Bagikan:

JAKARTA - Wakil Ketua DPR RI Rachmat Gobel menyindir soal proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung yang menurutnya bukan prioritas negara saat ini. Yang harus lebih dulu diprioritaskan negara, menurutnya, adalah pembangunan ibu kota negara (IKN) yang baru.

Rachmat Gobel menyoroti pembangunan kereta cepat yang menggunakan APBN. Padahal, kata dia, sebaiknya APBN difokuskan untuk pemulihan ekonomi, pembangunan infrastruktur dasar, dan untuk pembangunan Ibukota Negara (IKN) yang baru. Apalagi, pemerintah dihadapkan pada keterbatasan anggaran akibat pandemi COVID-19. Banyak anggaran yang kurang prioritas dipotong karena terkena refocusing.

"Karena kita fokus untuk menghadapi COVID-19, memulihkan perekonomian yang menghantam rakyat kecil, dan juga kita tak boleh mundur untuk membangun IKN. Kita fokus saja pada hal-hal yang menjadi prioritas kita," ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Senin 1 November.

Lebih lanjut Gobel mengatakan, bengkaknya biaya proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung karena garapan China. Padahal kata dia, sebelumnya Jepang pernah mengajukan proposal dan kualitas keretanya dinilai lebih bagus dan di bawah harga China saat ini.

"Kereta cepat buatan Jepang Shinkanzen sudah teruji. Apalagi, Jepang telah melakukan studi kelayakan jalur Jakarta-Bandung sejak 2012," jelasnya.

Menurutnya, pemerintah seharusnya tidak buru-buru menyuntikkan APBN untuk proyek tersebut. Gobel menceritakan Jepang awalnya mengajukan proposal dengan nilai 6,2 miliar dolar AS, sementara China hanya 5,5 miliar dolar AS.

"China juga menang karena tak meminta jaminan pemerintah, tak ada keterlibatan APBN, dan skema business to business," ujarnya.

Namun, kemudian biaya pembangunan infrastruktur Kereta Cepat Jakarta-Bandung membengkak menjadi 6,07 miliar dolar AS. Parahnya, Gobel menuturkan proyek tersebut makin melambung menjadi 7,97 miliar dolar AS.

"Kita enggak tahu apakah ke ada kenaikan biaya lagi atau tidak. Padahal dari segi kualitas pasti Jepang jauh lebih baik. Yang pasti hingga kini sudah bengkak dua kali. Kondisi ini sudah berkebalikan dengan tiga janji semula serta sudah lebih mahal dari proposal Jepang," ucapnya.

Selain itu, Gobel pun mempertanyakan keandalan studi kelayakan pihak China. Pertama, pada pembengkakan pertama katanya karena faktor asuransi.

Kedua, pada pembengkakan kedua katanya karena faktor geologi dan geografi. Ketiga, banjir yang menggenangi jalan tol Jakarta-Cikampek terjadi akibat tersumbatnya saluran air karena pembangunan kereta cepat.

"Semua itu mestinya sudah bisa dihitung di dalam studi kelayakan. Nyatanya kan tidak. Karena itu saya mempertanyakan kualitas studi kelayakan tersebut. Ini persoalan serius," imbuhnya.