Bagikan:

JAKARTA - Pernah punya perbedaan cara dalam mendisiplinkan anak dengan pasangan? Tenang, Anda tidak sendiri. Hal seperti ini juga dialami banyak pasangan dalam keluarga. Perbedaan dalam mendisiplinkan anak adalah salah satu penyebab pasangan paling sering bertengkar setelah punya anak.

Perbedaan cara dalam mendisiplinkan anak ini bisa berdampak negatif. Dr. Susan Bartell, psikolog di New York, AS, melansir Parenting, Jumat, 17 Juni, menegaskan bahwa konsistensi adalah hal yang sangat dibutuhkan.

Konsistensi membutuhkan kesepakatan dari semua anggota keluarga. Inkonsistensi akan membuat anak bingung aturan mana yang harus mereka ikuti. “Disiplin yang tidak konsisten sebenarnya dapat memperkuat perilaku negatif karena anak Anda akan terus melakukannya dengan harapan bahwa kali ini ia tidak akan mendapat masalah,” ujarnya.

Lalu, bagaimana cara mengatasi perbedaan cara dalam mendisiplinkan anak-anak ini? 

Buat kompromi

Jangan biarkan ketidakcocokan antara Anda dan pasangan terlihat di depan anak. Untuk itu, kompromikan semua perbedaan yang ada. Anda dan pasangan bisa mengambil hal yang positif dari pandangan masing-masing. Selain itu, Anda dan pasangan juga bisa sama-sama berbagi referensi dari psikolog, dokter anak, atau media parenting. Berangkat dari semua catatan tersebut, kembangkan satu set peraturan dan konsekuensi untuk mendisiplinkan anak.

Hindari memperbesar masalah

Perlu disadari bahwa perbedaan pandangan dalam mengasuh dan mendisiplinkan anak adalah hal yang wajar. Maka dari itu, jika konflik dirasa cukup besar, ajaklah pasangan berkomunikasi untuk hentikan konflik.  Segera melangkah kedepan untuk mencari solusi.

Seiya-sekata di depan anak

Pastikan apa yang sudah disepakati bersama harus dijalankan dengan konsisten. Anda dan pasangan harus seiya-sekata di depan anak. Tujuannya adalah agar anak tidak bingung mengenai aturan mana yang harus diikuti.

Selain hal tersebut, seiya-sekata juga punya tujuan lain. Yaitu memberi rasa aman kepada anak. Anak-anak melihat hubungan orang tua yang baik sebagai sumber keamanan bagi mereka. Bila anak-anak sering melihat orang tuanya bertengkar, mereka bisa merasa cemas. 

Terbuka dengan kompromi baru

Aturan dan jenis konsekuensi yang sudah dibuat juga perlu dievaluasi. Bila memang dalam jangka waktu tertentu tampak bahwa aturan tersebut kurang efektif, maka jangan terlalu kaku. Anda dan pasangan bisa duduk bersama lagi untuk membuat aturan pengganti.