Bagikan:

JAKARTA - Album debut ROXX yang berlabel self-titled atau kebanyakan orang menyebutnya Black dirilis ulang dalam format CD oleh Kamar Musik ID dan Total Metal Music pada pertengahan Juli kemarin. Salah satu artefak metal dalam sejarah musik Indonesia ini hadir kembali pada perayaan hari jadi ROXX yang ke-35 tahun.

Black menghadirkan gebukan dahsyat drumer Arry Yanuar serta barisan lagu berdistorsi plus jual beli riff dan interlude gitar dari Jaya dan Iwan. Dibuka dengan Gontai yang diawali riff gitar gagah, lantas ditimpali dentuman bass dan entakan drum yang sangat konstan.

Pada trek kedua, Penguasa, drum kembali jadi protagonis sebelum direspons oleh cabikan gitar kembar dan vokal lantang Trison yang menerobos di sela-sela gaharnya dominasi distorsi.

Teriakan vokal latar yang menghiasi pada bagian verse, makin memberi kesan jantan pada lagu ini.

DERAP...langkah yang perkasa, menuju gurun pasir gersang.

Makin panas semakin ganas, mewarnai suasana.

TAK ADA...yang menghalangi, keinginan di dalam dada.

Kepuasan jadi tujuan menggempur menghalang di mata.

Sementara itu, Gelap dan Ada Tiada, jadi dua lagu paling kalem dalam album ini. Apalagi dengan tetesan suara gitar clean pada bagian awal, benar-benar jadi pembeda dari nomor-nomor lainnya. Tapi, jangan terlena, distorsi gitar bakal segera menerjang pada bagian reff dan interlude-nya. Meski dengan kadar yang lebih lembut.

Khusus bagian interlude Ada Tiada yang melodius, pendengar akan terbang ke nomor-nomor ballad milik Metallica semisal Fade To Black, One atau Nothing Else Matter. Meski Jaya pernah menepis anggapan ini; "Ah, enggak ada yang mirip Metallica!" kepada penulis beberapa tahun silam.

Ada nuansa Anthrax dalam 5 cm. Gelontoran bebunyian bass dan drum yang berpadu sejak intro, terasa mencabik kala dihujani riff gitar maha dahsyat dan gaya bernyanyi Trison yang lantang.

Tanpa mengesampingkan ...Yang Tersisih, Society Way, Price dan Superstar, juara sesungguhnya album ini tentu saja Rock Bergema. Berisi lirik bernada optimisme, lagu ini terbungkus dalam balutan irama antemik sejak awal hingga akhir. Bagian reff-nya bahkan sering mengundang kur massal saat ROXX membawakannya di atas panggung.

Perbedaan mencolok versi awal album ini - saat dirilis via PT. Suara Sentral Sejati dan Blackboard Indonesia pada Agustus 1992 - dengan versi sekarang, termaktub jelas dalam kualitas tata suaranya. Kali ini, sudah dipermak ulang dan lebih 'nendang'.

Sebagai salah satu 'kitab suci' anak metal era 90-an, tidak berlebihan jika penulis memasukkan album ini ke dalam buku Inrocknesia rilisan Februari kemarin. Pada Bab IV: Inspirasi, album ini bersemayam dalam naskah berjudul Warisan Kekal Musik Lokal di halaman 229.

Album Black bersanding dengan sembilan album lokal pilihan penulis, antara lain; Kampungan (Slank), Behind The 8th Ball (Rotor), The Head Sucker (Sucker Head), Jabrik (Edane), dan lain-lain. So, tidak ada alasan untuk tidak memiliki album ini. Apalagi jika Anda mengaku anak metal!