YOGYAKARTA – Penelitian menelusuri perubahan zaman dengan menyorot perubahan perspektif masyarakat dan relasi serta kaitannya dengan pekerjaan. Globalisasi abad ke-20 dan dinamika pasar menyebabkan persaingan ketat dalam pemanfaatan pekerja serta efektivitas dalam bekerja. Tekanan ini, ternyata meningkatkan kecepatan kerja sehingga membentuk kesehatan mental dan fisik seseorang.
Penelitian dilansir Elyakim Kislev, Ph.D. dalam Psychology Today, Jumat, 24 Maret, punya pekerjaan penting untuk pemenuhan diri. Seseorang juga pada akhirnya tak mau bekerja keras kalau tanpa perasaan pemenuhan diri. Bagi para lajang yang belum menikah, sering kali memegang nilai-nilai yang identik dengan pendekatan kurang materialistis. Artinya mereka melihat uang dan karir bukan secara material, tetapi mengarah pada pilihan hidup yang tingkatkan kebahagiaan.
Para lajang juga lebih keil kemungkinan terjerat hutang daripada yang berpasangan, hidup bersama, atau menikah. Karena menganggap berhutang lebih mungkin punya konsekuensi mengurangi kebahagiaan. Mungkin para lajang akhirnya menjadi kurang materialistis dibandingkan mereka yang akhirnya menikah, atau orang yang lebih materialistis lebih cenderung memasuki hubungan berkomitmen jangka panjang.
Orang yang lajang cenderung kurang focus pada materi. Mereka lebih menghargai kebermaknaan pekerjaan, cari pekerjaan yang menantang, dan lebih memuaskan. Penelitian lain memiliki penjelasan yang berbeda bahkan berkebalikan. Lajang bukan tidak materialistis tetapi ‘menghadapi’ realitas menjadi lajang dengan mencari kepuasan pada hal lain, seperti pekerjaan. Di sini, pekerjaan dianggap sebagai kompensasi dari menemukan pasangan dan memulai sebuah keluarga.
Penelitian pertama, mengambil data dari 709 siswa sekolah menengah atas di Minnesota. Pada awal penelitian, mereka ditanya apa pentingnya karir bagi masa depan mereka. Peneliti membagi menjadi dua kategori, keseimbangan insentif ekstrisik (yaitu keuangan) dan intrinsik (yaitu ideologis). Peserta yang termotivasi secara ekstrinsik, memperhatikan stabilitas pekerjaan, gaji, peluang untuk maju, sementara individu yang termotivasi secara ekstrinsip lebih menekankan pekerjaan bermakna, mengembangkan keterampilan, dan menunjukkan tanggung jawab.
Sembilan tahun kemudian, pada saat peserta penelitian berusia 26-27 tahun, status hubungan mereka didokumentasikan oleh peneliti. Hasilnya, peserta yang menikah atau cenderung ingin membangun rumah tangga termotivasi secara ekstrinsik dan yang lajang serta tak memiliki anak termotivasi intrinsik.
BACA JUGA:
Pekerja lajang menghargai pekerjaan mereka daripada peserta yang menikah. Penelitian Kislev sendiri, mensurvei 300.000 peserta dewasa dari tahun 2002 hingga 2018 dengan rata-rata usia 30 tahun. Hasil penelitian menunjukkan, kepuasan kerja berkontribusi pada kebahagiaan yang sebagian besar dialami lajang. Kepuasan kerja dalam konteks penelitian ini, berkaitan dengan memperoleh makna dan pemenuhan diri dari pekerjaan.