Eksklusif, Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho: Saat Semua Sudah Siap Baru Diberlakukan

Tapera tiba-tiba mengagetkan banyak pihak, dari pengusaha, pekerja, pengamat, akademisi sampai anggota dewan. Padahal menurut Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, SE, MBA, regulasi soal Tapera tidak akan diterapkan dalam waktu dekat. Ketika semua infrastruktur pendukung siap baru akan diberlakukan.

***

Kegaduhan soal Tapera diakui oleh Heru karena kurang sosialisasi. “Belum banyak masyarakat yang mengetahui karena sosialisasinya belum masif. Apalagi PP 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang merupakan turunan dari UU itu baru terbit akhir Mei 2020, ini bersamaan dengan Pandemi COVID-19,” paparnya.

Sejatinya bukan hanya Indonesia yang menerapkan konsep menabung untuk membantu masyarakat yang masuk kategori golongan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah) dalam memperoleh hunian. Memang antara negara yang satu dengan yang lain tidak sama. “China misalnya memiliki program Housing Provident Fund, mereka potongannya 10%, 5% dari pekerja dan 5% dari pemberi kerja. Di Malaysia ada Employee Provident Fund, ini jaminan sosial secara keseluruhan termasuk ada perumahan. Di Singapura ada Central Provident Fund, salah satu fiturnya ada pembiayaan perumahan. Untuk Jepang ada program terkenal dengan konsep flat 35, jadi angsurannya rata selama 35 tahun,” katanya.

Satu hal yang selama ini disalahartikan, lanjut Heru, hanya dengan tabungan yang diambil 3% dari penghasilan karyawan, BP Tapera akan membangun rumah. Padahal yang benar adalah bagi peserta Tapera yang sudah bergabung 12 bulan atau lebih bisa mendapat KPR (Kredit Kepemilikan Rumah) dari BP Tapera. Jumlahnya sesuai harga rumah yang akan dibangun. Kelebihannya bunga lebih rendah dari suku bunga pasar dan angsuran bisa dibuat terjangkau.

Di luar semua itu, Tapera ini tidak akan diberlakukan dalam waktu dekat. Semua masih dalam tahap persiapan. “Prinsipnya program ini belum berjalan, kita masih menyiapkan diri. Dan saat nanti dilaksanakan akan secara gradual dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat,” ujar Heru Pudyo Nugroho kepada Edy Suherli, Bambang Eros, dan Irfan Medianto dari VOI yang menyambanginya di Kantor BP Tapera, di kawasan Blok M, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan belum lama berselang. Inilah petikan selengkapnya.

Meski pengusaha dan pekerja menolak Tapera, menurut Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho pihaknya menghormati aspirasi itu. (Foto; Bambang Eros, DI; Raga Granada VOI)

Meski sudah agak reda keriuhan soal Tapera, namun masih jadi perbincangan. Menurut Anda mengapa ini bisa terjadi?

Tapera itu kan jadi hal baru bagi masyarakat, meskipun sudah ada UU No 4 tahun 2016 tentang Tapera. Namun ini belum banyak masyarakat yang mengetahui karena sosialisasinya belum masif. Apalagi PP 25 tahun 2020 tentang Penyelenggaraan Tapera, yang merupakan turunan dari UU itu terbit akhir Mei 2020, ini bersamaan dengan Pandemi COVID-19. Jadi perhatian pemerintah dan masyarakat belum ke PP ini, masih tertuju pada menghadapi dan pemulihan COVID-19.

Tapera menuai kontroversi masyarakat, apakah sebelumnya pihak pekerja dan pengusaha atau perwakilannya tidak diajak bicara?

Penyusunan UU No 4 tahun 2016 itu sudah melibatkan semua pihak; pemangku kepentingan, asosiasi pengusaha dan asosiasi pekerja yang dikoordinir oleh Kementerian Ketenagakerjaan. Saat UU ini disahkan, sosialisasinya mungkin kurang masif. Saat pembentukan peraturan turunannya juga melibatkan pemangku kepentingan terkait. Termasuk saat terbitnya PP No 21 tahun 2024 yang merupakan penyempurnaan dari PP No 25 tahun 2020. Dari pemerintah ikut Kemenkeu, Kementerian PUPR, Kementerian Ketenagakerjaan dan juga BP Tapera. Malah Kemnaker sudah melaksanakan FGD (Focus Group Discussion) soal ini dengan melibatkan Apindo (Asosiasi Pengusaha Indonesia) dan asosiasi pekerja.

Meski demikian, realitas sekarang pekerja dan pengusaha satu suara, keberatan dengan Tapera, bagaimana dengan hal ini?

Itu adalah aspirasi pengusaha dan serikat pekerja hari ini, kami sangat menghargai dan menghormati. Dalam konsepsi UU, Tapera ini adalah wajib. Seluruh pekerja termasuk pekerja mandiri yang berpendapatan sebesar minimum UMR wajib menjadi peserta. Ketentuannya yang diatur PP 20 tahun 2020 setiap pekerja dipotong 3 persen dari penghasilan. Dasar penentuan besar pemotongan ini belum ada. Ini masih memerlukan peraturan teknis di level menteri. Dari jumlah itu, 0,5% dari perusahaan dan 2,5% dari pekerja.

Kami memahami di tengah situasi saat ini, pasca pandemi semua masih dalam kondisi sulit. Walaupun konteks PP 21 tahun 2024 ini belum dijelaskan kapan diberlakukan Tapera, memang ada durasi waktu selambat-lambatnya tujuh tahun baru diberlakukan. Jadi PP 21 ini yang merevisi PP No 25 ini membuat publik kaget.

Menteri PUPR juga sudah mengatakan ada penundaan dan akan diberlakukan 2027, sebelum itu apa akan ada penyempurnaan?

Kami baru bertugas sejak 13 Maret 2024, salah satu amanahnya agar kami ikut membenahi tata kelola BP Tapera. Membangun konsep bisnis yang bisa memberikan keadilan dan kemanfaatan untuk semua peserta Tapera. Jadi prosesnya sedang berjalan, termasuk lahirnya PP 21 tahun 2024 itu juga dalam rangka itu.

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho menegaskan saat ini Tapera memang belum diberlakukan, saat semua sudah siap baru akan diberlakukan. (Foto; Bambang Eros, DI; Raga Granada VOI)

Yang menjadi pertanyaan banyak pihak, bagaimana dengan simpanan 3% dari penghasilan per bulan itu bisa membangun rumah?

Komite yang diketuai Menteri PUPR adalah organ tertinggi di BP Tapera. Kami akan memperhatikan arahan dari Komite. Apakah akan diberlakukan di 2027? Belum tentu, tergantung kesiapan BP Tapera. Apakah kita bisa menyampaikan manfaat Tapera kepada masyarakat? Kalau mereka bisa menerima diharapkan kepesertaan bisa bertumbuh. Kalau mereka sudah menyadari tanpa diwajibkan pun mereka akan bergabung.

Tapera ini tabungan, mengapa harus diwajibkan, apa tidak bisa dibuat sukarela dan wajib untuk yang belum punya rumah?

Semangat Tapera ini adalah saling menolong antara yang sudah punya rumah dan yang belum punya rumah, terutama dari golongan MBR (Masyarakat Berpenghasilan Rendah). Karena itu, yang sudah punya rumah juga ikut. Nah, mereka ini bisa dapat pinjaman untuk renovasi rumah atau hanya sebagai penabung mulia. Uang tabungan ini dikumpulkan dan dilakukan pemupukan lalu dikembalikan kepada peserta saat berakhir masa kepesertaan. Peserta Tapera dapat mengakses pembiayaan rumah dengan bunga yang sangat murah, di bawah bunga pasar. Besaran bunganya sekitar 5%. Peserta dapat membayar cicilan biaya pembangunan rumah dengan angsuran yang sangat terjangkau. Prinsipnya seperti itu. Jadi bukan hasil tabungan dari 3% itu untuk membangun rumah. Tapi peserta bisa pinjam uang untuk membangun rumah ke Tapera.

Ada fasilitas Manfaat Layanan Tambahan (MLT) dari sumber dana program Jaminan Hari Tua (JHT) BPJS Ketenagakerjaan, konsepnya mirip, ini apa tidak tumpang tindih?

Secara konsep, Tapera gunanya untuk mempermudah peserta dalam memiliki rumah melalui pembiayaan bunga rendah, jadi bisa mengurangi kesenjangan antara yang sudah punya dan yang belum punya rumah. Ini untuk semua warga negara, terutama untuk MBR. Kalau BPJS Ketenagakerjaan itu adalah manfaat dari layanan tambahan, untuk pekerja yang belum punya rumah atau merenovasi rumah. Jadi prinsipnya berbeda, yang satu untuk seluruh warga negara, yang satu benefit tambahan untuk peserta BPJS. Dari sisi bunga, juga Tapera lebih rendah. Dari sisi pemanfaatan, Tapera melalui program FLPP (Fasilitas Likuiditas Pembiayaan Perumahan) penggunanya adalah pekerja swasta yang notabene adalah anggota BPJS juga. Meski konsep berbeda, keduanya saling melengkapi. Seperti dulu Askes hanya untuk PNS dan TNI-Polri, lalu diperluas menjadi BPJS untuk semua warga negara.

Karena Tapera ini kurang sosialisasi, akhirnya isunya liar, ada yang bilang dana yang terkumpul untuk membangun IKN Nusantara dan proyek lain, tanggapan Anda?

Konsep awal Tapera itu dari UU No 1 tahun 2011 tentang Perumahan dan Kawasan Permukiman. UU ini mengamanatkan pemerintah untuk membentuk badan hukum publik yang khusus mengelola pembiayaan perumahan dengan konsep tabungan. Aktualisasinya diteruskan dalam UU No 4 tahun 2016 tentang Tapera. Ini semua sudah ada jauh sebelum konsep IKN Nusantara digulirkan. Tapera ini hanya bisa dimanfaatkan untuk pembiayaan perumahan, begitu amanat UU No 4 tahun 2016. Atau dikembalikan kepada peserta pokok serta pemupukannya saat berakhir masa kepesertaan. Tidak boleh untuk yang lain.

Apakah ada jaminannya kalau dana Tapera hanya untuk perumahan, bukan yang lain?

Dalam UU sudah diatur dari mulai pengerahan dana, pemupukan sampai penyaluran. Masing-masing anggota punya akun pribadi. Lewat Tapera Mobile peserta bisa memantau jumlah tabungan dan pemupukannya, juga grafik pemupukan dari bulan ke bulan. Saat menabung, langsung masuk ke rekening bank penampung dan dicatatkan atas nama individu. Proses pemupukan BP Tapera juga tidak bisa bertindak langsung, harus melalui manajer investasi yang profesional. Pemanfaatan juga sama, BP Tapera tidak melakukan perikatan dengan pengembang, semua melalui bank penyalur. BP Tapera hanya sebagai regulator, bukan operator.

Untuk manajer investasi meski sudah profesional, apakah ada toleransi kalau mengalami risiko?

Penunjukan manajer investasi ini dipantau ketat oleh OJK dan mereka juga memantau langsung kinerjanya. BP Tapera secara periodik melakukan konfirmasi dan evaluasi atas kinerjanya. Dan instrumen investasi yang dibolehkan antara lain; obligasi negara, obligasi daerah, surat berharga dalam bidang perumahan dan kawasan permukiman, dan instrumen lain yang aman dan menguntungkan. Jadi sangat ketat prosesnya.

BP Tapera punya target berapa banyak peserta yang bisa dibantu membangun/renovasi rumah?

Saat ini BP Tapera mengelola dua portofolio pendanaan; FLPP dan dana yang carry over dari Bapertarum (dana yang dikumpulkan dari ASN/TNI/Polri). Untuk FLPP sejak 2010 telah membantu membangun 1.429.000 unit rumah. Sedangkan Tapera yang dikumpulkan dari ASN/TNI/Polri kita sudah membantu membangun 13.800 unit rumah. Untuk target berikutnya kita harus menyesuaikan dengan pemerintahan mendatang yang tak lama lagi akan dilantik Presiden dan Wapres terpilih.

Apakah sudah melakukan studi banding dengan negara lain yang sukses menyediakan perumahan untuk rakyat?

Pembentukan UU No 4 tahun 2016 tentang Tapera sudah melakukan perbandingan dengan negara yang sukses mengadakan rumah untuk rakyatnya. Seperti di China dengan Housing Provident Fund, mereka potongannya 10%, 5% dari pekerja dan 5% dari pemberi kerja. Di Malaysia ada Employee Provident Fund, ini jaminan sosial secara keseluruhan termasuk ada perumahan. Di Singapura ada Central Provident Fund, salah satu fiturnya ada pembiayaan perumahan. Untuk Jepang ada program terkenal dengan konsep flat 35, jadi angsurannya rata selama 35 tahun.

Dari sekian contoh di berbagai negara itu mana yang paling cocok untuk Indonesia?

Tapera itu lebih mengacu pada Housing Provident Fund yang sudah dilakukan China. Sama-sama mandatori bedanya besaran tabungannya saja. Di China, besaran dana yang bisa dipinjam 14 sampai 15 kali besaran tabungan. Kalau Tapera sebesar harga rumah. Peserta Tapera yang sudah nabung 12 bulan bisa mengajukan KPR.

Karena kurang sosialisasi, apa aksi yang dilakukan BP Tapera untuk publik?

Kami sudah menyosialisasikan program melalui kanal medsos Tapera, website Tapera, di berbagai kegiatan kita kerja sama dengan pemda. Juga sosialisasi dengan kementerian terkait seperti Kemnaker, soal benefit Tapera. Ke depan akan lebih masif lagi. Prinsipnya program ini belum berjalan, kita masih menyiapkan diri. Dan saat nanti dilaksanakan akan secara gradual dengan memperhatikan kondisi sosial ekonomi masyarakat. Semoga semua pihak makin mengerti dan bisa merasakan manfaat Tapera.

Inilah Kiat Heru Pudyo Nugroho Lepas dari Rutinitas Kerja

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho melakoni hidup yang seimbang, selain runitas kerja di kantor ia juga beribadah, berolahraga dan berkesenian. (Foto; Bambang Eros, DI; Raga Granada VOI)

Komisioner BP Tapera Heru Pudyo Nugroho, SE, MBA, harus mengimbangi kesibukan yang menyita waktu dari Senin hingga Jumat dengan beragam kegiatan, mulai dari kegiatan ibadah, olahraga, dan kesenian. Dengan demikian, hidupnya menjadi seimbang.

Ada beberapa cara yang dilakukan Heru untuk melepaskan diri dari rutinitas pekerjaan. "Release pertama saya sebagai muslim adalah salat lima waktu. Saat itu saya rehat dari rutinitas dan menghadap kepada Yang Maha Kuasa. Itulah release yang paling utama bagi saya," kata pria kelahiran Pacitan, Jawa Timur 12 November 1972.

Setelah itu, yang dilakukanya adalah olahraga. "Setiap pagi saya melakukan jogging atau jalan kaki dan juga peregangan, agar badan tetap fit," katanya. "Kalau akhir pekan biasanya saya bersepeda," lanjut Heru, yang sudah menyusuri penjuru kota Jakarta yang sudah tiga bulan menetap di Jakarta.

Selain menyusuri kota Jakarta, rute favoritnya lainnya adalah alam pedesaan. "Pilihannya ke daerah Bintaro dan sekitaranya. Kalau ke desa saya menggunakan sepeda MTB, sedangkan rute kota Jakarta biasanya menggunakan sepeda lipat," kata Heru, yang juga bersepeda saat pulang ke Yogyakarta. "Daerah Bantul, Prambanan dan Sleman jadi pilihan saya kalau di Jogja," tambahnya.

Satu lagi cara untuk melepaskan stres adalah dengan bernyanyi. "Sebelum tidur saya sempatnya bernyanyi di rumah. Inilah trik yang saya lakukan agar tidak tertekan dan rileks. Soalnya beban pekerjaan di kantor harus diimbangi dengan beragam aktivitas yang membuat kita riang," ujar alumni S1 Universitas Jember [Sarjana Ekonomi] (1997) dan melanjutkan studi di jenjang S2 Universitas Gadjah Mada [Magister Manajemen Keuangan] (2009).

Dalam istilah Heru, apa yang dilakukannya ini adalah keseimbangan hidup. Dan keseimbangan itu penting agar hidup berjalan dengan baik.

Musik Populer dan Tradisional

Heru Pudyo Nugroho  menyukai musik pop dan tradisional seperti campursari. (Foto; Bambang Eros, DI; Raga Granada VOI)

Nyari semua genre musik Heru Pudyo Nugroho menyukainya. Tapi di antara sekian banyak genre musik, ada beberapa yang amat disukai. "Mostly saya suka musik pop. Tapi dangdut juga saya bisa menikmati. Dan sebagai orang Jawa, saya tentu tidak asing dengan musik Jawa yang biasa disebut campursari," ujarnya.

Sebagai generasi yang tumbuh dan besar di era 80-an dan 90-an, penyanyi yang disukainya pun kebanyakan di era itu. Namun ada juga penyanyi kekinian yang membuatnya terpesona kemudian menjadi penggemar. "Saya suka dengan penyanyi seperti Phil Collins, Richard Marx, dan Sania Twins. Lagu-lagu mereka itu enak dan menemani saya tumbuh dan besar," katanya.

Untuk penyanyi campursari, nama besar Didi Kempot berada di urutan terdepan dalam daftar nama penyanyi yang disukainya. "Kalau urusan musik campursari tentu maestronya; mendiang Didi Kempot adalah penyanyi yang selalu kena di hati. Lagu-lagunya, mau yang riang atau yang nelangsa, semuanya enak. Bikin kangen kampung kalau sudah menyanyikan lagu-lagunya Didi Kempot," aku penerima Satya Lancana Karya Satya XX Tahun; Satyalancana Karya Satyadari Presiden RI.

Sedangkan penyanyi campursari muda yang digemarinya adalah Deni Caknan dan Gilga Sahid. "Pokoknya enjoy kalau sudah mendengarkan sembari menyanyikan lagu-lagu campursari. Inilah tips untuk menjaga keseimbangan hidup," ungkapnya.

LDR dengan Anak dan Istri

Meski melakoni LDR dengan istri dan anak, komunikasi melalui telepon sehari dua kali menjadi kiat baginya membangun kemistri. (Foto; Bambang Eros, DI; Raga Granada VOI)

Sebagai seorang ASN yang mengawali kariernya di Kementerian Keuangan, Heru sudah bertugas di berbagai kota di seluruh Indonesia sebelum menjadi Komisioner BP Tapera. "Kalau di Kementerian Keuangan meja kerja saya itu dari Sabang sampai Merauke dan Miangas sampai Pulau Rote," katanya.

Kota pertama saat bertugas sebagai ASN adalah Palangka Raya, Kalimantan Tengah. "Di Palangka Raya saya bertugas 8,5 tahun. Setelah itu pindah dari satu kota ke kota lain. Saya sudah 12 kali pindah sebelum akhirnya bertugas di Jakarta," aku Heru yang pernah bertugas di Sumbar, Riau, Bali, DIY, dan lain-lain.

Karena keadaan itulah ia dan istri sepakat untuk memilih pisah tinggal. "Istri dan anak-anak menetap di Yogyakarta sedangkan saya yang pindah dari satu kota ke kota lain sesuai penugasan dari negara. Kasihan anak-anak kalau pindah terus," kata Heru, yang sekarang berdomisili di kawasan Kemang, Jaksel.

Meski terpisah jarak dengan keluarga, tak ada alasan untuk tidak berkomunikasi. "Komunikasi itu kunci, pagi saya telepon dan saat pulang kerja juga telepon lagi. Jadi minimal sehari dua kali telepon mereka," ungka Heru yang pernah menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan Provinsi Jawa Barat Direktorat Jenderal Perbendaharaan.

>

Heru Pudyo Nugroho punya pesan untuk generasi muda untuk tidak puas dengan apa yang sudah diraih. “Teruslah bereksplorasi untuk menemukan titik-titik berikutnya. Caranya dengan kerja keras dan tekad untuk terus belajar pada hal-hal baru. Kalau kita terjebak di satu titik yang menjadi zona nyaman kita akan berhenti di situ. Jadi terus bergerak mencapai yang lebih baik. Di mana pun berada, harus bermanfaat bagi orang lain, itulah sebaik-baik manusia,” tandasnya.

 

"Tapera itu lebih mengacu pada Housing Provident Fund yang sudah dilakukan China. Sama-sama mandatori bedanya besaran tambungannya saja. Di China besaran dana yang bisa dipinjam 14 sampai 15 kali besaran tabungan. Kalau Tapera sebesar harga rumah. Peserta Tapera yang sudah nabung 12 bulan bisa mengajukan KPR,"

Heru Pudyo Nugroho