JAKARTA - Ekonom senior Faisal Basri mengakui utang Indonesia secara rasio dari produk domestik bruto atau PDB (gross domestic product/GDP) lebih rendah dibandingkan dengan negara tetangga Singapura.
Dalam catatan, utang RI adalah sebesar 40 persen PDB dan utang Singapura 100 persen dari PDB-nya. Meski demikian, Faisal menyebut ada satu hal kunci yang selama ini amat jarang dipublikasikan oleh pemerintah.
“Singapura walaupun beban utangnya 100 persen dari PDB tapi beban bunganya itu hanya 1 persen terhadap penerimaan negara, sementara Indonesia itu sudah 20 persen (dari penerimaan negara) untuk tahun depan,” ujar dia melalui saluran virtual dikutip Senin, 27 Desember.
Menurut Faisal, kewajiban membayar bunga utang yang mencapai seperlima dari sektor penerimaan negara membuat ruang fiskal semakin sempit.
“Itu berarti (untuk bayar utang maka) gaji pegawai negeri harus dikurangi, untuk kegiatan sosial harus dikurangi. Mengapa? Karena kalau tidak dibayar bunga ini kita default (dianggap negara bangkrut). Jadi itulah beban utang kita yang bisa tercermin dari sini,” tuturnya.
Lebih lanjut, akademisi Universitas Indonesia itu melihat jebakan bunga tinggi disebabkan oleh strategi Indonesia dalam penerbitan surat berharga dengan rate interest yang menjulang. Hal berbeda akan ditemui apabila dibandingkan dengan negara tetangga di ASEAN tersebut.
“Kita memperoleh pinjaman dengan memberikan bunga rata-rata 6 persen. Kalau Singapura 0,1 persen. Ini terjadi karena risiko Indonesia dianggap lebih besar dibandingkan Singapura, seperti political risk, lalu risiko nilai tukar, dan sebagainya,” jelas dia.
Lalu, apakah betul pernyataan Faisal Basri soal Indonesia yang membayar 20 persen pendapatan negara untuk membayar utang?
BACA JUGA:
Dalam pemberitaan VOI sebelumnya, Rapat Kerja Badan Anggaran (Banggar) DPR RI dengan pemerintah pada awal September lalu terkuak informasi jika Indonesia telah membayar bunga utang sebesar Rp317,89 triliun di sepanjang 2020 atas pinjaman yang mencapai Rp6.080,08 triliun.
Adapun, jumlah pendapatan negara pada 2020 adalah sebesar Rp1.633,6 triliun. Artinya, pada tahun lalu pemerintah harus menunaikan kewajiban pembayaran bunga utang sebesar 19,46 persen dari total pendapatan yang diterima. Ini berarti asumsi ekonomi yang dilontarkan oleh Faisal Basri terkonfirmasi.
Asal tahu saja, selama ini pemerintah selalu mendorong opini jika kondisi utang negara dalam keadaan yang terjaga. Hal itu didasarkan pada amanah konstitusi yang menyebutkan besaran utang tidak boleh melebihi level 60 persen PDB.
Hingga akhir Oktober 2021, jumlah utang pemerintah diketahui Rp6.687,28 triliun atau setara dengan 39,69 persen.
“Pemerintah selalu mengatakan utang kita baru 40 persen terhadap PDB. Itu betul karena undang-undang memperbolehkan sampai 60 persen. Tapi janganlah pemerintah memancing dengan menggunakan data-data tertentu. Didiklah masyarakat secara baik sehingga bisa melihat secara keseluruhan,” tutup Faisal Basri.