Dianggap Meningkatkan Hasrat Seksual, Ini Penjelasan Sains Tentang Feromon
Ilustrasi feromon dan hasrat seksual menurut sains (Freepik)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Banyak orang beranggapan bahwa ketertarikan seksual dan hasrat seksual berkaitan dengan menguarnya hormon feromon. Tetapi apakah benar demikian menurut pakar dan sains?

Pouya Shafipour, MD., dokter keluarga mengatakan bahwa feromon adalah pembawa pesan kimia seperti hormon mengirimkan informasi ke seluruh tubuh. Kalau hormon mengalir dalam darah dan berfungsi untuk berkomunikasi antar sel dalam tubuh, feromon mengirim pesan yang memengaruhi hewan lain dari spesies yang sama.

Psikolog Dana McNeil, PsyD., LMFT. dilansir Mind+Body, Rabu, 4 Januari, feromon terkenal dianggap meningkatkan hasrat seksual di antara efek bawah sadar dari perilaku manusia. Senyawa kimia ini bertindak sebagai ‘agen perubahan’ yang mendorong perilaku tertentu. Perubahan perilaku dalam konteks yang dijelaskan McNeil, perilaku seperti yang dirasakan predator dalam menemukan makanan terdekat. Atau juga terlibat dalam perilaku protektif selain juga berpotensi memengaruhi keinginan untuk mencari keintiman dan aktivitas seksual.

feromon dan hasrat seksual menurut sains
Ilustrasi feromon dan hasrat seksual menurut sains (Freepik/master1305)

Dalam penelitian Shafipour, ia masih belum membuktikan apakah manusia benar-benar memiliki feromon dan bagaimana feromon memengaruhi respons seksual manusia. Tetapi ditemukan pada hewan sedikit lebih kuat tentang pengaruh feromon yang memengaruhi perilakunya. Termasuk gairah seksual dan sinyal makanan hingga penanda wilayah dan ikatan keibuan.

Feromon dianggap disekresikan secara eksternal. Melalui urin, air mani, cairan vagina, ASI, keringat ketiak, dan juga berpotensi pada air liur serta napas. Setelah dilepaskan ke udara oleh satu individu, sekresi ini kemudian secara teoritis dapat dideteksi oleh individu lain melalui reseptor di saluran hidung mereka, jelas Shannon Chavez, PsyD., seorang psikolog berlisensi dan terapis seks.

feromon dan hasrat seksual menurut sains
Ilustrasi feromon dan hasrat seksual menurut sains (Freepik/lookstudio)

Pada beberapa hewan, terang dokter naturopati Jolene Brighten, N.D., memiliki organ vomeronasal yang berkembang dengan baik terletak di septum hidung. Organ itulah yang dianggap mendeteksi feromon yang dikeluarkan hewan lain di dekatnya. Meski dikenali lewat hidung, Chavez mencatat bahwa feromon mungkin tidak memiliki aroma yang dapat dideteksi. Saat dideteksi oleh penerima, diyakini mengirim sinyal ke otak sehingga memengaruhi suasana hati, reproduksi, fungsi seksual, dan lainnya. Informasi ini pada akhirnya dipakai tubuh untuk memahami lingkungannya dan merespons dengan tepat.

“Feromon berperan dalam kelangsungan hidup dan evolusi tubuh,” tutur Chavez. Mereka memicu pubertas, perubahan fungsi reproduksi, dan naluri bertahan hidup yang mungkin diperlukan untuk lingkungan sosial di mana terdapat ancaman.

Dalam penelitian ilmiah, masih kurang tentang konsensus feromon ada atau tidak pada manusia. Misalnya penelitian tahun 1971 yang sering dikutip oleh psikolog Martha McClintock. Menurutnya, feromon dapat menyelaraskan siklus menstruasi wanita jika mereka tinggal berdekatan. Bertahun-tahun melakukan penelitian, peneliti belum dapat memvalidasi secara ilmiah tentang korelasi feromon. Ini disebabkan ketertarikan seksual, kompleksitas interaksi manusia, variabilitas bau, dan molekul komponen feromon yang sulit diisolasi untuk menguji secara empiris.

Brighten menambahkan bahwa tidak setiap orang memiliki vomeronasal. Bahkan pada orang yang memilikinya tidak dapat dideteksi adanya feromon. Sementara itu, penelitian lain menemukan bahwa feromon seks manusia tidak berpengaruh pada daya tarik dan persepsi gender.

Pandangan lain tentang feromon dan daya tarik seksual berkisar pada potensi feromon androstadienon yang diproduksi pria dan dianggap menarik secara seksual bagi wanita. Androstadienon, dianggap menandakan dominasi dan agresivitas. Wanita juga mengeluarkan potensi pheromone copulin dan estratetraenol, yang mencapai puncaknya selama siklus ovulasi mereka, jelas McNeil. Nah, ketika pria ‘menangkap’ sinyal ini, testosteron meningkat dan selanjutnya meningkatkan perilaku kompetitif seperti dominasi dan menjaga.

Sebagai penutup, Brighten mengatakan, tidak semua wanita terangsang secara seksual secara spontan. Sebaliknya, mereka membutuhkan lebih dari apa yang mereka anggap sebagai aroma tubuh yang enak atau tubuh yang hangat.