Ketua Aprindo Anak Buah Konglomerat Mochtar Riady Ini Sebut Penyusun Inmendagri Soal PPKM Tak Tahu Definisi Pasar Swalayan
Ilustrasi. (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Asosiasi Pengusaha Ritel Modern Indonesia (Aprindo) mengaku tak pernah dilibatkan dalam pembuatan kebijakan pemberlakukan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM) Darurat atau sekarang disebut PPKM Level 4. Padahal, sektor ritel juga merupakan sektor yang terdampak pandemi COVID-19.

Seperti diketahui, pemerintah memperpanjang PPKM Darurat atau sekarang disebut PPKM Level 4 hingga 25 Juli dan akan mulai membuka secara bertahap sebagian sektor mulai 26 Juli mendatang. Keputusan ini diambil mengingat masih tingginya kasus COVID-19 di Tanah Air.

Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Ritel Modern Indonesia (Aprindo) Roy Nicholas Mandey mengatakan karena pengusaha ritel tidak pernah diajak koordinasi dan komunikasi, saat implementasi kebijakan sering kali terjadi multi tafsir dan lain-lainnya.

Misalnya, kata Wakil Presiden Komisaris Independen Matahari Department Store ini, dalam Inmendagri nomor 22 tentang PPKM yang segera berlaku, sektor yang boleh beroperasi adalah sektor esensial, kritikal dan di bawahnya dalam beleid itu ada pasar tradisional, toko swalayan dan pasar swalayan.

Sementara, kata Roy, pengertian pasar swalayan kalau dilihat dalam PP 29, UU Ciptaker 11/2020 maupun UU 7/2014 adalah termasuk minimarket, supermarket, hypermarket, department store dan wholesaler.

"Mungkin si penyusun ini (tidak tahu). Kita sudah sampaikan kepada Kemenko timnya dan sebagainya. Itu definisi pasar swalayan. Tapi justru karena ketidakadilan penguasa kepada kami pengusaha. Sehingga konotasi pasar swalayan itu dianggap ya sudah kebutuhan pokok saja. Ini yang dikatakan non dialog," tuturnya dalam konferensi pers secara virtual, Kamis, 22 Juni.

Roy mengatakan karena multitafsir tersebut bisa berdampak pada usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) yang terafiliasi dengan ritel-ritel besar. Bahkan, dampak lainnya adalah pemutusan hubungan kerja atau PHK.

"Kami juga mengurangi stok, kalau productivity rendah pasti kami less inventory, buat apa kami stok kalau memang produktivitas rendah. Apa artinya kalau sektor hilirnya tidak dijaga, tidak diberikan satu kondisi supaya tetap bisa beroperasi this is nothing. Sektor hulu dibantu sektor hilir tidak dibantu, lalu produknya mau dimakan sendiri sama sektor hulu, kan yang menjual ke konsumen sektor hilir," ucapnya.