JAKARTA - Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengklasifikasikan varian COVID-19 C.37 atau varian Lambda sebagai Variant Under Investigation (VUI) atau sedang diselidiki usai ditemukan di sejumlah negara.
Sebagaimana dilansir Express UK, National Health Service (NHS) Inggris, gejala corona varian Lambda yang perlu diwaspadai adalah:
- Suhu tinggi
- Batuk terus menerus
- Kehilangan atau perubahan pada indera penciuman atau perasa
Mengutip DW News, Ahli virologi Pablo Tsukayama dan timnya di Universitas Cayetano Heredia Lima telah melacak evolusi varian lambda di Peru selama berbulan-bulan setelah mengidentifikasinya melalui pengujian genom.
"Dengan 187.000 kematian dan tingkat kematian tertinggi di dunia, kami adalah negara yang paling berjuang dalam hal virus corona."
"Oleh karena itu, mungkin tidak mengherankan bahwa varian baru telah dimulai," kata Tsukayama kepada DW News.
Alfa (B.1.1.7), beta (B.1.351), delta (B.1.617.2) dan gamma (P.1) dikategorikan sebagai VUI oleh WHO. Klasifikasi menunjukkan bahwa mereka lebih menular dan lebih sulit untuk diobati.
Kendati demikian, Public Health England mengatakan bahwa saat ini tidak ada bukti varian Lambda menyebabkan penyakit yang lebih parah atau membuat vaksin saat ini kurang efektif.Varian Lambda pertama kali ditemukan di Peru pada bulan Agustus tahun lalu. Varian itu disebut telah menyumbang 82 persen kasus baru di negara tersebut. Satu dari tiga kasus yang terkonfirmasi di Chili merupakan varian C.37.
Varian ini telah terdeteksi di 29 negara. Dari jumlah itu, tujuh di antaranya di Amerika Latin seperti Argentina, Brasil, Kolombia, Ekuador, Meksiko dan Chili.
Di Chili 32 persen kasus varian Lambda terdeteksi dalam 60 hari terakhir.
Sebelum Lambda, ada empat virus lainnya yang paling dipantau WHO, yaitu Alpha, Beta, Gamma dan Delta
Setelah mengetahui sejumlah gejala corona varian Lambda, pastikan tetap mematuhi protokol kesehatan untuk menghindari penularan COVID-19.
DPR Minta Pemerintah Lakukan Pengetatan Pintu Masuk ke Indonesia
"Semua pintu masuk harus dijaga super ketat. Setiap yang masuk ke Indonesia harus betul-betul dicek hasil Swabnya dan karantina 14 hari wajib dioptimalkan," ujar Muhaimin kepada wartawan, Rabu, 30 Juni.
Ketua Tim Pengawas Penanggulangan Bencana COVID-19 DPR RI ini mengusulkan pengetatan lebih optimal utamanya bagi WNA dan WNI yang tiba dari negara dengan potensi tinggi penularan Covid varian baru.
"Kuncinya adalah pengawasan di setiap pintu masuk harus diperketat. Kita semua tentu saja tidak ingin tiba-tiba ada penularan lokal varian baru dari luar negeri, padahal enggak tahu kapan masuknya dan siapa yang bawa," tegasnya.
"Pemerintah perlu mengambil pelajaran berharga dari kegagalan menangkal masuknya virus corona varian Delta yang muncul pertama kali di India, kemudian terdeteksi ada di Indonesia," kata Sukamta, Rabu, 30 Juni.
Bahkan, kata Sukamta, beberapa ahli epidemiologi menyayangkan kebijakan pengetatan akses masuk Indonesia yang hanya memberi waktu karantina selama lima hari. Padahal rekomendasi WHO jelas-jelas menyebut 14 hari.
Begitupun kebijakan PPKM Darurat yang akan diberlakukan oleh pemerintah, dikatakan Sukamta, belum menyinggung soal pengetatan akses pintu masuk ke wilayah Tanah Air.