JAKARTA – Bank Indonesia (BI) melaporkan bahwa penyaluran kredit oleh perbankan tercatat berada di jalur hijau pada sepanjang semester I 2021. Walaupun demikian, BI menyebut jika hasil yang dibukukan pada paruh pertama tersebut belum sepenuhnya menggembirakan.
“Intermediasi perbankan tercatat mulai tumbuh positif meskipun belum kuat. Selama semester I 2021, kredit tumbuh perlahan sebesar 0,59 persen year-on-year (yoy),” ujar Kepala Grup Departemen Komunikasi BI Muhamad Nur dalam keterangan tertulis, Selasa, 5 Oktober.
Menurut Nur, laju positif kredit didorong oleh permintaan pembiayaan yang mulai meningkat seiring dengan membaiknya kinerja korporasi dan rumah tangga.
“Selain itu, perkembangan ditopang pula oleh kinerja korporasi yang membaik, terutama korporasi berorientasi ekspor sejalan dengan peningkatan permintaan global,” tuturnya.
Nur menambahkan, meski masih terdapat kecenderungan penggunaan dana internal, namun korporasi pada beberapa subsektor industri pengolahan mulai mengindikasikan kebutuhan pendanaan eksternal, termasuk dari perbankan.
Sebagai informasi, Bank Indonesia memperkirakan pertumbuhan kredit pada 2021 adalah sebesar 4 persen hingga 6 persen dengan pertumbuhan dana pihak ketiga (DPK) sebesar 6 persen sampai 8 persen.
“Prakiraan kinerja penyaluran kredit tahun 2021 ini didukung oleh optimisme terhadap kondisi moneter dan ekonomi, serta relatif terjaganya risiko penyaluran kredit,” tegasnya.
Namun, Nur menilai sejumlah tantangan tetap perlu diwaspadai, termasuk rencana kebijakan tapering The Fed.
“Bank Indonesia akan terus mencermati dinamika perekonomian dan perkembangan penyebaran COVID-19 dalam merumuskan langkah-langkah kebijakan lanjutan yang diperlukan,” imbuhnya.
BACA JUGA:
Dikatakan pula jika bank sentral mengupayakan penguatan untuk mendorong intermediasi, termasuk untuk menjawab tantangan peradaban baru pasca pandemi. Untuk itu Bank Indonesia akan terus melakukan Inovasi di aspek digital, inklusi ekonomi dan keuangan, serta ekonomi hijau.
Asal tahu saja, pertumbuhan kredit sempat melaju kencang pada awal 2019 dengan bertengger di level dua digit. Adapun, kontraksi terdalam intermediasi terjadi pada Maret 2021 dengan catatan minus 4 persen.
Kesulitan perbankan untuk menyalurkan kredit utamanya disebabkan oleh sisi permintaan (demand) yang masih lemah. Ketidakpastian situasi serta akibat pandemi membuat masyarakat menunda ekspansi.
Di sisi lain, dana di perbankan menumpuk dalam bentuk DPK yang membuat beban bank lebih besar untuk memberikan return kepada nasabah dalam bentuk bunga.
Persoalan inilah yang coba dipecahkan oleh para pemangku kepentingan dengan memberikan stimulus ataupun insentif tertentu guna mendorong dana keluar dari perbankan dan lebih produktif.
“Sinergi bauran kebijakan Bank Indonesia bersama dengan otoritas keuangan lain dan pemerintah akan terus diperkuat untuk menjaga stabilitas makroekonomi dan sistem keuangan, serta mempercepat pemulihan ekonomi nasional,” tutup Nur.