Bagikan:

JAKARTA - Wacana pemerintah yang berniat mengenakan pungutan perpajakan terhadap sejumlah barang kebutuhan pokok (sembako) dengan kriteria tertentu masih belum menampakan kejelasan. Meski demikian, kebijakan tersebut diyakini bakal tetap diberlakukan pemerintah cepat atau lambat.

Pengamat Ekonomi Center of Reform on Economics (​CORE) Indonesia Yusuf Rendy Manilet mengatakan pemerintah perlu mempertimbangkan secara masak setiap langkah yang berkaitan dengan upaya memperdalam potensi penerimaan negara, termasuk perluasan objek pajak.

“Perlu disadari juga bahwa khusus untuk tahun depan rencana pemerintah dalam mengenakan pajak apalagi pada objek maupun subjek pajak baru harus dilakukan dengan sangat hati-hati,” ujarnya ketika dihubungi VOI, Rabu, 8 September.

Rendy menyadari bahwa tekanan fiskal pasca pandemi dan gelombang kedua varian delta membuat keuangan negara dalam situasi yang kurang menguntungkan. Meski demikian upaya pemulihan dan perlindungan harus tetap diupayakan oleh negara, terutama di sektor kesehatan dan ekonomi.

“Tahun depan masih merupakan proses transisi pemulihan ekonomi dan juga kesehatan, jadi penting sekali mempertimbangkan seluruh aspek sebelum merilis sebuah regulasi baru,” tuturnya.

Rendy menambahkan, dirinya memproyeksi akan timbul dampak khusus yang menyertai apabila pemerintah jadi memberlakukan pajak sembako pada tahun depan.

“Menurut saya, pengenaan pajak untuk barang-barang yang tadinya dikecualikan pajak bisa saja memicu inflatoir effect meskipun pemerintah mengklaim bahwa sembako yang dipajaki bukan merupakan bahan sembako pokok,” tegasnya.

Guna menghindari risiko tersebut, Rendy mendorong pemerintah untuk menggeser fokus perluasan objek pajak dari sembako ke sektor lain.

“Disisi lain masih ada peluang untuk mengeksplorasi pada subjek dan objek lain seperti misalnya pajak karbon atau pajak orang kaya, dan juga dengan meningkatkan kapasitas administrasi dari DJP (Direktorat Jenderal Pajak) itu sendiri,” ucapnya.

Seperti yang diketahui, polemik pajak sembako mencuat beberapa waktu lalu tatkala dokumen pembahasan pemerintah yang telah dikirim ke DPR bocor ke publik.

Dalam catatan redaksi, terdapat tiga skema dalam pelaksanaan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) sembako. Pertama, PPN usulan 12 persen. Kedua, skema multitarif 5 persen yang lebih rendah dari skema pertama dengan penguatan legalitas melalui Peraturan Pemerintah. Serta yang ketiga adalah melalui cara PPN final 1 persen.

Hingga kini, pembahasan beleid tersebut masih mandek dan belum ada tanda-tanda bakal dilanjutkan dalam waktu dekat. Hal tersebut dikonfirmasi oleh Staf Ahli Menteri Keuangan bidang Pengeluaran Negara Kemenkeu Kunta Wibawa.

“Masih belum dibahas dengan DPR dan pemberlakuannya pun tidak sekarang,” ujar dia dalam diskusi virtual yang digelar Kementerian Keuangan pada Juni lalu.