JAKARTA - Ekonom Lembaga Penyelidikan Ekonomi dan Masyarakat Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Indonesia (LPEM FEB UI) Teuku Riefky mengusulkan pemerintah agar memberikan beragam stimulus yang memadai agar perusahaan tidak melakukan PHK.
"Salah satu langkah yang dapat dilakukan pemerintah ialah memberikan subsidi gaji dan keringanan pajak untuk perusahaan yang tak melakukan PHK," kata Teuku Riefky dikutip dari Antara, Rabu 4 Agustus.
Namun, ujar dia, kuncinya sebenarnya adalah kebijakan Jaring Pengaman Sosial (JPS) yang kuat, sehingga masyarakat yang terkena PHK masih dapat memenuhi kebutuhan dasar.
Ia berpendapat bahwa PHK adalah hal yang wajar terjadi di masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM) level 3 dan 4.
"Saya rasa PHK yang meningkat ini wajar mengingat PPKM yang diperpanjang. Di negara lain pun lockdown yang dilakukan akan menghasilkan PHK yg meningkat," ungkap Teuku.
Dengan kata lain, ujar Teuku, PHK pasti akan terjadi jika aturan pembatasan lockdown atau pembatasan sosial dilaksanakan. Kondisi tersebut, lanjutnya, dinilai natural dalam kondisi aktivitas ekonomi tidak berjalan secara normal seperti saat pandemi.
Teuku menyebut, dengan kondisi fiskal yang terbatas, dikatakan akan terlalu mahal jika hendak mencegah PHK. Dia menilai yang seharusnya menjadi fokus adalah alokasi stimulus untuk program-program JPS, seperti Bantuan Sosial (bansos), kartu prakerja, Program Keluarga Harapan (PKH), dan yang lainnya.
BACA JUGA:
Jika memaksakan agar PHK tak terjadi, terang Teuku, justru akan sangat menekan usaha sehingga dapat mendorong terjadinya kebangkrutan untuk beberapa perusahaan.
Adapun opsi memindahkan para pekerja yang terkena PHK ke sektor lain, dinyatakan tidak mungkin terjadi karena sistem pasar tenaga kerja di Indonesia bukan state-assigment atau ditentukan secara totaliter oleh negara.
"Artinya, pemerintah tidak dapat mendorong pekerja untuk berpindah dari satu sektor ke sektor lain. Pun juga skills-nya belum tentu cocok antarsektor," jawab dia.