Bagikan:

JAKARTA - Atta Halilintar angkat suara setelah namanya dilaporkan korban robot trading Net89. Ia menyatakan tidak ikut main dan menjelaskan kronologi lelang yang ia lakukan.

“Jadi saya pada saat itu melakukan lelang barang bersejarah saya yang paling pertama (headband) dengan tujuan dana hasil lelang itu akan digunakan untuk membantu pembangunan tempat penghafal Al-Qur'an dan juga membantu pembangunan masjid," tulis Atta Halilintar pada Rabu, 26 Oktober.

"Pada saat itu tidak mungkin saya tanya satu-satu semua yang nge-bid, 'kamu dapat uang dari mana ikut lelang ini', apalagi ini lelang terbuka, kan," katanya.

Karena banyak yang mengikuti lelang tersebut, akhirnya Atta Halilintar menutup sesi tersebut. Ia mengklaim tidak pernah tahu bahkan mengikuti robot trading seperti Net89.

"Jadi kalau dibilang saya main robot trading atau ada di dalam robot trading Net89, saya sama sekali tidak mengerti dan tidak pernah ikut trading-trading robot," katanya lagi.

"Semoga ini semua jelas dan berita-berita di luar sana tidak menggoreng, menggunakan nama saya seperti saya yang main robot trading atau menipu," tutup Atta Halilintar.

Sebelumnya pengacara korban, Zainul Arifin menyebut korbannya yang berjumlah ratusan mengaku ditipu lewat berbagai lelang yang dipromosi oleh sejumlah figur publik.

Selain Atta Halilintar, nama yang dilaporkan juga Taqy Malik, Kevin Aprilio, Adri Prakasa dan Mario Teguh. Keempat figur ini ikut mempromosikan robot trading Net89 dan membuat acara lelang.

"Menerima hibah itu bisa kena Pasal 5 TPPU. Nah ini kan hasil uang yang dikasih oleh Reza Paten sebagai founder Net89 itu kepada Atta Halilintar," jelas Zainul Arifin.

Dalam kasus ini, para tersangka dijerat dengan pasal berlapis, antara lain, Pasal 378 KUHP, Pasal 372 KUHP tentang penipuan.

Kemudian, Pasal 106 Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja Perubahan atas Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan, dan Pasal 105 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2014 tentang Perdagangan.

Serta, Pasal 3, Pasal 4, Pasal 5 dan Pasal 6 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2010 tentang TPPU dengan ancaman maksimal 20 tahun.