Mendag Lutfi Iri dengan UMKM di Era Presiden Jokowi: Dulu Saya Ingin Rp75 Juta Mesti Kasih Jaminan 110 Persen dari Nilai Pinjaman
Menteri Perdagangan, M. Lutfi. (Foto: Dok. Kemendag)

Bagikan:

JAKARTA - Menteri Perdagangan RI, Muhammad Lutfi bercerita bahwa saat memulai karier sebagai pengusaha, dirinya sangat sulit untuk mengakses kredit dari perbankan karena perlu adanya penjaminan aset bernilai besar. Sementara, saat ini pelaku usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) sangat mudah mendapatkan modal di era pemerintahan Joko Widodo (Jokowi).

"Waktu kita jadi pengusaha, kita ingin Rp75 juta aja mesti ngasih jaminan 110 persen, daripada (nilai) pinjamannya," katanya dalam diskusi virtual, Senin, 14 Juni.

Karena itu, Lutfi mengaku iri atas kepedulian Pemerintah Jokowi terhadap pelaku UMKM di Indonesia. Menyusul adanya alokasi anggaran jumbo senilai Rp300 triliun untuk program Kredit Usaha Rakyat yang dikelola Kementerian Koperasi dan UKM.

Apalagi, kata Lutfi untuk para pelaku UMKM mengakses program KUR itu tanpa memerlukan jaminan apa pun.

"Pak Teten ini sebagai Menteri Koperasi ini sudah mempunyai kekuatan anggaran yang luar biasa. Di bawah beliau ini ada Rp300 triliun untuk KUR, yaitu kredit usaha rakyat yang tidak memerlukan jaminan," tuturnya.

Lebih lanjut, Lutfi mengatakan karena sulitnya mendapat pinjaman dari perbankan, mayoritas pelaku UMKM pada saat awal dirinya menjadi pengusaha, banyak yang lebih memilih mengakses pinjaman melalui lembaga non perbankan meskipun lebih berisiko.

"Jadi, kalau kita punya 110 persen dari pinjaman kita enggak pinjam ke bank. Tapi, tetap di sektor informal tersebut," tuturnya.

Kementerian Perdagangan, kata Lutfi, akan terus meningkatkan kolaborasi dengan Kementerian Koperasi untuk menghasilkan aturan yang relevan dengan situasi saat ini. Tujuannya untuk memperkuat bisnis UMKM hingga ke ranah global.

"Makanya saya sama Pak Teten ini sedang bekerja sama, ada yang kita kerjakan. Saya ingin memperbaiki peraturannya supaya perdagangan yang kita kerjakan ini tidak ada kecurangan, kita tidak bisa bersaing dengan situasi yang tidak seimbang. Ini sebagai terobosan disrupsi dan merupakan opportunity baru mesti kuat," ucapnya.