Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel: Kereta Cepat Jakarta-Bandung Garapan China Lebih Mahal Dibanding Proposal yang Diajukan Jepang
Wakil Ketua DPR Rachmat Gobel. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel mengkritik keputusan pemerintah mengizinkan penggunaan APBN untuk proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung. Proyek yang digarap China tersebut menurut Rachmat Gobel, lebih mahal dari proposal Jepang.

"Soal kereta cepat biar kita serahkan ke investornya. Ini sesuai dengan ide awal yang berprinsip business to business," katanya dalam keterangan resmi, dikutip, Minggu 31 Oktober.

Rachmat Gobel mengatakan, China memenangkan persaingan dengan Jepang dalam pembangunan kereta cepat sepanjang 142,3 km beberapa tahun lalu. Saat itu, lanjutnya, Jepang mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS, sementara China mengajukan 5,5 miliar dolar AS.

Mantan Menteri Perdagangan tersebut ini lebih lanjut menjelaskan, China menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business. Namun, biaya pembangunan kereta cepat membengkak jadi 6,07 miliar dolar AS.

Bahkan, Rachmat Gobel mengungkapkan biaya tersebut kini makin bengkak menjadi 7,97 miliar dolar AS. Padahal, dia menilai Jepang yang sudah teruji dengan kualitas kereta cepat Shinkazen dan melakukan studi kelayakan jalur Jakarta-Bandung sejak 2012 itu pun kalah oleh proposal China.

"Kita tidak tahu apakah akan ada kenaikan lagi atau tidak. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik," kata Rachmat Gobel.

Menurutnya, Indonesia dihadapkan pada keterbatasan anggaran akibat pandemi COVID-19. Dia mengatakan banyak anggaran yang kurang prioritas dipotong karena terkena refocusing karena pemerintah fokus untuk menghadapi COVID-19 dan memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil.

Pemerintah, kata Rachmat Gobel, seharusnya memfokuskan APBN untuk pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) di Kalimantan Timur ketimbang proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung.

"Kita tak boleh mundur untuk membangun IKN. Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita,” imbuhnya.

Rachmat Gobel juga mendesak agar pemerintah konsisten dengan skema business to business. Dengan demikian, pembengkakan biaya itu diserahkan ke perusahaan konsorsium Kereta Cepat Indonesia China (KCIC).

Konsorsium ini melibatkan sembilan perusahaan. Dari Indonesia ada empat BUMN, yaitu Wijaya Karya, Jasamarga, Perkebunan Nusantara VIII, dan KAI. Sedangkan dari China adalah China Railway International Company Limited, China Railway Group Limited, Sinohydro Corporation Limited, CRRC Corporation Limited, dan China Railway Signal and Communication Corp.

Dari Indonesia membentuk badan usaha PT Pilar Sinergi BUMN dan dari China membentuk China Railway. Lalu keduanya membentuk KCIC. Jika terjadi pembengkakan biaya maka diserahkan kepada perusahaan-perusahaan tersebut.

"Jika ada perusahaan yang tak mampu menyetorkan biaya tambahan maka sahamnya terdelusi dengan sendirinya. Ini proses bisnis yang biasa saja. Ini namanya business to business. Jangan memaksakan diri dengan meminta dana dari APBN," pungkasnya.