JAKARTA - Rencana pemerintah untuk menarik pajak pertambahan nilai atau PPN atas bahan pokok atau sembako mendapat sorotan dari banyak pihak, meskipun kebijakan di sektor perpajakan ini masih sebatas wacana. Anggota Komisi XI DPR RI Ecky Awal Mucharam pun meminta agar kebijakan ini tidak diputuskan terburu-buru seperti Omnibus Law Undang-Undang Cipta Kerja.
Seperti diketahui, PPN untuk sembako tertuang dalam rencana perluasan objek PPN yang diatur di Revisi Undang-Undang Nomor 6 Tahun 1983 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan (KUP).
"Jangan seperti omnibus law lah sistem kebut, dengan DPR lancar lah sekarang, 'dalam gerbong pemerintah semuanya'. Harus ada balancing dari DPR, termasuk masyarakat," tuturnya dalam diskusi virtual, Jumat, 11 Juni.
Di samping itu, politikus dari PKS ini menyayangkan gaduhnya rencana pengenaan pajak untuk sembako. Kata dia, kegaduhan ini terjadi lantaran komunikasi pemerintah yang tidak bagus.
Lebih lanjut, Ecky berujar, idealnya sebelum rancangan undang-undang diusulkan, pemerintah sudah lebih dulu menyiapkan grand design dan mendiskusikannya dengan parlemen.
"Terkait RUU KUP ini, kita harus melihatnya, komunikasi pemerintah harus diperbaiki. Apa susahnya sebelum RUU masuk, grand design-nya sebelum surat presiden diajukan, itu didiskusikan dulu," katanya.
Berkaca pada pengalaman yang lalu, Ecky mengatakan sudah saatnya kebijakan ekonomi tidak dibuat dadakan.
"Jadi harus benar-benar jujur mengelola pajak, jangan sesuai permintaan dan kepentingan sesaat. Karena sering kali kebijakan insentif fiskal mendadak, surprise, the last minute," tuturnya.
BACA JUGA:
Sependapat, Ekonom CORE Indonesia Piter Abdullah juga menilai ada miskomunikasi terkait rencana pengenaan pajak untuk sembako. Menurut Piter, isu PPN sembako ini muncul disaat yang tidak tepat, di mana masyarakat tengah menghadapi kesulitan akibat pandemi COVID-19.
"Komunikasinya kedodoran sekali, pemerintah reaktif, seharusnya sudah menyadari sejak awal isu ini sensitif, PPN sembako, pendidikan. Dan kalau memang seharusnya dilakukan, disiapkan secara matang argumentasinya," tutur Piter.
Menurut Piter, pengenaan pajak pada sembako akan menurunkan konsumsi masyarakat. Hal ini akan berdampak buruk pada ekonomi nasional.
"Sembako dipajaki saja sudah pasti berdampak pada masyarakat, ini rencananya sifatnya 1 persen. Walaupun 1 persen tetap akan berdampak, pertama daya beli, kedua secara psikologis. Ada rentetan seperti meningkatnya inflasi, berdampak pada daya beli menurun, ujungnya konsumsi menurun, berdampak pada investasi," katanya.