JAKARTA - Di era gempuran media sosial saat ini, tidak sedikit orang memilih menghabiskan waktunya. Menelusuri postingan media sosial keluarga dan teman untuk mengejar ketinggalan. Foto-foto seperti cincin pertunangan, baby bump, dan liburan membanjiri feed yang dapat memicu "#FOMO" (Fear Of Missing Out). Fenomena ini lantas membuat Anda mengevaluasi kembali hidup yang sedang dijalani. Dan jika dirasa tidak seberuntung unggahan-unggahan orang, lambat laun depresi mulai menggerogoti.
Dalam sebuah infografis tentang "Cara Mencegah Depresi Media Sosial" yang ditulis oleh Nicola Brown, disadur dari Livestrong, Rabu, 2 Agustus menjelaskan. Semakin banyak waktu yang Anda habiskan untuk mengejar ketertinggalan online, semakin Anda merasa kehilangan.
Selain itu, secara tidak sadar Anda mulai membandingkan diri dengan orang-orang tersebut. Sehingga membuat Anda merasa lebih tertekan dibandingkan melakukan perbandingan di dunia nyata. Namun, foto dan status yang dilihat dari teman-teman hanyalah cuplikan dari kehidupan mereka. Orang justru enggan mengunggah kesedihan dan kesulitan di media sosialnya.
Tidak hanya menggunakan sosial media untuk menjalin silaturahmi, kebanyakan orang juga menjadikannya sebagai platform pencarian berita. Sebuah study yang dilakukan tahun 2015 menemukan bahwa potret dan kisah menyeramkan tentang perang dan konflik yang diunggah di sosial media dapat menyebabkan seseorang terserang gejala PTSD.
Ini menunjukkan bahwa penggunaan media sosial yang berat dapat memanipulasi otak dan membuat seseorang lebih rentan memiliki kontrol diri yang rendah, harga diri yang rendah, makan berlebihan, dan mencegah berpikir untuk diri sendiri.
Lantas, bagaimana cara menghindari dampak negatif media sosial?
Batasi Waktu Penggunaan
Brown menyarankan untuk mencatat waktu yang dihabiskan untuk bersosial media setiap hari selama seminggu dan berusaha membatasinya.
"Jika Anda menghabiskan dua jam setiap hari bersosial media, coba kurangi setengahnya."
Pasalnya, pengguna sosial media cenderung melakukan penelusuran lebih jauh pada satu hal yang dilihat dan ini bisa memakan waktu hingga berjam-jam. Jika bosan, alih-alih berhenti pengguna justru memilih memuat ulang halaman medsos yang tak pernah ada habisnya.
Gunakan fitur pembatasan penggunaan atau senyapkan pemberitahuan dari aplikasi untuk mencegah gangguan atau banjir informasi.
BACA JUGA:
Ubah Penggunaan
Ide mengubah menggunakan media sosial berguna mencegah membandingkan diri dengan orang lain serta menghindari perrasaan iri. Jika Anda membatasi media sosial dan memilih menjalin relasi dengan teman secara langsung, ini akan menambah hubungan Anda dengan orang lain di kehidupan nyata dan meningkatkan kesejahteraan hidup. Jika sudah begini, Anda akan berpikir dua kali menggunakan sosial media karena pertemuan tatap muka jauh lebih menyenangkan daripada di media sosial.
Dapatkan Sumber Berita di Luar Beranda
Sangat mudah mendapatkan semua informasi dari beranda sosmed. Namun, makin banyak informasi bisa sebabkan Anda jadi sulit memilih mana yang kredibel mana yang tidak. Anda cenderung mudah terpikat untuk melakukan penjelajahan lebih lanjut tanpa berpikir asli tidaknya berita tersebut.
Sebaliknya, Brown merekomendasikan pengguna membuka situs web surat kabar atau menonton berita di TV. Anda bahkan dapat memilih membeli salinan cetak dari media cetak favorit untuk tetap mengikuti perkembangan peristiwa terkini.
Ingatlah, orang yang sering menggunakan media sosial memiliki kemungkinan 2,7 kali lebih besar mengalami depresi dibandingkan dengan pengguna yang jarang melihat media sosial.
Depresi menjadi penyebab utama gangguan kesehatan mental dan itu memengaruhi sekitar 6,7 persen populasi berusia 18 tahun ke atas pada tahun tertentu. Memantau penggunaan media sosial dapat membantu menjaga kesehatan mental yang baik.