JAKARTA - Ratusan keluarga di Amerika Serikat dikabarkan menggungat sejumlah perusahaan media sosial karena diangap menyediakan produk yang berbahaya dan merusak bagi anak-anak.
Perusahaan yang digugat ini adalah TikTok, Facebook dan Instagram, Google, dan Snapchat. Dari laporan BBC, sejumlah penggugat merasa bahwa media sosial tersebut menyebabkan beberapa bahaya seperti depresi dan percobaan bunuh diri.
Salah satu penggugat yang BBC temui adalah Taylor Little. Penggugat ini mengaku kecanduan saat berusia 12 tahun. Ia mengatakan bahwa seluruh masa remajanya sudah menghilang dan tidak bisa kembali karena masalah kecanduan tersebut.
Saat ini, Taylor sudah berusia 21 tahun. Ia menyadari bahwa perusahaan teknologi pengembang media sosial merupakan monster besar yang begitu mengerikan. Menurut Taylor, sejumlah perusahaan itu sengaja membuat produk yang sangat adiktif untuk merusak anak-anak.
Selain Taylor, penggugat lainnya hadir dari keluarga Molly Russel, seorang siswi berusia 14 tahun yang meninggal dunia karena melukai diri sendiri akibat depresi dan efek negatif dari media sosial.
Selama sidang gugatan dari ratusan keluarga berlangsung, penyelidikan kasus kematian Molly digunakan sebagai salah satu bukti. Nama Molly juga disinggung hingga sebelas kali dalam keluhan utama yang diajukan ke pengadilan.
BACA JUGA:
Ratusan keluarga yang menggugat pun mendapatkan kemenangan. Hakim federal Amerika Serikat (AS) menolak upaya Alphabet yang mengelola Google, Meta yang mengelola Instagram dan Facebook, ByteDance yang mengelola TikTok, dan Snap yang mengelola Snapchat dalam menghindari litigasi kasus kecanduan tersebut.
Perusahaan tampaknya enggan mencari penyelesaian hukum hingga memberikan ganti rugi kepada anak-anak yang terdampak. Beruntungnya, Hakim Distrik AS Yvonne Gonzales Rogers, dalam laporan Reuters beberapa waktu lalu, berpihak kepada para penggugat.
Hakim merasa para penggugat menyampaikan teori yang cukup logis seperti perihal lalainya tanggung jawab atas kontrol orang tua yang rusak, perangkat yang tidak bisa dibatasi waktunya khusus untuk anak, hingga sulitnya menonaktifkan akun.
Meski pada dasarnya perusahaan tidak memiliki kewajiban hukum atas perlindungan konsumen dari bahaya yang ditimbulkan pihak ketiga, hakim merasa bahwa klaim para penggugat memang lebih luas dari sekadar bahaya pihak ketiga.