Bagikan:

JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani mengatakan jika lembaga jasa perbankan memiliki peran penting dalam mendorong pemulihan ekonomi nasional melalui optimalisasi fungsi intermediasi. 

Meski demikian, kecenderungan bank untuk memilih sektor industri tertentu menjadi pertimbangan tersendiri mengingat dampak yang ditimbulkan oleh COVID-19 cukup berbeda-beda.

“Bank akan menghindari kelompok  industri yang bersifat slow starter, seperti perdagangan, konstruksi, transportasi, dan jasa,” ujarnya saat mengikuti Rapat Kerja dengan Komisi XI DPR RI di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta.

Menurut Menkeu, kelompok slow starter merupakan segmen industri yang paling dalam terpengaruh COVID-19 serta memiliki proses pemulihan yang cukup lama.

“Pada kelompok industri ini, saat COVID-19 menghantam awal tahun lalu mereka turunnya cepat sekali. Kemudian saat angka COVID-19-nya naik mereka juga turun yang pertama dan cepat sekali. Namun, saat kasus harian terkendali dan turun mereka bisa naik tetapi gerak pemulihannya lambat dan jika dilihat dalam gambaran kurva, itu tidak simetris antara penurunan dan juga waktu pemulihan,” tuturnya.

Asumsi tersebut didasarkan pada kasus awal pandemi pada Maret 2020 yang membuat slow starter terkontraksi paling dalam. Meski tanda-tanda pemulihan sudah mulai terlihat, akan tetapi angka pertumbuhan yang disumbang pada sektor jasa cs masih di kisaran minus dua digit.

Adapun, sektor yang lebih aman untuk dimasuki bank menurut Menkeu adalah sektor industri manufaktur yang disebutnya sebagai growth driver.

“Untuk sektor growth driver ini juga sama-sama terkena dampak pandemi dan kontraksinya dalam. Tetapi mereka bisa pulih dengan waktu yang relatif cepat. Hal tersebut bisa dilihat dari aktivitas produksi yang terus meningkat,” jelasnya.

Oleh karena itu, pemerintah melalui Kementerian Keuangan bersama dengan Bank Indonesia selaku otoritas moneter, dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sebagai regulator industri keuangan, berupaya untuk mencarikan solusi atas situasi yang dihadapi saat ini.

“Nah ini adalah tantangan pemulihan ekonomi pemerintah untuk menemukan jalan keluar, yaitu apa yang harus diformulasikan dari sisi regulasi fiskal, serta dari sisi moneter Bank Indonesia, dan juga OJK. Karena negara juga tidak mungkin terus menerus menggunakan APBN untuk meredam dampak pandemi,” tutupnya.