Sebagai pejabat baru Direktorat Jenderal Imigrasi yang dipilih melalui lelang jabatan terbuka, berbagai harapan diembankan ke pundak Silmy Karim. Termasuk harapan dari Menteri BUMN agar dia melakukan bersih-bersih di instansi yang ia nakhodai kini. Dengan pengalaman memimpin beberapa perusahaan pelat merah, ia punya cara dan strategi sendiri menerjemahkan permintaan itu.
***
Di momen pelantikan Silmy Karim sebagai Dirjen Imigrasi, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham) Yasonna H Laoly menekankan soal peningkatan kecepatan pelayanan. Terutama kepada calon investor asing agar mereka bisa lebih nyaman berinvestasi. "Khususnya mempelajari beberapa negara yang memberikan kecepatan layanan keimigrasian," katanya pada usai pelantikan di Jakarta, Rabu 4 Januari.
Lain Yasonna, lain pula Menteri BUMN Erick Thohir. Ia berharap pada bawahannya saat menjadi pemimpin Krakatau Steel itu agar bisa melakukan bersih-bersih di Dirjen Imigrasi. Meski saat ini bukan lagi bawahannya, ia tetap akan mendukung aksi bersih-bersih tersebut sebagaimana yang dilakukan di jajaran BUMN. “Ini Pak Dirjen Imigrasi yang akan bongkar-bongkar sama bersih-bersih, apa agendanya pak?,” tanya Erick saat itu.
Menanggapi permintaan Erick Thohir saat itu, Silmy menjelaskan tiga program yang menjadi prioritasnya di 100 hari pertama sebagai Direktur Jenderal Imigrasi. Yakni, mengenai pelayanan, digitalisasi, dan golden visa. “Jadi ketiga hal ini yang mungkin akan kita upayakan dalam 100 hari ini, dengan dukungan pak Menteri BUMN, tadi sudah diskusi dan di-support, alhamdulillah, terima kasih Pak Menteri luar biasa. Mungkin kita bisa deliver lebih cepat,” kata Silmy kala itu menanggapi harapan Erick.
Dua bulan kemudian saat VOI mendapat kesempatan untuk melakukan wawancara khusus, Silmy Karim memaparkan strateginya soal bersih-bersih di lingkungan Ditjen Imigrasi dengan menutup cela atau peluang untuk melakukan tindakan kotor.
“Saya lebih cendrung pada target-target yang sudah dicanangkan bisa terpenuhi, misalnya mengoptimalkan proses online system. Saat proses dilakukan secara online akan mengurangi interaksi dengan petugas, ini otomatis akan mengurangi kebocoran secara maksimal. Kita mengurangi atau menutup cela untuk melakukan kecurangan. Dengan begitu bersih itu akan terwujud dengan sendirinya,” jelasnya kepada Iqbal Irsyad, Edy Suherli, dan Irfan Medianto dari VOI yang menemuinya di ruang kerja, kantor Direktorat Jenderal Imigrasi, Jl. HR. Rasunah Said, Kuningan Setiabudi, Jakarta Selatan, belum lama berselang. Inilah petikannya.
Seperti apa bayangan Anda tentang Ditjen Imigrasi saat masih berada di luar, kini setelah ada di dalam apakah ada yang berbeda?
Bayangan saya sebelum masuk ke Imigrasi ini kinerja aparat itu rendah, setelah saya masuk ternyata tidak seperti itu. Aparat di Ditjen Imigrasi itu bisa cepat dalam melaksanakan tugasnya. Sejauh ini mereka bisa mengikuti kecepatan kerja yang saya inginkan. Apakah karena proses rekrutmen yang bagus? Soalnya di sini ada Akademi Imigrasi yang sekarang berubah menjadi Politeknik Imigrasi, yang pola pendidikannya mengadopsi model militer. Jajaran di Imigrasi saya uji, ternyata hasilnya di atas ekspektasi saya. Bahwa ada yang perlu diubah itu bagian dari proses yang harus dilakukan.
Mimpi saya tentang Imigrasi ke depan saya sampaikan ke seluruh jajaran. Reaksinya macam-macam, tapi mereka sudah mengerti tujuan yang ingin dicapai. Kita berupaya mengoptimalkan tanpa mengubah aturan yang sudah ada.
Sebelum di Imigrasi Anda mengurus beberapa perusahaan; Krakatau Steel, Pindad, Barata Indonesia, dll., seperti apa komparasi antara perusahaan yang Anda urus itu dengan Ditjen Imigrasi?
Saya memang sudah melewati berbagai medan yang tidak sama, saat masuk ke Imigrasi saya lebih cepat menangkap persoalan dan permasalahan. Sekarang dalam tahap menyusun strategi jangka menengah dan panjang. Namun untuk jangka pendek ada juga quick wins yang saya targetkan. Salah satunya penyederhanaan aturan; tidak perlu lagi rekomendasi Kementerian Agama untuk pengajuan paspor umroh dan haji khusus. Saat ultah Ditjen Imigrasi 23 Januari kami mengeluarkan visa pra-investasi, visa kunjungan wisata 60, perpanjangan VOA (visa on arrival) secara online. Dan juga pengoperasian auto-gate di Bandara Soekarno Hatta untuk mempercepat proses masuknya orang ke Indonesia.
Untuk target menengah dan panjang apa saja?
Salah satunya soal perpres yang harus ada penyesuaian, ini kita akan usulkan agar proses pelayanan bisa lebih mudah dan lebih cepat. Pelayanan kepada masyarakat juga harus user friendly. Karena perpres levelnya di atas perlu waktu untuk merealisasikan.
Setelah terpilih sebagai Direktur Jenderal Imigrasi Anda mencanangkan 3 program; pelayanan, digitalisasi, dan golden visa? Bisa dijelaskan ketiga hal ini?
Pelayanan harus sederhana dan solusi yang cepat. Kita harus ramah namun tetap berwibawa serta tegas dan efektif. Salah satu solusinya melalui online, kapan saja dan di mana saja bisa terlayani. Tapi untuk migrasi ke online ini harus bertahap. Produk visa sudah kita lakukan secara online dalam tempo kurang dari tiga pekan, menurut saya ini prestasi. Sistem auto-gate yang dimiliki Angkasa Pura, dengan berkoordinasi pada Imigrasi dalam waktu tak lama bisa kita fungsikan. Proses masuk pelintas dari mancanegara di bandara target saya tak boleh lebih dari 30 menit meski dalam kondisi paling sibuk.
Apa lagi urusan imigrasi selain soal paspor, visa dan pelayanan pelintas masuk ke Indonesia?
Ada empat fungsi imigrasi; pertama pelayanan visa, paspor dan pelintas. Kedua, border protection di darat, laut dan udara (bandara). Ketiga penindakan hukum bagi pelanggar. Keempat fasilitator kesejahteraan masyarakat. Prioritas kami yang paling mudah dan berdampak bagi publik. Salah satunya pelayanan paspor akhir pekan seperti di Bandara Soekarno Hatta dan mal. Ada juga eazy passport untuk layanan paspor jemput bola. Dalam konteks keamanan Direktorat Intelijen kita dorong untuk beroperasi maksimal, anggarannya kita dukung. Dalam penindakan hukum kita tindak orang asing yang melanggar hukum. Harapan kami jangan sampai pelintas yang masuk ke Indonesia tidak berkualitas, dan malah membebani.
Untuk fasilitator kesejahteraan masyarakat apa contohnya?
Ini yang menjadi contoh untuk para investor yang ingin berinvestasi di Indonesia. Ada namanya visa pra-investasi, kalau lewat prosedur mengurusnya lama, tapi kita bikin short cut, dengan kasih dulu visanya sembari investasinya berjalan. Jadi pengurusannya sembari jalan, kita melakukan cek, benar atau tidak. Semua dilakukan paralel, semua bergerak untuk tujuan yang sama. Seperti sebuah orkestra.
Untuk golden visa apa keuntungan bagi Indonesia?
Tujuan golden visa itu untuk manfaat ekonomi untuk Indonesia. Yaitu memberikan kemudahan bagi orang asing untuk tinggal di Indonesia dalam waktu lama, bisa 5 sampai 10 tahun. Jadi tak perlu bolak-balik ke kantor Imigrasi. Dengan golden visa pemegangnya bisa dimudahkan buka rekening bank dan beli properti. Kontribusinya untuk kita, kita lihat dari beberapa negara, bisa bayar sejumlah biaya tertentu atau investor berinvestasi di sini.
BACA JUGA:
Salah satu harapan yang dikemukakan Menteri BUMN, pada Imigrasi adalah program bersih-bersih, apa yang menjadi prioritas Anda?
Kalau diharapkan bersih-bersih, pertanyaannya apakah selama ini tidak bersih? Saya harus berhati-hati memilih program. Kalau saya saat masuk ke tempat yang baru dalam kacamata positif, seperti kain putih. Soalnya kalau masuk sudah dengan kecurigaan akan susah menjalankan roda organisasi.
Maksudnya?
Saya lebih cendrung pada target-target yang sudah dicanangkan agar bisa terpenuhi, misalnya mengoptimalkan proses online system. Saat proses dilakukan secara online akan mengurangi interaksi dengan petugas, ini otomatis akan mengurangi kebocoran secara maksimal. Kita mengurangi atau menutup cela untuk melakukan kecurangan. Dengan begitu bersih itu akan terwujud dengan sendirinya.
Jadi itu strategi yang akan dijalankan?
Kalau saya masuk dengan persepsi negatif dan curiga, sudah ada muatan ingin melakukan tindakan dari sudut pandang negatif, tidak akan efektif. Lebih bagus kalau saya menganggap semuanya seperti kain putih dan saya berangkat dari perspektif positif. Dengan makin sedikit cela untuk melakukan hal yang berpotensi kotor, otomatis itu sudah bisa menjawab kalau instansi ini bersih. Tanpa harus menuduh atau berpikir suatu organisasi itu kotor. Jadi lebih baik kita fokus kita pada hasil akhir.
Untuk orang asing ke Indonesia, banyak mana antara wisata dan yang bisnis?
Dari data yang ada pada kami jumlahnya berimbang antara wisata dan bisnis. Ada juga yang dengan tujuan pendidikan tapi tidak banyak. Kita ingin yang datang itu yang berkualitas, bukan menambah masalah di Indonesia. Kita permudah orang asing masuk. Setelah masuk kita perketat, saat ada yang mau izin tinggal, tapi tidak dipersulit untuk yang bisnis dan berkelakuan baik. Yang seperti ini kategorinya jalur hijau. Ada juga jalur kuning yang perlu ditelaah lebih lanjut. Dan yang paling hati-hati jalur merah, sama sekali tidak boleh masuk.
Curhat Silmy Karim: Proses Seleksi Dirjen Imigrasi itu Menyakitkan
Siapa sangka proses seleksi untuk mendapatkan posisi sebagai Direktur Jenderal Imigrasi itu kata Silmy Karim bukan hal yang mudah, namun amat menyakitkan. Ia melaluinya dengan tabah dan juga sabar sampai akhirnya bisa menyisihkan calon-calon lain yang berasal dari ASN dan non-ASN seperti dirinya.
Apa yang menjadi motivasi utama ia ikut mendaftar dalam lelang terbuka Dirjen Imigrasi dari jalur non-ASN? “Saya ingin berbuat untuk orang banyak sebagai pejabat publik. Pejabat publik yang duduk di instansi pemerintah seperti Imigrasi ini,” kata pria kelahiran Tegal, Jawa Tengah 19 November 1974 ini.
Motivasinya adalah memberikan layanan terbaik untuk masyarakat melalui instansi yang dia pimpin kini. “Dengan jabatan ini saya punya kewenangan untuk memberikan kemudahan, kecepatan, kelancaran, sudah menjadi bagian yang tak bisa dipisahkan saat kita ingin memberikan sesuatu kepada masyarakat,” lanjut Silmy yang menghabiskan masa kecil dan remaja di Jakarta.
Dia paling tidak suka menjadi penikmat jabatan, apalagi menyalahgunakan kewenangan yang dimilikinya untuk hal yang tidak semestinya. “Jadi motivasi utama saya ikut berkompetisi untuk posisi Ditjen Imigrasi ini untuk bisa memberikan manfaat kepada masyarakat,” ungkap Silmy yang selepas SMA, ia kuliah di Fakultas Ekonomi Universitas Trisakti Jakarta. Setelah itu dia melanjutkan studi Ekonomi di jenjang S2 Universitas Indonesia.
Setelah banyak berkutat dalam bidang pertahanan, Silmy sama sekali tidak menyangka akan terlibat di bidang Imigrasi. Sejumlah posisi ia jabat saat di Kementerian Pertahanan, dan Badan Intelijen Negara. “Wacana itu bukan dari saya, tetapi setelah ditugaskan di sini saya anggap itu adalah amanah dan cara Tuhan untuk menjadikan saya punya nilai tambah untuk institusi Imigrasi dan juga masyarakat,” terang Silmy yang dalam bidang pertahanan sempat menimba ilmu di George C. Marshall European Center for Security Studies, Jerman (2012), NATO School, Jerman (2012), Harvard University, Amerika Serikat (2012) dan Naval Postgraduate School (NPS) California, Amerika Serikat (2014).
Proses Panjang
Proses yang harus dilalui Silmy Karim sampai akhirnya ditetapkan sebagai Direktur Jenderal Imigrasi, termasuk panjang dan menyakitkan. Dia mengikuti seleksi terbuka Dirjen Imigrasi melalui jalur Non-ASN. “Prosesnya tidak mudah, bahkan painful (menyakitkan),” akunya pria yang mengoleksi sejumlah lukisan karya pelukis ternama ini.
Kok bisa begitu? “Soalnya saya dan juga calon lainnya harus menyiapkan makalah, lalu dipresentasikan. Dan makalahnya tidak satu, banyak. Ada simulasi dan harus menjawab soal yang jumlahnya ribuan yang berkaitan dengan psikologi, leadership, dll. Semua diujikan kepada para kandidat,” katanya mengenang proses seleksi.
Hal yang menyakitkan lainnya karena proses seleksinya terbuka dan bisa dipantau publik, ada serangan. “Painful lainnya karena terbuka ada serangan dari berbagai penjuru. Baik langsung atau tidak langsung kepada saya. Tidak ada pilihan saya harus menghadapi semua itu,” akunya tanpa merinci apa saja bentuk serangan yang muncul selama proses seleksi.
Akhirnya ia bisa menyisihkan calon-calon lainnya dan ditetapkan melalui Keputusan Presiden (Keppres) yang terbit pada 26 Desember 2022.
Pesan Presiden
Setelah Silmy Karim menerima surat keputusan soal pengangkatan dirinya menjadi Direktur Jenderal Imigrasi, ia mendapatkan pesan khusus dari presiden untuk mengutamakan soal pelayanan yang prima untuk publik. “Pesan langsung dari Presiden Jokowi kepada saya untuk memberikan pelayanan yang cepat dan bersih. Lalu soal digitalitasi, restrukturisasi organisasi dalam rangka transformasi dan kebijakan golden visa,” kata Silmy yang sejak kecil sudah gemar main sepakbola dan kebiasaan itu masih dilakukan hingga kini saat ada kesempatan.
Pesan inilah yang dielaborasi menjadi program baik jangka pendek, serta jangka menengah dan jangka panjang. “Inilah yang saya sampaikan kepada seluruh jajaran di Imigrasi agar pesan Presiden Jokowi itu bisa terwujud,” ujarnya.
Karena yang ia tangani kini bukan BUMN, parameternya keberhasilan lanjut Silmy sedikit berbeda. “Dulu kalau di BUMN parameter kami adalah profit and loss, dari rugi menjadi untung. Sekarang di sini pelayanan dan penyelesaian masalah. Tolok ukurnya kualitatif bukan kuantitatif,” kata Silmy yang juga hobi berolahraga sepeda untuk menjaga kebugaran tubuhnya.
Bagi Silmy Karim melayani masyarakat melalui Dirjen Imigrasi ini adalah tantangan sekaligus cobaan. “Saat ini zaman media sosial orang cepat sekali mengungkapkan sesuatu kalau tidak puas. Langsung dimasukkan ke media sosial, tak lama kemudian viral. Saya pantau itu sekarang bersama tim yang khusus memantau keluhan publik di media sosial. Jadi kalau ada keluhan bisa cepat diselesaikan,” kata Silmy yang berkoordinasi dengan aparat dari instansi dan kementerian terkait dalam menyelesaikan tugasnya.
"Kalau saya masuk dengan persepsi negatif dan curiga, sudah ada muatan ingin melakukan tindakan dari sudut pandang negatif, tidak akan efektif. Lebih bagus kalau saya menganggap semuanya seperti kain putih dan saya berangkat dari perspektif positif. Dengan makin sedikit cela untuk melakukan hal yang berpotensi kotor, otomatis itu sudah bisa menjawab kalau instansi ini bersih. Tanpa harus menuduh atau berpikir suatu organisasi itu kotor,"