JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) secara resmi meluncurkan cetak biru transformasi digital perbankan sebagai upaya mempercepat transformasi pada industri keuangan nasional agar lebih memiliki daya tahan (resilience), berdaya saing, dan kontributif.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK Heru Kristiyana mengatakan peluncuran ini merupakan gambaran yang lebih konkret atas berbagai inisiatif dan komitmen otoritas.
“Transformasi digital di sektor perbankan adalah suatu keniscayaan. Selama beberapa tahun ini, tuntutan akselerasi digital semakin mengemuka didorong perubahan ekspektasi publik akan layanan keuangan yang cepat, efisien, dan aman serta dapat dilakukan dari mana saja,” ujar dia dalam sebuah konferensi pers daring, Selasa, 26 Oktober.
Menurut Heru, cetak biru ini berfokus pada lima elemen pengembangan digitalisasi perbankan. Pertama, perlindungan data, transfer data, dan tata kelola data. Kedua, arsitektur teknologi informasi.
Ketiga, manajemen risiko dan keamanan siber bank. Empat, kolaborasi dalam ekosistem digital. Serta yang kelima adalah tatanan institusi dan pengembangan sumber daya manusia.
“Kelima elemen tersebut merupakan langkah strategis untuk mendorong perbankan dalam menciptakan inovasi produk dan layanan keuangan yang dapat memenuhi ekspektasi konsumen dan berorientasi pada konsumen,” tuturnya.
BACA JUGA:
Dikatakan pula oleh Heru cetak biru disusun dengan mempertimbangkan berbagai aspek meliputi studi terkait perbankan masa depan, kondisi digitalisasi perbankan, best practices industri perbankan, hingga pada harmonisasi dengan kebijakan atau regulasi otoritas terkait.
“Perbankan masa depan akan sangat berbeda dengan apa yang ada saat ini,” tegasnya.
Sebagai informasi, sebelum meluncurkan cetak biru transformasi digital perbankan, peta jalan telah disusun dalam Master Plan Sektor Jasa Keuangan Indonesia 2021-2025 (MPSJKI) Pilar 3 serta Roadmap Pengembangan Perbankan Indonesia 2020-2025 (RP2I) Pilar 2.
“Intinya adalah OJK bersama dengan pemerintah mengarahkan perbankan untuk melakukan akselerasi transformasi digital dengan tetap menerapkan tata kelola dan manajemen risiko teknologi informasi yang memadai,” tutup Heru.