Bagikan:

JAKARTA - Pemerintah melalui satuan tugas (Satgas) COVID-19 berencana mengurangi jam operasional pusat perbelanjaan atau ritel. Jika sebelumnya diberikan kesempatan untuk buka sampai pukul 20.00 WIB kini dalam kebijakan PPKM Mikro terbaru jam operasional dibatasi hingga 17.00 WIB. Rencana tersebut membuat pengusaha ritel teriak.

Ketua Umum Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo), Budihardjo Iduansjah mengaku kebingungan harus melakukan langkah apa lagi untuk mempertahankan operasional toko.

Bahkan, kata Budi, tingkat kunjungan ke pusat belanja pun sudah lebih dulu anjlok sebelum kebijakan baru pemerintah ini berlaku.

"Dampaknya, kemarin anggota lapor, sudah sepi, padahal belum jalan. Traffic-nya sudah anjlok, sudah sepi sekali," tuturnya saat dihubungi, Rabu, 30 Juni.

Para pelaku ritel ini, kata Budi, sudah melakukan berbagai upaya untuk tetap bertahan selama lebih dari setahun merebaknya pandemi COVID-19. Mulai dari menunda pembayaran sewa hingga pembayaran supplier. Bahkan ada pula yang meminjam uang saudara.

Berbagai langkah tersebut, kata Budiharjo, terpaksa dilakukan lantaran memilih untuk tutup juga bukan perkara mudah untuk pengusaha. Selain besarnya biaya yang dibutuhkan, juga mempertimbangkan banyaknya karyawan yang akan terdampak jika perusahaan ditutup.

"Kondisi sekarang kalau saya boleh bilang, ritel itu secara ekonomi bangkrut. Hitungannya perusahaan sudah bangkrut, tapi owner pinjam sana, pinjam sini. Jadi saya sudah bangkrut, tapi enggak bisa tutup karena ongkosnya jauh lebih besar," ucapnya.

Pengurangan jam operasional tidak efektif redam kasus COVID-19

Ketua Umum Asosiasi Pengelola Pusat Belanja Indonesia (APPBI) Alphonzus Widjaja menilai kebijakan tersebut sangat tidak efektif menekan angka penyebaran virus penyebab COVID-19.

Lebih lanjut, kata dia, selama ini pengelola mal telah menerapkan protokol kesehatan COVID-19 dengan konsisten dan ketat. Sehingga tidak menyebabkan klaster baru penyebaran COVID-19.

"Saat ini penyebaran telah terjadi di lingkungan dan komunitas yang lebih kecil. Sehingga pembatasannya harus dengan berbasis mikro dan melakukan penegakan sampai dengan tingkat paling kecil di lingkungan dan komunitas kehidupan masyarakat," katanya, saat dihubungi, Selasa, 29 Juni.

Alphonzus berujar wacana tersebut dapat dipastikan akan memukul perekonomian nasional yang saat ini sudah mulai kembali bergeliat. Tak hanya itu, dampak dari pemangkasan jam operasional akan memicu pemutusan hubungan kerja (PHK). Hal ini bisa terjadi jika pergerakan ekonomi khususnya di industri ritel kembali terpuruk.

Karena itu, APPBI mendesak pemerintah untuk mempertimbangkan kembali wacana tersebut. Sehingga, katanya, ekonomi dapat terselamatkan.

Tak hanya itu, Alphonzus memastikan semua pengelola pusat perbelanjaan akan taat kepada protokol kesehatan yang telah ditetapkan sepanjang upaya itu efektif untuk meneka angka penyebaran COVID-19.

"Jangan sampai pengorbanan besar di bidang ekonomi menjadi sia-sia, akibat kebijakan yang diputuskan tidak efektif untuk mengurangi jumlah kasus positif COVID-19," tuturnya.

Pembatasan dilakukan dengan tujuan mengendalikan COVID-19

Sebelumnya, Kepala Satuan Tugas Penanganan COVID-19 Ganip Warsito menyebut pemerintah akan memperketat aturan PPKM mikro yang sebelumnya telah diperketat. Pemerintah akan mengubah sejumlah aturan dari Instruksi Menteri Dalam Negeri (Inmendagri) Nomor 14 Tahun 2021 tentang PPKM berbasis mikro.

"Nanti akan dilakukan perubahan Inmendagri Nomor 14 Tahun 2021 yang hari ini masih kita pedomani. Pembatasan ini juga dilakukan untuk bisa mengendalikan supaya COVID-19 ini tidak semakin menyebar," kata Ganip dalam rapat koordinasi BNPB, Senin, 28 Juni.

Ganip membocorkan sejumlah aturan yang akan diperketat pada daerah dengan zona merah (risiko COVID-19 tinggi) dan zona oranye (risiko COVID-19 sedang).

Jika sebelumnya pemerintah mengeluarkan kebijakan bekerja dari rumah atau work from home (WFH) 75 persen hanya pada daerah dengan zona merah, nantinya daerah zona oranye akan diikutsertakan dalam aturan tersebut.

"Contohnya nanti yang akan diterapkan adalah pelaksanaan untuk kegiatan PPKM-nya. WFH dan WFO ini akan diberlakukan 75 persen dan 25 persen untuk daerah yang merah dan oranye," ujar dia.

Selain itu, kegiatan operasional sektor usaha juga akan diperketat. Jam operasional mal dan pusat perbelanjaan diperpendek. Lalu, restoran atau rumah makan akan dilarang melayani makan di tempat (dine in). 

"Untuk sektor ekonomi seperti mal ini hanya dioperasionalkan sampai dengan jam 17.00. Restoran hanya diizinkan untuk take away, ini dibatasi sampai pukul 20.00," ungkap dia.

Seperti diketahui, kasus aktif COVID-19 di Tanah Air terus mengalami penambahan, bahkan pada 30 Juni mencapai 21.807. Jumlah tersebut merupakan rekor tertinggi sejak COVID-19 2 Maret 2020. Secara kumulatif total kasus di Indonesia pun mencapai 2.178.272.