Bagikan:

JAKARTA – Rutinitas yang sama serta dirasakan dengan tingkat emosi datar, sering memicu rasa bosan. Ini wajar terjadi, sebab tak sedikit orang mengalaminya. Lantas, ada apa sehingga bisa muncul kebosanan yang luar biasa? Menurut penjelasan para ahli, berikut penyebabnya.

Isi pikiran monoton

Tehoy dalam tulisannya Boredom: A Lively History yang diterbitkan di Yale University pada tahun 2012 menyebutkan bahwa kebosanan mirip dengan kelelahan pikiran yang disebabkan oleh pengulangan dan rendahnya minat pada detil tugas.

Akhirnya, pengalaman apapun yang berpola, dapat diprediksi, dan berulang jadi membosankan. Pada umumnya, peristiwa yang sama dan terlalu sedikit stimulus untuk merespon lebih menyebabkan seseorang tak bersemangat dan merasa terperangkap.

Kurang bahagia

Dilansir Live Science, Kamis, 4 Februari, kurangnya kegembiraan berkaitan secara neurologis dengan munculnya kebosanan. Tidak tertarik pada suatu hal juga memicu kebosanan, menurut sebuah penelitian yang dipublikasikan di Educational Psychology Review pada tahun 2012.

Kurang tantangan

Tantangan akan menarik ketika melibatkan seseorang langsung masuk ke dalam ‘arus’. Berada di zona yang tidak memaksimalkan keterampilan seseorang juga menyebabkan rasa bosan. Tingkat tantangan yang mencakup tujuan perlu diberikan agar mengundang umpan balik.

Sederhananya, tugas yang terlalu mudah itu membosankan. Sebaliknya, tugas yang dianggap terlalu sulit dapat menyebabkan kecemasan.

Butuh kebaruan

Aktivitas monoton tentu bukan hal baru, karena secara teknis sudah dikenali betul. Orang akan sangat membutuhkan kebaruan, kegembiraan, dan risiko yang variatif ketika mengalami rasa bosan. Artinya, butuh stumulasi eksternal terutama bagi seseorang yang memiliki karakter ekstrover.

Mereka butuh mencari dan mendapatkan hal baru, bahkan berani mengambil risiko untuk mengobati rasa bosan.

Butuh ada yang diperhatikan

Kebosanan, dilansir oleh Psychology Today, terkait dengan masalah perhatian. Hal-hal yang membosankan artinya tidak menarik perhatian kita sepenuhnya. Jadi, jika tidak tertarik sepenuhnya maka tidak akan berkonsentrasi mengerjakan hal tersebut.

Kurang kesadaran emosional

Orang yang kurang berkesadaran diri lebih mudah mengalami kebosanan. Seseorang yang kurang berkesadaran akan sulit mengartikulasikan apa yang diinginkan dan apa yang mereka rasakan. Ketidakmampuan mengekspresikan perasaan juga memengaruhi usaha seseorang untuk meraih kebahagiaan.

Tidak mengetahui apa yang kita cari, berarti tidak memiliki tujuan tepat dan ini membuat bosan sekaligus gelisah.

Karena bentukan budaya

Spacks dalam Boredom: The Literary History of A State of Mind menuliskan bahwa kebosanan dapat dibentuk oleh budaya. Kebosanan sebelum abad ke-18 hampir tidak ada, menurut Spacks. Itu muncul ketika abad Pencerahan memberi jalan pada Revolusi Industri.

Inilah awal sejarah manusia harus menghabiskan sebagian besar hari mereka untuk mendapatkan makanan, tempat tinggal, dan lain halnya untuk memenuhi kesejahteraan. Dan, kebosanan bukanlah pilihan, tetapi ada.