Terlalu Sibuk Enggak Selalu Buruk, Kata Ahli: Produktif dapat Melepasan Endorfin
Ilustrasi terlalu sibuk, efek positif dan negatif pada kesehatan mental (Freepik/Pressfoto)

Bagikan:

YOGYAKARTA – Bekerja kerap dikaitkan dengan produktivitas. Tetapi kalau kelebihan sampai enggak melakukan aspek hidup lain selain kerja, apakah itu baik?

Menurut survei yang dilakukan Pew Survey tahun 2018 menemukan bahwa 6 dari 10 orang Amerika Serikat kadang-kadang merasa terlalu sibuk untuk menikmati hidup. Satu orang dari 10 mengatakan bahwa mereka merasa sibuk sepanjang waktu. Dilansir PsychCentral, Kamis, 6 Oktober, alasan ‘terlalu sibuk’ bagi setiap orang berbeda.

Bagi sebagian orang, menyibukkan diri atau membiarkan diri tenggelam dalam kesibukan kerja adalah mekanisme koping. Menurut pakar psikologi dokter Cheyenne Bryant, kuncinya perlu memeriksa apakah tetap sibuk membuat segalanya lebih baik atau buruk bagi Anda.

Tetap sibuk tidak semuanya buruk, bahkan kadang-kadang menjadi hal baik. Melansir The National Institute of Mental Health, setiap orang bahkan direkomendasikan untuk ‘tetap aktif’ sebagai cara sehat untuk mengatasi setelah mengalami peristiwa traumatis. Sebuah studi tahun 2016 juga menemukan pada orang dewasa berusia 50-89 tahun, kesibukan berkaitan dengan kecepatan pemrosesan informasi, memori kerja, memori episodik, penalaran, dan pengetahuan yang melekat.

efek positif dan negatif terlalu sibuk
Ilustrasi terlalu sibuk, efek positif dan negatif pada kesehatan mental (Freepik/DSC Studio)

Menurut Bryant, tetap sibuk dapat membuat Anda merasa lebih baik. Terutama jika itu berkaitan dengan produktivitas. Mengapa? Ketika seseorang menjadi produktif, tubuh melepaskan endorfin yang dikenal sebagai hormon ‘bahagia’. Pengalaman ini dapat membuat seseorang merasa berdaya dan percaya diri.

Tambah Bryant lagi, “Tetap sibuk juga dapat membantu memprogram ulang pikiran Anda dengan mengalihkan diri Anda dari pikiran negatif dan menggantinya dengan tindakan sibuk yang positif.”

Perlu diwaspadai, sibuk demi produktivitas dan menghindari perasaan itu berbeda tipis. Kalau sibuk untuk menghindari perasaan, ini merugikan kesejahteraan Anda. Perilaku menghindari dan menekan perasaan yang tidak diinginkan mengakibatkan penumpukan emosi yang dapat bermanifestasi menjadi kemarahan, frustasi, kebencian, isolasi, dan kondisi mental yang tidak sehat.

Bryant memperhatikan sejumlah kasus mengapa orang menyibukkan diri. Kalau alasannya tidak sehat, bisa ditandai hal berikut:

  • Menenggelamkan diri dalam kesibukan hanya untuk menekan perasaan.
  • Setelah kesibukan usai, akan merasa sedih dan putus asa.
  • Merasakan kemarahan, frustasi, lebih pemarah, dan mudah cemas.
  • Tidak punya waktu mengurus diri sendiri.
  • Menerima komentar dari orang lain “apakah Anda baik-baik saja?”
  • Jadwal padat sampai tak punya ruang gerak untuk hal lain.
  • Merasa lelah dan lelah karena jadwal terlalu padat.

Ketika mengalami tanda di atas, apa yang harus dilakukan? Kalau kesibukan sebagai mekanisme koping, atau untuk menghindari perasaan yang tidak diinginkan, lebih baik minta dukungan orang terdekat untuk mengakses emosi Anda. Anda tidak harus menyibukkan diri sendiri hingga tidak mencintai diri sendiri.

Saran Bryant, cobalah untuk meluangkan waktu di luar ruangan. Dengan begitu, Anda mulai memperhatikan perasaan Anda sepanjang hari tadi. Selain itu, pergunakan waktu istirahat semaksimal mungkin untuk me time. Kalau sulit, coba lakukan meditasi rutin dan bertanya pada diri sendiri tentang apa yang sedang dibutuhkan. Tetapi jika merasa tidak nyaman karena cemas, sedih, atau depresi, cobalah menghubungi profesional kesehatan mental.