4 Cara Pemberontakan Maura Magnalia yang Membuat Nurul Arifin Menyesal
Nurul Arifin di prosesi tutup peti Maura Magnalia

Bagikan:

JAKARTA - Nurul Arifin tak bisa menyembunyikan penyesalannya setelah putri sulungnya Maura Magnalia meninggal dunia pada Selasa, 25 Januari. Misa requiem atau tutup peti sudah dilakukan untuk Maura Magnalia di kediaman Nurul Arifin dan Mayong Surya Laksomo di kawasan Depok, Jawa Barat, hari ini Rabu, 26 Januari.

Pemakaman Maura akan dilakukan secara Katolik di Sandiago Hills. Kesedihan tak bisa dibendung dari raut wajah Nurul Arifin. Semasa hidup, Nurul mengaku memberikan ekspektasi tinggi bagi putrinya.

"Kepada semua orang tua saya berpesan supaya lebih dekat dengan anak. Jangan emosional menghadapi anak saat sekolah lewat laptop dan handphone. Karena saya merasakan, kalau terlalu keras dengan anak, hasilnya adalah anak jadi pemberontak. Jadi kalau bisa berikan cinta sebanyak-banyaknya," pesan Nurul Arifin pada Selasa, 25 Januari.

Nurul menyebut anaknya sebagai pemberontak. Ada 4 cara pemberontakan yang dilakukan oleh Maura Magnalia.

1. Tato dan piercing

"Mungkin karena cerdasnya jadi eksentrik, tatonya di seluruh tubuh, ada pakai piercing juga. Jadi dia banyak membatasi sehingga akhirnya lari ke tubuhnya sendiri," kata Nurul.

2. Tak Mau Dilarang

Maura semasa hidupnya ingin kebebasan, dia tak ingin dilarang-larang. "Kalau saya melarang dia bilang 'Jangan melarang saya, karena itu bagian dari kepuasan saya'. Karena menjadi anak dari seorang politisi itu nggak gampang," kata Nurul.

3. Musik Metal

Nurul mengisahkan putrinya suka bermain musik cadas. "Dengerin lagunya semalam, lagu-lagu metal. Saya pernah mendengarkan lagunya, saya tanya ini lagu apa sih? Ibu nggak pernah dengar. Katanya itu lagunya sosial demokrat katanya gitu," kenang Nurul.

4. Buku Kontroversial

Selain musik, Maura juga suka menulis puisi. Bahkan Maura telah menyelesaikan penulisan buku berisi puisinya.

"Dia mengerjakan buku belum dapat penerbit aja. Emang anaknya kontroversial, nyentrik, anti mainstream. Buku itu tentang penggambaran dirinya , buat saya dia pemberontak, anti mainstream," ujar Nurul Arifin.