JAKARTA - Keputusan Blu BCA Digital, anak usaha PT Bank Central Asia Tbk (BCA), untuk merambah bisnis pembayaran (payment) dalam tahap awal berkegiatan usaha bukannya tanpa sebab. Menurut Presiden Direktur BCA Jahja Setiaatmadja siasat ini bertujuan untuk menekan risiko bisnis yang berpotensi terjadi di masa yang akan datang.
Pasalnya, model bank digital merupakan sesuatu yang baru dalam industri jasa keuangan di Indonesia. Oleh karena itu perseroan memilih untuk bermain aman melalui kegiatan bisnis pembayaran digital.
“Di Indonesia bank digital ini kan baru, jadi harus benar-benar matang dan juga disertai dengan studi mendalam,” katanya kepada VOI, Jumat, 25 Juni.
Hal ini pula yang membuat BCA bersikap konservatif untuk mengoptimalkan fungsi intermediasi perbankan hingga perseroan mendapatkan arah market ke depannya.
“(Penyaluran) Kredit harus perlahan tidak bisa langsung,” tuturnya.
Lebih lanjut, bos bank swasta terbesar di Indonesia itu menjelaskan perbedaan karakteristik antara lembaga perbankan konvensional dengan digital.
“Kalau bank biasa (konvensional) kredit biasanya pakai jaminan, tapi kalau di bank digital tanpa jaminan,” imbuhnya.
Alasan lain keengganan Blu BCA Digital untuk segera menggelontorkan kredit adalah mengantisipasi terjadinya penyaluran dana yang tidak berdampak positif terhadap kinerja perusahaan.
“Kalau (kredit) cepat-cepat bisa macet semua,” tegasnya.
BACA JUGA:
Dalam catatan VOI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator resmi di Tanah Air hingga kini belum mengeluarkan aturan terkait dengan persyaratan pendirian bank digital serta cakupan kegiatan usaha bank digital secara komprehensif.
Padahal, lembaga pimpinan Wimboh Santoso itu sempat mengungkapkan jika regulasi bank bergenre teknologi 4.0 tersebut bakal rampung pada semester I 2021.
Dalam pemberitaan sebelumnya, Direktur Eksekutif Kepala Departemen Penelitian dan Pengaturan Perbankan OJK Anung Herlianto sempat menginformasikan jika batasan modal minimum yang dibutuhkan untuk mendirikan bank digital adalah sebesar Rp10 triliun.
“Gambarannya kita-kira seperti itu dan kami masih terus mencari format terbaik agar ini dapat benar-benar diterima semua pihak,” ujarnya dalam sebuah webinar pada Februari lalu.