Bos Jiwasraya Sebut Industri Asuransi RI Tertinggal 15 Tahun di Urusan Manajemen Risiko
Direktur Kepatuhan dan SDM Jiwasraya Mahelan Prabantarikso (Foto: Tangkap layar Youtube Khas Studio)

Bagikan:

JAKARTA - Direktur Kepatuhan dan SDM PT Asuransi Jiwasraya Mahelan Prabantarikso mengatakan bahwa kondisi industri asuransi di Indonesia masih cukup tertinggal dari sektor perbankan untuk aspek manajemen risiko.

Menurut dia, pembenahan yang dilakukan oleh sejumlah stakeholder di industri asuransi memang telah diupayakan dalam beberapa waktu belakangan ini. Akan tetapi, dia menilai masih ada gap yang mesti dikejar oleh sektor ini untuk dapat menyamai level kematangan industri perbankan nasional.

“Kalau dibandingkan dengan perbankan, karena saya cukup lama di bank, maka memang banyak sekali perbedaan padahal kedua bisnis ini sama-sama di industri jasa keuangan,” ujarnya dalam sebuah webinar pada Selasa, 31 Agustus.

Mahelan menambahkan, dalam industri perbankan telah ada sebuah sistem manajemen risiko yang cukup baik dan telah berjalan selama ini. Hal itu dapat tercermin dalam ketentuan Basel I, Basel II, dan Basel III.

Untuk diketahui, istilah Basel merupakan salah satu kaidah global yang sering digunakan untuk mengkategorikan kesehatan lembaga perbankan agar mampu memberikan tingkat kepercayaan tertentu kepada masyarakat sebagai konsumen jasa keuangan.

“Kalau di perbankan sudah ada manajemen risiko mulai Basel I, Basel II, Basel III yang berkaitan dengan tingkat kesehatan perusahaan. Nah kalau kita bandingkan dengan keluarnya kebijakan (di asuransi) maka ini sudah tertinggal sekitar 15 tahunan,” tuturnya.

Di Indonesia sendiri pembenahan sektor perbankan telah dimulai secara masif pada pengujung dekade 90-an. Kala itu, krisis moneter yang menghantam negeri ini mengharuskan pemerintah dan otoritas terkait melakukan reformasi secara menyeluruh dalam industri perbankan.

Pembenahan serupa juga kini telah dilakukan oleh Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyusul mega skandal gagal bayar perusahaan asuransi pemerintah Jiwasraya yang ditengarai merugikan negara hingga puluhan triliun rupiah.

Bak mendapatkan momentum, OJK diketahui setidaknya telah merilis sejumlah regulasi, antara lain POJK Nomor 43/POJK.05/2019 tentang tata kelola perusahaan yang baik bagi perusahaan perasuransian.

Lalu, POJK Nomor 44/POJK.05/2020 tentang penerapan manajemen risiko bagi lembaga jasa keuangan nonbank.

“Untuk itu para pelaku industri asuransi menyambut baik dan optimistis seluruh kebijakan yang telah dikeluarkan oleh regulator dan pemerintah akan memberikan manfaat,” tutup Mahelan