatarbelakanginya. Dan perlu diketahui, penyebab masalah perilaku ini bisa jadi tidak terlihat.
Terutama saat anak masih berusia kecil, mereka mungkin tidak dapat memberitahu Anda perasaannya. Bahkan, tidak tahu apa yang mengganggu mereka. Amukan dan ledakan amarah biasanya merupakan tanda bahwa anak-anak sedang berjuang dengan perasaan tidak nyaman.
Mereka bisa saha kewalahan oleh rasa frustrasi atau amarah dan tidak tahu cara mengekspresikan diri dengan lebih efektif, atau menenangkan diri. Mereka memerlukan bantuan untuk mengembangkan keterampilan dalam mengendalikan perilaku. Namun, jika itu sering terjadi, beberapa alasan berikut bisa jadi penyebabnya melansir Child Mind Institute, Senin, 4 November.
Kecemasan
Masalah perilaku anak bisa disebabkan karena anak mengalami kecemasan. Orang tua cenderung menganggap anak-anak cemas sebagai pemalu, suka bergantung, atau penakut, tetapi kecemasan juga dapat menyebabkan anak-anak bertindak berlebihan. Ketika anak cemas ditempatkan dalam situasi memicu kecemasan, mereka mungkin akan marah atau mengamuk dalam upaya untuk melarikan diri dari situasi tersebut.
ADHD
ADHD biasanya didiagnosis saat anak-anak mengalami kesulitan untuk memperhatikan. Namun, bagi banyak anak dengan gangguan tersebut dan juga para orang tua, perilaku ini bisa timbulkan masalah besar. Mereka mengabaikan instruksi. Dan juga menyerang, mengamuk, atau menentang ketika diminta melakukan hal-hal tidak ingin mereka lakukan.
Perilaku ini sering kali merupakan akibat dari gejala ADHD. Mereka mungkin tidak melakukan perintah karena merasa terganggu, atau karena sangat sulit bagi mereka menoleransi tugas-tugas sulit atau membosankan. Mereka cenderung berperilaku buruk jika diminta berhenti melakukan aktivitas kegemaran seperti bermain gim.
Anak-anak dengan ADHD juga lebih impulsif daripada anak-anak lain. Mereka diliputi rasa frustrasi atau perasaan kuat lainnya, dan secara impulsif akan melempar barang pada orang yang dirasa mengganggu.
Gangguan Belajar
Jika seorang anak bertingkah laku buruk berulang kali di sekolah atau selama mengerjakan pekerjaan rumah, hal itu bisa jadi merupakan akibat dari gangguan belajar. Misalnya, jika mereka mengalami kesulitan dengan soal matematika atau tugas menulis, alih-alih meminta bantuan, mereka akan merobek kertas atau mengganggu anak lain untuk mengalihkan perhatian.
Anak yang merasa belajar lebih sulit daripada anak-anak lain bisa sangat frustrasi dan sering kehilangan kesabaran. Dan jika tidak sadar memiliki gangguan belajar, mereka akan menganggap diri bodoh. Dan cenderung menyembunyikan kesulitan mereka.
Masalah Pemrosesan Sensorik
Anak-anak dengan pengalaman kesulitan memproses informasi sensorik dapat memiliki perilaku ekstrem dan membingungkan saat indra mereka kewalahan. Mereka akan melakukan hal-hal seperti berteriak jika wajah basah atau mengamuk jika berada dalam situasi terlalu terang, berisik, atau ramai. Mereka akan menolak mengenakan pakaian yang menurut mereka tidak nyaman atau makan makanan yang terasa tidak enak di mulut.
Anak-anak dengan masalah sensorik juga dapat bersikap kaku terhadap rutinitas dan menjadi kesal atau menolak perubahan yang tampaknya tidak penting bagi orang lain. Mereka juga berisiko melarikan diri saat suatu lingkungan terasa terlalu membebani . Respons "lawan atau lari" dapat muncul saat anak-anak merasa terbebani dengan masukan sensorik, dan reaksi panik dapat menempatkan mereka dalam bahaya nyata.
Depresi
Beberapa anak tantrum memiliki kelainan gangguan disregulasi suasana hati yang mengganggu, atau DMDD. Anak-anak ini mengalami amukan hebat dengan sifat mudah tersinggung yang kronis di sela-sela ledakan amarah. Mereka cenderung memandang segala sesuatu secara negatif, dan cepat meledak karena masalah remeh bagi orang lain.
BACA JUGA:
Autisme
Anak-anak dengan spektrum autisme sering kali rentan terhadap gangguan perilaku. Mereka cenderung kaku, bergantung pada rutinitas konsisten guna kenyamanan emosional dan setiap perubahan tidak terduga dapat membuat mereka marah. Mereka juga tidak memiliki keterampilan bahasa dan komunikasi untuk mengungkapkan apa keinginan dan kebutuhan.
Trauma
Anak-anak dengan trauma atau pelecehan sering kali mengalami kesulitan mengelola emosi. Sebagai bayi dan balita, anak-anak belajar dari orang dewasa cara mengendalikan dan menenangkan diri dengan ditenangkan oleh orang dewasa. Jika belum pernah mengalaminya, karena diabaikan, mereka dapat dengan cepat bertindak ketika marah dan mengalami kesulitan tenang. Mereka membutuhkan pelatihan dalam meredakan emosi ketika merasa kewalahan.