Bagikan:

Industri MICE (Meetings, Incentives, Conferencing, Exhibitions) paling terdampak pandemi COVID-19. Menurut Ketua Umum Asosiasi Perusahaan Pameran Indonesia (Asperapi) Hosea Andreas Runkat, sektor pameran nyaris tak bergerak di masa pandemi.  Dalam kondisi ini mereka meminta kepada pemerintah untuk memberikan relaksasi dalam perizinan. Salah satu indikator bangkitnya perekonomian kata Andre –begitu dia biasa disapa-- adalah bangkitnya industri MICE setelah terdiam selama pandemi.

***

Meski kondisinya amat berat, namun selalu ada asa untuk bangkit dari keterpurukan. Bagi pengusaha pameran yang tergabung dalam Asperapi, mereka sejatinya bisa bertahan kalau keadaan makin kondusif. Namun jika keadaan tak membaik, Hosea Andreas Runkat sebagai ketua asosiasi menyampaikan keadaan tersulit akan dihadapi anggotanya.

“Kalau keadaan tidak berubah sampai akhir tahun, saya tidak yakin teman-teman bisa melewati tahun 2021 dengan selamat.  Kemarin di awal tahun terdapat pergerakan sendikit. Terus sebelum lebaran juga sempat ada IMS (Indonesia Motor Show). Saya lihat teman-teman ada harapan. Namun mimpi-mimpi indah itu semuanya buyar saat ada PPKM kedua,” kata Hosea Andreas Runkat yang juga menjabat sebagai Director of Convention Services, Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC).

“Saat pandemi COVID-19 ini orang yang mau ikut pameran itu pertanyaan pertamanya adalah soal izin. Apakah izinnya sudah ada? Ini pameran yang Anda mau gelar diizinkan atau tidak? Soalnya mereka harus mengeluarkan sejumlah ongkos produksi terkait dengan pameran yang akan diikuti. Kalau sudah dipersiapkan ternyata di kemudian hari pamerannya batal, kan hilang duit yang sudah dikeluarkan,” katanya kepada hanya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, Savic Rabos dan Rifai dari VOI  belum lama berselang, saat berbincang santai soal peluang pameran di masa Pandemi COVID-19 di kantornya Balai Sidang Jakarta Convention Center (JCC).

Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Selama pandemi COVID-19 ini seperti apa dampak yang dialami pengusaha MICE secara umum?

Realitas yang terjadi industri MICE (Meetings, Incentives, Conferencing, Exhibitions) ini tidak bergerak selama pandemi COVID-19. Karena industri kita ini seperti pameran terkenal mengumpulkan banyak orang. Itu kan bertentangan jauh dengan protokol kesehatan, ya mau enggak mau kita tidak berjalan. Ada juga yang melakukan melalui webinar atau ada juga yang melakukan dengan hybrid  event, mungkin itu yang bisa untuk kita bertahan selama masa pandemi ini. Tapi kalau kita ngomong dari awal pandemi, bisa dibilang bisnis kita terhenti. 

Kalau keadaan tidak berubah, berapa lama daya tahan pengusaha MICE ini?

Kalau keadaan tidak berubah sampai akhir tahun, saya tidak yakin teman-teman bisa melewati tahun 2021 dengan selamat.  Kemarin di awal tahun terdapat pergerakan sedikit. Terus sebelum lebaran juga sempat ada IMS (Indonesia Motor Show). Saya lihat teman-teman ada harapan. Namun mimpi-mimpi indah itu semuanya buyar saat ada PPKM kedua.

Sekarang harapan teman-teman pengusaha MICE ada di akhir tahun ini di bulan Oktober, November dan Desember. Semoga keadaan makin membaik, level PPKM menurun dan pameran bisa digelar karena sudah bisa mendapat izin. Ada beberapa pameran besar juga yang akan berlangsung di bulan bulan itu dan boleh dibilang cukup padat. Semua ini masih coba berjuang dan akan diupayakan oleh teman-teman pungusaha MICE.  Namun kalau keadaan tidak berubah, akan banyak pelaku industri MICE yang kolaps. Semoga saja tidak terjadi dan keadaan bisa semakin membaik.

Dengan keadaan seperti ini apa harapan Anda dan juga teman-teman pengusaha MICE kepada pemerintah?

Saya sudah sampaikan berkali-kali dalam berbagai even dan kesempatan, sebenarnya kami pengusaha MICE ini cuma  meminta  diberi kesempatan untuk melakukan bisnis seperti sediakala. Karena kondisinya masih pandemi kita akan melakukan pembatasan dan menerapkan protokol kesehatan yang ketat. Inilah yang bisa membuat kami bertahan. Kalau mengharapkan bantuan pemerintah, sampai kapan? Seperti hibah untuk beberapa industri tertentu. Menurut saya itu tidak akan banyak membantu.

Kalau kita diberi kesempatan melakukan pameran, diberikan relaksasi perizinan, saya yakin teman-teman pengusaha MICE akan kembali lagi ke formasi sebelumnya. Itu jalan keluar yang lebih menjanjikan daripada memberikan bantuan seperti dana hibah atau bantuan lainnya.

Kalau soal digitalisasi pameran, menurut saya  itu tidak masuk sampai keseluruhan dari industri MICE. Karena hanya beberapa industri saja yang dapat. Kita bicara soal  secara digital kan, yang berlaku saja ke operasionalnya hanya sekian orang. Tapi kalau kita melakukan pameran secara offline atau hybrid event,  kita bisa melibatkan lumayan banyak pekerja. Dalam konteks ini ada UMKM juga yang bisa dilibatkan. Jadi kalau menurut saya, itu yang harus dilakukan untuk saat ini.

Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Selain soal perizinan, soal kebijakan antar-instansi yang kadang berbeda apakah masih menjadi kendala?

Kami di industri MICE ini kan tidak bisa banyak berbuat kalau soal peraturan, regulatornya di pemerintah. Dari Presiden, Menteri-menteri dan terus ke jajaran di bawahnya. Kalau ada regulasi yang tidak seirama memang sebaiknya diluruskan agar tidak membingungkan kami di lapangan. Kita tidak usah bicara soal antarlembaga, dalam satu lembaga saya kadang perbedaan itu ada.

Apalagi saat COVID-19 ini aturannya terlalu banyak. Ada aturan dari Kemendagri, Kepala Daerah, Departemen terkait dan lain sebagainya. Ini terkadang tumpang-tindih. Sampai di urusan perizinan. Nah kita mau sebenarnya itu bisa berjalan normal ya, normal dalam artian kita akan melakukan pengurusan perizinan dan segala macam tetapi tolong persepsi di antara mereka nyatu dulu. Jangan permasalahan persepsi ini dilempar ke kita pelaku industri MICE yang mikir.

Apa yang tadinya mungkin dari 4 atau 5 lembaga, cukup berkoordinasi sekali akhirnya kita harus mendatangi semuanya. Ini kan membuang waktu. Terlalu banyak effort-nya di situ. Kadang-kadang teman-teman sudah patah semangat duluan untuk melalui ini semua. Ya akhirnya kita anggap saja ini ujian.

Dan kepastian izin itu sangat krusial buat pengusaha MICE?

Memang begitu kondisinya.  Misalnya untuk even pameran di bulan November atau Desember  kalau ditanya kepada saya soal kepastian penyelenggaraan, pasti tidak bisa jawab. Yang bisa bilang pasti adalah para pemangku kepentingan,  maksudnya regulator. Kalau kita hanya bisa berharap, kita tidak bisa menentukan. Kalau saya bilang  November jalan, namun izin dari pemerintah tidak keluar kita engga bisa berbuat apa-apa juga.

Jadi sangat tergantung pada regulator?

Iya memang begitu keadaannya. Kita sangat bergatung sekali dengan Satgas COVID-19. Kalau mereka bilang situasinya belum kondusif kita engga bisa melawan. Karena mereka punya data sebelum mengatakan seperti itu. Kita harus selalu berkoordinasi dengan mereka saat hendak melakukan kegiatan.

Apa harapan Anda dan juga mengusaha MICE lainnya untuk melewati keadaan ini?

Permasalah utama dalam usaha kita ini adalah soal perizinan, kita tidak bisa berjalan tanpa ada izin dari instansi pemerintah. Untuk mendapatkan izin itu banyak langkah yang harus kami lakukan. Mulai dari sosialisasi sampai melaksanakan CHSE (Cleanliness, Health, Safety, Environment Sustainability) dan mendapatkan sertifikasi CHSE. Jadi hampir semuanya sudah ada di kita, tinggal kita mengimplementasikannya. Dengan cara apa? Ya kasih kesempatan kepada kami untuk menjalankan even. Untuk even itu berjalan berarti perizinannya harus selesai.

Lalu di pertengahan tahun ini karena pemberlakuan PPKM kondisi industri kami dalam bidang MICE amat berat. Kami berharap pemerintah melalui kementerian-kementerian bisa menggelar even-even yang berbasis UMKM, soalnya mereka punya anggaran untuk itu. Ini bisa mendorong industri MICE bergerak. Dari pada kita diberi hibah, saya lebih senang dibuatkan even agar kita bisa berkarya dan  mendapatkan benefit dari situ.

Dampaknya kalau even sudah terjadi, pihak swasta akan  melihat kalau industri ini sudah bergerak. Ternyata dunia MICE masih hidup, even masih berjalan. Ini akan merangsang pihak swasta untuk bergerak bersama pelaku industri MICE untuk bangkit. Dalam industri MICE ini selalu ada inovasi. Kalau tidak kita akan kalah dari pemain di dalam negeri mau pemain dari luar negeri.

Kalau Industri MICE bangkit, apakah itu pertanda ekonomi akan pulih?

Iya, pastinya begitu. Apalagi ada UMKM yang juga terlibat dalam beragam even yang digelar. Kalau ada even multiplier effect-nya juga besar dan luas, thats why ekonomi bergerak.

Dengan Motor Gede Hosea Andreas Runkat Bisa Menikmati Wisata Negeri 

Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Banyak ragam dan jenis wisata. Alat transportasi yang digunakan juga bisa beragam, dari pesawat, bus, hingga kapal laut. Namun bagi Hosea Andreas Runkat dia benar-benar bisa menikmati keindahan wisata Indonesia dengan berkendara motor. Dengan motor gede dia bisa  menyambangi tempat-tempat wisata yang tak bisa dijangkau oleh mobil. Ini adalah caranya melepas penat dari kesibukannya berkutat di industri MICE.

Di masa pandemi COVID-19 ini buat Andre yang paling prioritas agar tetap sehat adalah menghilangkan beban pikiran. “Supaya tetap sehat yang kita lakukan yang pasti menghilangkan beban pikiran, bagaimana melepas stress. Lalu  melaksanakan anjuran-anjuran untuk berolahraga, minum vitamin, suplemen, dan lain sebagainya seperti menjaga prokes,” kata Andre yang pernah menjabat sebagai Ketua Tim Akselerasi MICE Kementerian Pariwisata Republik Indonesia 2017-2019.

Baginya ada hikmah dibalik pandemi ini. Dulu tak pernah berjemur sekarang rajin berjemur, dulu jarang olahraga kini mulai aktif berolahraga meski tidak olahraga yang ekstrim. “Saya mulai bersepeda meski hanya di sekitar rumah,” katanya.

Dalam bersepeda Andre tidak ada target khusus. Buat dia yang penting adalah bergerak, berkeringat dan dia mendapatkan sinar matahari. Dia tak punya target untuk bersepeda keliling kota dengan jarak tempuh puluhan kilometer. Paling tidak yang dia lakukan kini lebih baik dari sebelumnya. “Saya berolahraga cukup untuk kebutuhan saya saja,” lanjutnya.

Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Selain itu ia juga dapat informasi dari teman-teman soal imboost atau minuman-minuman  tradisional yang bisa bermanfaat untuk tubuh. “Beban pikiran itu karena engga ada kegiatan. Kalau ada kegiatan semua bisa disalurkan tapi dalam kondisi sekarang semuanya menjadi terbatas,” katanya.

Untuk makan apakah ada pantangan? “Sebenarnya ada karena saya punya penyakit klasik yaitu darah tinggi, asam urat dan kolesterol. Tetapi waktu pandemi ini saya dengar kita harus melepas stress. Salah satunya dengan makan, namun  tetap terkontrol,” katanya. Langkah kompromi pun ia lakukan, untuk sebatas memuaskan rasa ingin. “Makan kangkung saya  engga boleh, tapi sedikit makan juga untuk sekadar memuaskan rasa ingin,” katanya.

Bagi Andrea  musik itu seperti air yang dibutuhkan setiap hari. “Apa jadinya kalau di dunia ini tak ada musik. Akan terasa hampa banget,” kata penggemar Phill Collins ini.  Untuk film dia lebih suka film bergenre komodi romantik. “Contohnya yang paling gampang adalah film Pretty Woman,” kata Andre yang juga menyukai tayangan dokumenter.   

Andre menyarankan kepada kaum milenial untuk mulai bangun pagi. “Dari pagi kita bisa melihat kehidupan dimulai. Olahraga dan gerak badan di bagi hari baru memulai aktivitas. Enggak bangun langsung kerja. Kita bisa lihat realita kehidupan sebuah kota itu di pagi hari,” katanya.

Mimpi Punya Moge

Memiliki motor gede atau motor besar adalah impian kecil Andre.  “Punya  moge merupakan mimpi saya yang kesampaian.  Kok baru sekarang ya karena rejekinya baru sekarang,” kata pria yang sudah mendedikasikan nyaris usia produktifnya di industri MICE.

Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)
Hosea Andreas Runkat. (Foto: Savic Rabos, DI: Raga/VOI)

Dengan menggemari moge, menurut motor dia jadi lebih tahu Indonesia tuh bagus.  “Kenapa? Karena saya mendatanginya ketika naik motor. Selama ini saya juga datangi namun lebih banyak naik pesawat, jadi enggak  menikmati. Dengan  menjelajah dengan motor wonderful Indonesia itu benar-benar bisa dilihat dan dirasakan,” katanya.

Dengan touring ke daerah tertentu itu sudah membantu pariwisata. “Kita keluarkan biaya untuk penginapan, beli suvenir dan lain sebagainya. Sedikit banyak itu membantu kemajuan dunia pariwisata,” lanjutnya. “Kalau engga  main moge, saya mungkin engga akan pernah ke daerah Aceh,” katanya.

Untuk urusan touring Andre sudah menjelajahi Sumatera, Jawa dan Bali. “Karena keterikatan dengan kerja, masih banyak daerah yang sudah menjadi daftar tunggu bagi saya untuk dijelajahi. Saya ingin ke kawasan Indonesia Timur kalau sudah ada waktunya,” ujarnya.

Untuk di manca negara Hosea Andreas Runkat pernah merasakan riding di Amerika.  “Dua kali saya trip ke Amerika. Di sana kita belajar disiplin dan patuhi aturan lalu-lintas dengan baik. Saat itu kita bisa libur dan menikmati,” katanya sembari menambahkan dalam touring itu kesiap-siagaan amat dibutuhkan karena salah sedikit bisa berakibat fatal. Kondisi fisik harus betul-betul prima.

“Sekarang harapan teman-teman pengusaha MICE ada di akhir tahun ini; Oktober, November dan Desember. Semoga keadaan makin membaik, level PPKM menurun dan pameran bisa digelar karena sudah bisa mendapat izin. Ada beberapa pameran besar juga yang akan berlangsung di bulan bulan itu dan boleh dibilang cukup padat. Semua ini masih coba berjuang dan akan diupayakan oleh teman-teman pungusaha MICE.  Namun kalau keadaan tidak berubah, akan banyak pelaku industri MICE yang kolaps. Semoga saja tidak terjadi dan keadaan bisa semakin membaik,”

Hosea Andreas Runkat