JAKARTA - PT Bank Central Asia Tbk (BCA) telah mengukir 65 tahun perjalan bisnis di Industri keuangan Indonesia. Berkat peran Sundono Salim, Anthony Salim hingga Hartono bersaudara, BCA sukses menjadi bank dengan kapitalisasi pasar terbesar saat ini.
Berdasarkan catatan Bursa Efek Indonesia atau BEI, saham BBCA masih menempati posisi jawara dengan kapitalisasi pasar sebesar Rp899,91 triliun sepanjang 2021. Sementara di 2022, BCA masih menempati posisi yang sama dengan Rp976 triliun.
Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja mengungkapkan setelah rentang waktu 65 tahun memberikan pengalaman dan mengasah kematangan, BCA sekarang telah menjadi salah satu bank swasta terbesar di Indonesia.
"Baik itu dari sisi asset, jumlah nasabah dan penerapan teknologi terdepan. Kepercayaan nasabah setia merupakan motivasi BCA untuk semakin tekun dalam berkarya," tuturnya, dikutip dari situs resmi BCA, Minggu, 27 Februari.
Fokus bisnis BCA adalah meliputi transaksi serta menyediakan fasilitas kredit dan solusi keuangan untuk berbagai segmen seperti korporasi, komersial, usaha kecil menengah (UKM) dan konsumer. Di akhir 2021, BCA pun tercatat melayani 29 juta rekening nasabah.
Tak hanya itu, di akhir tahun lalu BCA juga tercatat memproses sekitar 48 juta transaksi setiap hari, didukung oleh 1.242 kantor cabang, 18.034 ATM, serta layanan internet dan mobile banking, contact center Halo BCA yang juga dapat diakses 24 jam.
Kinerja cemerlang BCA juga tak luput dari dukungan sejumlah entitas anak usaha yang fokus pada pembiayaan kendaraan, perbankan syariah, sekuritas, asuransi umum dan jiwa, perbankan digital, pengiriman uang, dan permodalan ventura. Termasuk juga dukungan dari lebih dari 25.000 karyawannya.
BCA memiliki visi menjadi bank pilihan utama andalan masyarakat yang berperan sebagai pilar penting perekonomian Indonesia. Dengan visi tersebut, BCA pun konsisten memberikan kenyamanan dan keamanan kepada nasabah menjadi lebih baik demi mewujudkan ekosistem layanan keuangan yang holistic.
Namun, berbagai capaian yang diperoleh BCA hingga sampai di 65 tahun perjalanannya tak terlepas juga dari pengaruh tangan-tangan konglomerat yang membentuknya. Berdasarkan laporan Kantar, BCA masuk dalam daftar 15 bank dengan nilai merek atau brand value terbesar di dunia.
Perusahaan yang didirikan Sudono Salim ini memiliki nilai merek 18,6 miliar dolar AS atau setara Rp267,4 triliun (asumsi kurs Rp14.400 per dolar AS) pada 2021. BCA juga dianggap sebagai tempat yang aman bagi konsumen menyimpan uang di situasi yang terbatas pasti akibat pandemi COVID-19. Karena dinilai memiliki dukungan lingkungan dan koneksi yang kuat dengan pemerintah.
Sejarah berdirinya BCA
Sejarah berdirinya Bank BCA dimulai pada 21 Februari 1957. Bank dengan kapitalisasi pasar terbesar di Bursa Efek Indonesia ini didirikan dari nol oleh konglomerat Liem Sioe Liong atau Sudono Salim. Namun, cikal bakal BCA terbentuk pada 1955 yang merupakan NV Perseroan Dagang dan Industri Semarang Knitting Factory.
Setelah beroperasi selama dua tahun, NV Perseroan Dagang dan Industri mengubah nama dan bisnsi perusahaannya menjadi perbankan dengan nama NV Bank Central Asia. Setelah mengubah nama, Sudono Salim memindahkan kantor pusat yang sebelumnya di Semarang ke Asemka, Jakarta pada tahun 1957.
Kemudian, pada 2 September 1975 nama NV Bank Central Asia diubah permanen menjadi PT Bank Central Asia atau sekarang dikenal sebagai BCA. Di tahun yang sama, rekan Sudono Salim yakni Li Wen Cheng atau yang akrab disapa Mochtar Riady mulai masuk ke BCA.
Mochtar bergabung dengan BCA saat kondisi bank tersebut tidak terlalu baik. Sejak bergabung dengan BCA, Mochtar mulai memperbaiki sistem kerja di bank tersebut. Salah satunya dengan merapikan arsip-arsip bank. Dalam autobiografinya Manusia Ide (2015), dia mengatakan bahwa arsip merupakan dasar paling pokok dalam mengelola perbankan.
Pada tahun 1990, setelah satu dekade lebih mengembangkan bisnis perbankan tersebut, Mochtar memutuskan untuk menjual saham BCA miliknya. Dalam buku Prominent Indonesia Chinese: Biographical Sketches (4th Edition), karya Leo Suryadinata disebutkan bahwa Mochtar menukar saham BCA yang dimilikinya dengan saham Grup Lippo kepada Sudono Salim.
Alhasil, sejak 1990 Sudono Salim menjadi pemegang saham terbesar BCA dan Mochtar Riady mundur dari bank tersebut pada 1991. Kini, Mochtar lebih dikenal sebagai pendiri sekaligus ketua Grup Lippo.
Tak hanya besar dari bisnis perbankan, Sudono Salim pemilik Grup Salim juga dikenal dengan bisnis makanan dan minuman lewat merek Indofood, ada juga bisnis penjualan mobil, semen, hingga swalayan. Kini, semua bisnis yang masuk dalam Grup Salim tersebut diwarisi Anthony Salim, anak ketiga Sudono Salim.
Pada 1998 lalu, bank yang dipimpin oleh Sudono Salim mengalami keterpurukan akibat krisis moneter. Krisis keuangan yang terjadi pada saat itu, membuka kesuksesan Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono atau dikenal Hartono bersaudara. Mereka memutuskan untuk mengambil BCA, dari keluarga Salim.
Lewat proses panjang Hartono bersaudara menguasai BCA melalui PT Dwimuria Investama Andalan dengan kepemilikan 54,94 persen atau 67,72 miliar saham. Kini, BCA setelah sepenuhnya menjadi milik Michael Bambang Hartono dan Robert Budi Hartono. Bank inilah yang memberikan pundi-pundi besar bagi pendapatan Hartono bersaudara.