Polemik Pajak Sembako, Stafsus Sri Mulyani Jelaskan jika Objek PPN Belum Tentu Dipajaki
Ilustrasi (Foto: Dok. Antara)

Bagikan:

JAKARTA - Staf Khusus Menteri Keuangan Yustinus Prastowo mengatakan pengecualian yang terlalu luas terhadap barang kebutuhan pokok yang dinikmati seluruh lapisan masyarakat membuat negara gagal mengadministrasikan dengan baik dan gagal mengajak yang mampu untuk berkontribusi membayar pajak.

“Inilah yang sebenarnya ingin pemerintah atasi atas polemik pajak sembako yang marak diperbincangkan saat ini,” ujarnya saat menjadi narasumber dalam dialog publik yang disiarkan secara daring oleh jaringan MNC pada Sabtu, 12 Juni.

Menurutnya, pengelompokkan tertentu bisa membawa hal positif dalam pendataan pajak di dalam negeri.

“Jadi apa yang menjadi objek PPN ini belum tentu dikenakan pungutan PPN,” tuturnya.

Sebagai contoh, Yustinus lantas menjelaskan ketika pemerintah memutuskan untuk tidak mengenakan pajak terhadap produk senjata TNI yang diproduksi oleh pabrikan lokal.

“Senjata maupun alutsista yang dipakai oleh TNI itu adalah barang kena pajak sebenarnya. Tetapi karena posisinya strategis lalu pemerintah memutuskan untuk meniadakan pajak atas barang tersebut,” tuturnya.

Yustinus menambahkan, saat ini pengenaan PPN atas barang tertentu berada pada kisaran tarif 10 persen.

“Bentuk konstruksi yang sebenarnya ingin diberlakukan pemerintah adalah bagaimana menetapkan ini berdasarkan multi tarif. Seperti untuk barang yang hanya dikonsumsi masyarakat atas dikenakan 15-20 persen, sementara untuk kelompok barang strategis yang digunakan oleh masyarakat banyak bisa dikenakan PPN Final 1-2 persen atau bahkan tidak ada sama sekali,” jelasnya.

Lebih lanjut, orang kepercayaan Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani itu mengaku pemerintah memang sudah menyerahkan rancangan penyesuain pungutan PPN kepada DPR.

“Kita (pemerintah) sudah buatkan skema, ada yang tarif normal, tarif tinggi, tarif lebih rendah, tarif final 1-2 persen, atau tidak dipungut sama sekali. Nah, inilah yang nanti akan dibahas bersama dengan anggota dewan. Pemerintah tidak dalam posisi sendirian untuk memutuskan hal ini,” katanya.