JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri menilai bahwa sebenarnya Presiden Joko Widodo atau Jokowi tak perlu membentuk Badan Pangan Nasional (BPN). Namun dengan catatan bila kementerian yang bertugas di bidang pangan menjalankan tupoksinya masing-masing dengan baik dan benar.
"Sebetulnya kalau semua kementerian menjalankan tupoksinya masing-masing dengan baik, tidak perlu lagi ada Badan Pangan Nasional," katanya dalam diskusi virtual, Senin, 30 Agustus.
Menurut Faisal, seharusnya urusan pangan cukup dikoordinasikan melalui perencanaan lintas sektoral dan lintas daerah oleh Kementerian PPN/Bappenas. Kemudian, konsolidasi anggaran oleh Kementerian Keuangan.
Lalu, persoalan data dapat diselesaikan dengan menggunakan sumber satu data oleh Badan Pusat Statistik (BPS). Namun sayang, kata Faisal, hal ini tidak dilakukan dan masing-masing kementerian memiliki ego sektoral.
"Misalnya impor beras, Kemenko Perekonomian dan Kemendag yang memutuskan, meski ada rapat untuk melawan Kementan, Bulog, dan BPS, ini tidak boleh lagi terjadi. Impor garam juga begitu, Kemenko Perekonomian dan Kemenperin melawan KKP. Kalau impor gula, Kemenko Perekonomian dan Kemenperin vs Kementan," ujarnya.
Kemudian, kata Faisal, jika terjadi beda cara pandang antara kementerian/lembaga, maka dikoordinasikan oleh Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian.
"Menko tidak boleh mengambil alih tugas. Kalau sekarang, kan, bablas. Menkonya ambil tugas, ambil alih tugas kementerian/lembaga, jadi dia yang putuskan, bilangnya berdasarkan rapat, tapi bohong," ucapnya.
Selanjutnya, kata Faisal, jika keputusan belum tercapai, maka dilaksanakan rapat terbatas (ratas) oleh Presiden yang disiapkan oleh Menteri Sekretaris Nagera dan Kantor Staf Presiden (KSP).
BPN tak bergigi
Faisal mengatakan BPN yang dibentuk oleh Presiden Jokowi tidak efektif untuk menyelesaikan masalah pangan di Tanah Air. Apalagi, gagasan awal mengenai BPN dengan finalnya berupa Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 66 Tahun 2021 tentang BPN sangat jauh berbeda.
BACA JUGA:
"Jadi draf dikembalikan ke kementerian, sama kementerian dipotong lagi, dipotong lagi. Ini BPN jadi tidak bergigi, tidak bertaji, jadi tidak perlu ditunggu tajinya karena tidak ada tajinya itu muncul karena sedemikian banyak kepentingan dan sudah terdistribusi ke partai-partai lain," katanya.
Kemudian, Faisal mengatakan BPN ini nanti akan ada di ranah kebijakan. Sementara, operasional sehari-hari akan dilakukan oleh Perum Bulog.
"Jadi Bulog yang melakukan stock management, operasi pasar, beli pangan dari petani, jual pangan ke masyarakat agar harganya stabil karena harga pangan ini tidak boleh gonjang ganjing, ini menyangkut perut manusia," tuturnya.
Sekadar informasi, pembentukan BPN oleh pemerintah berlandaskan UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Perpres Nomor 48 Tahun 2016 tentang Penugasan Perum Bulog, serta Perpres Nomor 66 Tahun 2021 tentang BPN.
BPN yang berada langsung di bawah presiden berwenang membuat regulasi dan kebijakan pangan. Terutama untuk sembilan komoditas pangan yaitu beras, jagung, kedelai, gula konsumsi, bawang, telur unggas, daging ruminansia, daging unggas dan cabai.
Sementara itu, Badan ini juga diberi kewenangan memberikan penugasan kepada Bulog sebagai pelaksana kebijakan. Sebagaimana tertuang dalam pasal 3c dan pasal 29 tentang pengadaan, distribusi dan penyimpanan cadangan pangan pemerintah.