JAKARTA - Ekonom Senior Faisal Basri mengatakan tumpukan utang pemerintah yang kini terus menggunung, khususnya dalam dua tahun pandemi, sangat mungkin membawa Indonesia pada situasi jebakan kelas menengah (middle income trap).
Menurut dia, apabila kondisi tersebut tidak segera dicarikan solusi yang komprehensif, maka cita-cita menjadi negara maju akan sulit untuk dicapai.
“Apa yang kita butuhkan adalah transformasi secara menyeluruh, jika tidak maka Indonesia akan terperangkap di jebakan negara berpendapatan menengah,” ujarnya pada dalam keterangan tertulis seperti yang dikutip pada Jumat, 20 Agustus.
Untuk diketahui, Bank Indonesia melaporkan utang luar negeri (ULN) Indonesia pada akhir kuartal II 2021 sebesar 415,1 miliar dolar AS atau setara dengan Rp5.975,2 triliun (kurs Rp14.387).
Angka tersebut terdiri dari ULN pemerintah 205,0 miliar dolar AS dan ULN swasta yang tercatat sebesar 207,2 miliar dolar AS.
Jumlah tersebut masih belum ditambah dengan nilai utang pemerintah di dalam negeri yang disebar melalui berbagai instrumen pembiayaan.
Bahkan, dalam Nota Keuangan RAPBN 2022 yang dibacakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) pada 16 Agustus lalu, nilai kewajiban pemerintah pada akhir tahun depan akan tembus Rp8.110 triliun atau 45,3 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Sebagai informasi, aturan terkait utang negara sendiri diatur dalam UU No.1/2003 tentang Keuangan Negara yang mengamanatkan rasio utang pemerintah adalah maksimal 60 persen dari PDB. Tetapi ingat, jika utang pemerintah tahun depan ditambah dengan utang BUMN, maka rasio tersebut akan mendekati 60 persen.
BACA JUGA:
Sayangnya, regulasi yang berlaku di negara ini menyebut bahwa BUMN merupakan entitas usaha berkategori swasta yang berarti hitung-hitungan perkara utang tidak masuk dalam bagian kewajiban pemerintah. Padahal, hampir bisa dipastikan jika semua perusahaan pelat merah dikuasai dan dikendalikan oleh pemerintah.
Adapun, dalam RUU APBN 2022 yang diajukan Presiden Joko Widodo ke DPR pada awal pekan ini memaparkan outlook pendapatan negara sebesar Rp1.840,7 triliun.
Sementara untuk sektor belanja diperkirakan bakal menghabiskan anggaran tidak kurang dari Rp2.708,7 triliun. Maka dapat disimpulkan bahwa defisit APBN 2022 akan sebesar Rp868 triliun atau 4,85 persen terhadap (produk domestik bruto (PDB).
Pemerintah sendiri di tahun depan berencana melakukan pembiayaan utang sebesar Rp973 Triliun pada sepanjang 2022. Nantinya, sebagian besar dana tersebut akan digunakan untuk menambal defisit APBN 2022 yang diproyeksi menyentuh angka Rp868 triliun.